"TWENTY-FIVE"

7K 633 99
                                    

                                      "TWENTY-FIVE"












Jaemin dan Haechan duduk di pinggir ranjang kamar mereka setelah pertemuan singkat keluarga mereka.

Tak ada tang ingin memulai pembicaraan dan melih untuk saling bungkam dengan pikiran masing-masing.

"Chan"

"Na"

Keduanya kembali terdiam sebelum Haechan mulai membuka suara untuk memecahkan keheningan.

"Na, maaf aku tak memberi tahumu soal ini" ucap Haechan membuat Jaemin menoleh ke arahnya.

"Apa kau tak bahagia? Kenapa kau diam saja?" lanjut Haechan.

"Apa kau akan tetap mempertahankan bayi itu?" tanya Jaemin.

Haechan, mengangguk "kau tak menginginkannya?" ucap Haechan sambil memegangi perutnya yang masih rata.

"Bukan itu, tapi kau bisa kehilangan nyaw-"

"Ssttt.... pernahkah kau mendengar jika seorang orang tua akan melakukan segalanya demi anaknya bahkan meski ia harus menukarnya dengan nyawa sendiri" ucap Haechan menghentikan ucapan Jaemin.

Jaemin, terdiam tak tau harus berkata apa pada Haechan, ia belum siap untuk kehilangan Haechan, tapi anak itu juga tak bersalah.

"Jika aku tak selamat, bukankah dia masih memiliki Papa hebat dan tampan sepertimu" ucap Haechan berusaha menenangkan Jaemin.

Tapi alih-alih tenang, Jaemin justru merasa bersalah dan ingin rasanya ia memutar waktu agar dirinya tak di pertemukan dengan Haechan.

"Na"

"Chan, kau tak ingin menemui Jeno?" tanya Jaemin tiba-tiba.

"Apa maksudmu?"

"Tidak, aku hanya bertanya saja" ucap Jaemin sambil menggelengkan kepalanya.

Sebenarnya Haechan bingung dengan apa yang terjadi pada Jaemin yang menurutnya terlihat aneh sejak dokter memberi tahu mereka tentang ke hamilannya.

"Chan, aku harus kembali ke Busan besok untuk mengumpulkan tugas-tugas ku sebelum semester di mulai" ucap Jaemin.

"Apakah harus besok? bolehkan aku ikut?"

"Kau ingat kata dokter? jangan terlalu capek kasian aegi" ucap Jaemin sambil mengusap perut Haechan dan memberi kecupan pada dahi Haechan.


                                                 • • • • •

Keesokan harinya, Jaemin benar harus pergi ke Busan meninggalkan Haechan sendirian karena orang tua Haechan sudah kembali ke Kanada karena pekerjaan.

"Na"

Cup.

Jaemin, memberi kecupan singkat pada bibir Haechan agar pria mungil yang tengah mengandung itu tak cemberut lagi karena kepergiannya.

"Jaga diri baik-baik, aku cuma tiga hari saja di sana" ucap Jaemin.

"Tapi Na"

"Chan~"

"Iya deh iya" nyerah Haechan sambil melepaskan pelukannya dari Jaemin.

"Jangan lupa minum obatnya"

"Gak mau!"

"Chan~"

"Iya...iya...!! Hiks..."

Jaemin, menghela nafas dalam sebelum meraih tubuh Haechan untuk di peluknya.

"Jangan nangis nanti aeginya ikut sedih loh" ucap Jaemin yang sebenarnya juga tak tega meninggalkan Haechan sendirian, tapi ia harus lakukan ini karena ini demi Haechan juga.

Jaemin, melepas pelukannya dan menangkup kedua pipi Haechan sambil menghapus airmata Haechan dengan kedua ibu jarinya.

"Kau tau? luka yang paling menyakitiku adalah air matamu, berjanjilah untuk tidak menangis lagi" ucap Jaemin dalam seolah ia akan pergi jauh dan tak akan kembali pada Haechan lagi.

Setelahnya Jaemin beranjak dan pergi begitu saja meninggalkan Haechan yang madih terisak di atas ranjang.


• • • • •

"Kau bisa memasak?" tanya Jeno berjalan menghampiri Renjun di dapur.

"Sedikit"

"Haechan, biasa memasak di dapur ini dan aku akan mengdangunya sampai panci itu melayang ke arah ku" ucap Jeno sambil menunjuk panci yang biasa Haechan lemparkan padanya.

Renjun, melihat senyum miris di wajah tampan Jeno "begitu berharga kah dia untukmu? Sampai kau mengingat apapun yang dia lakukan" batin Renjun melanjutkan masak sarapan untuknya dan Jeno.

"Njun" panggil Jeno.

"Bosen gak?" tanya Jeno yang mulai bosen karena selesai sarapan mereka hanya rebahan sambil memainkan ponsel masing-masing"

"Sedikit" ucap Renjun.

"Biasanya kalau ada Haechan kita bakalan nonton bokep dan berakhir berebut kamar mandi hahahaha" ucap Jeno yang lagi-lagi mengingat kegiatannya bersama Haechan.

Sedangkan Renjun hanya bisa menanggapi dengan senyuman pahit.

"Jen"

"Hhhmmm"

"Kalau misal ada seseorang yang ingin menggantikan posisi Haechan, apa yang bakal kamu lakuin?"

Jeno, mengerutkan dahinya bingung dengan pertanyaan random Renjun.

"Mungkin aku bakal bilang kalau dia orang paling bodoh, karena sampai kapanpun Haechan gak akan tergantikan" ucap Jeno.

"Tapi Jen, Haechan kan-"

"Sudah menikah?" ucap Jeno yang di angguki oleh Renjun, "aku bisa menjaganya dari jauh bukan?" lanjut Jeno.

Lagi-lagi Renjun harus merasakan nyeri di dadanya karena tau bahwa sampai kapanpun dia tak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaannya pada Jeno dan Jeno tak akan bisa melupakan Haechan.

"Jen, sepertinya aku har-"

Tok...

Tok...

Suara ketukan pintu membuat Renjun menghentikan ucapannya dan menoleh ke arah pintu.

"Tunggu sebentar ya" ucap Jeno pada Renjun sebelum beranjak menuju pintu.

Jeno, berjalan menuju pintu guna melihat siapa yang bertamu ke kamarnya.

"Siapa-?" Mata Jeno membulat sempurna saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya.









                                                   ~||~

Hayolohhh...pusing lagi kalian 🤣🤣🤣.

part ini mau aQ buat end... tp aQ gk rela 🤣🤣 Dahlah.. di panjangin kek sinetron aja... tp takut kalian bosen 🥺

"STRAIGHT" {Nohyuck or Nahyuck} || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang