"THIRTY-FOUR"

5.3K 567 85
                                    

                                     "THIRTY-FOUR"









"C-Chan" ucap Jeno beralih pada Haechan yang mulai membuka matanya.

Haechan, hanya tersenyum sambil berusaha menggerakkan tangannya untuk mengusap rahang tegas Jeno.

"Tunggu sebentar aku panggilkan dokter" ucap Jeno keluar ruangan memanggil dokter, padahal ada tombol alaram untuk manggil dokter.

Jeno, berjalan menyusuri lorong rumasakit menuju ruang dokter.

Selang beberapa menit, Jeno kembali dengan dokter dan dua suster di belakangnya.

"Jen" panggil Haechan lirih.

Jeno, yang mendengar namanya di panggil segera mendekat dan meraih tangan Haechan untuk di genggamnya.

"Bagaimana kondisinya, dok?" tanya Jeno sambil terus menggenggam tangan Haechan.

"Kondisinya sudah lebih membaik dari sebelumnya dan saya akan melepas beberapa alat"

Jeno, mengangguk paham pada dokter sebelum beralih pada Haechan dan tersenyum lembut.

Setelahnya dokter dan suster keluar ruangan meninggalkan Haechan dan Jeno.

Haechan, hanya terdiam menatap Jeno dengan pikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya.

"Chan, kau tak apa?" tanya Jeno heran.

Haechan, menjawab hanya dengan gelengan pelan, Haechan berpikir keras kenapa orang tuanya begitu mudah mempercayai Jeno yang bahkan orang tuanya tak tau asal usul Jeno.

"Jen" panggil Haechan lirih.

"Uummm? kau butuh sesuatu?"

Lagi-lagi Haechan menggelengkan kepalanya membuat Jeno mengerutkan dahinya.

"Kapan aku boleh pulang?" tanya Haechan.

Jeno, menghela nafas sebelum berbicara "Chan ada sesuatu yang mau aku omongin" ucap Jeno.

"Aku tau, Mama membelikan apartemen untuk kita kan?" ucap Haechan berhasil membuat Jeno membolakan matanya.

Ya, Haechan mendengar semua percakapan orang tuanya dan Jeno, Haechan sudah sadar 15 menit sebelum orang tuanya datang, hanya saja Haechan belum mampu membuka matanya dan hanya bisa mendengar apa yang terjadi di sekitarnya.

"B-bagaimana kau bisa tau?"

Haechan, tersenyum ke arah Jeno "aku sudah sadar sebelum eomma datang, dan aku mendengar semua ucapanmu, kau menangis, kau tau Jen?" Haechan menjeda ucapannya.

"Apa?" tanya Jeno.

"Kau menjijikkan saat menangis" lanjut Haechan sambil menahan tawa karena baru kali ini Haechan melihat Jeno yang mesum dan menjengkelkan itu menangis.

Jeno, yang mendengar ledekan dari Haechan meraih tubuh Haechan dan menggelitiknya melupakan kalau mereka madih di rumasakit bahkan tangan kiri Haechan madih tersambung infus.

Cup.

Bibir mereka tak sengaja bertemu di sela-sela canda, membuat keduanya terdiam sesaat sebelum Haechan menutup matanya seolah memberi harapan pada Jeno untuk melakukan lebih dari sekedar menempelkan bibir.

Tak bisa Haechan sembunyikan kalau dirinya juga merindukan sosok Jeno meski ia sadar Jeno sudah menyakitinya dan harinya sudah milik Jaemin.

Tapi bolehkah Haechan egois untuk melupakan Jaemin yang sudah membuangnya dan mulai membuka hati untuk Jeno yang pernah melukainya?

• • • • •

Sedangkan di taman rumasakit terlihat Jaemin dengan sabar mendorong kursi roda dengan Renjun duduk di atasnya.

"Jaem"

"Hhmmm"

"Kau bilang Haechan ada di sini, apa kau tak ingin menemuinya?" tanya Renjun.

"Tidak" jawab Jaemin datar.

Renjun, tak mau memperburuk suasana dan memilih diam, dia tau meski Jaemin berkata tidak namun hatinya sangat ingin bertemu Haechan, namun ada sesuatu yang membuat Jaemin tak bisa melalukan itu sehingga Jaemin berkata tidak, Renjun tau itu.

"Apa kau lelah?" tanya Jaemin tiba-tiba.

"Sedikit"

"Kita kembali ke kamar" ucap Jaemin mendorong kursi roda putar arah menuju kamar di mana Renjun di rawat.

Dan Renjun hanya menurut saja tanpa curiga kalau Jaemin melihat sesuatu yang ingin ia kejar namun ia juga tak bisa meninggalkan Renjun megitu saja di taman.

                                                • • • • •

Jeno, membaringkan tubuhnya di samping Haechan dengan fokus pada ponselnya.
(Satu ranjang rumasakit buat berdua itu mereka).

"Jen" panggil Haechan.

Jeno, hanya menoleh ke arah Haechan tapa sepatah kata menunggu kata berikutnya yang akan Haechan ucapkan.

"Aku pengen es cream"

Jeno, membolakan matanya "jangan bercanda, kau masih belum pulih dan sekarang meminta es cream, TIDAK!"

Mendengar penolakan Jeno, membuat Haechan mengapouhtkan bibirnya.

"Jangan seperti itu kalau tak mau ku serang lebih sadari yang tadi" ucap Jeno santai sambil kembali fokus pada ponselnya.

"Aku mau es cream" ucap Haechan.

"Gak!"

"Ayolah~"

"Enggak!"

"Jeno~"

"Aku bilang enggak ya eng-"

"Aegi yang mau" ucap Haechan dengan suara anak kecil memotong ucapan Jeno.

Melihat itu Jeno hanya bisa menghela nafas pasrah dan akhirnya bangkit dari acara rebahannya.

"Tunggu sebentar aku akan membelikannya" ucap Jeno berhasil membuat Haechan tersenyum.

"Makasih Appa" ucap Haechan masih dengan suara anak kecil seolah itu aegi di dalam kandungan yang berbicara.

Jeno, berbalik dan mengusap perut Haechan "sama-sama aegi" ucap Jeno dengan nada tak kalah lucu.

Cup.

Jeno, memberi kecupan singkat pada bibir Haechan sebelum melangkah keluar ruangan untuk membeli es cream.

Dan Haechan kembali membaringkan tubuhnya sembari menunggu Jeno.

Tak selang berapa menit pintu ruangan Haechan kembali terbuka membuat Haechan tersenyum dan membuka mata bulatnya.

"Cepat sekali kau sam-" ucapan Haechan terhenti dan mata bulatnya semakin melebar saat melihat siapa yang tengah berdiri di hadapannya saat ini.



                                                 ~||~

Makasih ya buat kalian yang mau mampir ke cerita gak jelasku ini... makasih untuk votenya.. dan makasih untuk komen" absurd kalian yang bisa buat aku ngakak 🤣🤣🤣, asal kalian tau, kadang komen" kalian lah yang buat aQ mendapatkan ide" untuk nerusin Book ini.

Makasih semuanya...!!!!

"STRAIGHT" {Nohyuck or Nahyuck} || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang