"TWENTY-SEVEN"

6.4K 638 149
                                    

                                    "TWENTY-SEVEN"












Canggung!, satu kata yang menggambarkan ke adaan ruang tamu rumah Haechan saat ini.

"Chan"

"Uumm"

Ucap dua anak adam secara bersamaan membuat kecanggungan kembali.

"Aku akan buatkan minum untukmu?" ucap Haechan beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur.

"Chan"

Haechan, menoleh ke arah orang yang memanggilnya yang juga menatapnya dalam.

"Maaf"

"Uumm... tak apa"

"Apa kau baik-baik saja?"

"Seperti yang kau lihat aku baik-baik saja, dan Jaemin sebentar lagi pulang" ucap Haechan.

Helaan nafas terdengar di ruangan itu "jika dia tak kembali apa yang kau lakukan?"

Haechan, membolakan natanya orang yang berada di hadapannya "apa maksudmu?".

Tanpa banyak bicara orang itu mengeluarkan surat yang ia bawa dan meletakkan aurat itu di atas meja.

"Bacalah, mungkin kau akan mengerti maksudku"

Dengan ragu, Haechan mengambil surat itu dan mulai membukanya perlahan.

Tubuh Haechan mulai bergetar saat membaca surat yang di bawa Jeno untuknya.

"Katakan kalau ini hanya rekayasa" ucap Haechan di sela isakan ya.

Jeno, menggelengkan kepalanya "ingin aku mengatakan itu, namun tak bisa karena itulah kenyataannya" ucap Jeno membuat Haechan benar-benar terpukul dengan tindakan Jaemin yang malah menyerahkannya pada Jeno dan memilih pergi di saat ia benar-benar menginginkannya.


FLASHBACK oN.

Hari libur yang harusnya menjadi menyenangkan, tidak untuk hari itu dimana Jaemin tiba-tiba mendatangi kamar asrama Jeno.

Duduk terdiam saling berhadapan, itulah yang di lakukan tiga pemuda yang berada di kamar asrama Jeno.

"Katakan sekarang apa mau mu?" ucap Jeno memecahkan keheningan.

Helaan nafas terdengar jelas di telinga mereka bertiga sebelum Jaemin membuka suara.

"Aku mau kau kembali pada Haechan"

Jeno maupun Renjun membolakan matanya tak percaya apa yang Jaemin katakan.

"Apa maksudmu?" tanya Jeno.

Tanpa hanya berkata Jaemin mengeluarkan surat dan memberikan pada Jeno.

Jeno, mulai mengambil surat itu yang berhasil membolakan matanya.

"H-Haechan, hamil?" tanya Jeno dan di angguki oleh Jaemin sambil mengeluarkan surat berikutnya.

Tanpa basa-basi Jeno mengambil surat tersebut dan membukanya.

"K-kau tak bisa memiliki keturunan? jadi anak siapa yang-"

Ucapan Jeno terhenti saat Jaemin kembali mengeluarkan surat ke tiga dan meletakkan di atas meja.

"Jaem?"

"Aku mohon kembali dan jaga Haechan" ucap Jaemin dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"T-tapi itu tak mungkin, kalian sudah menikah dan bagaimana dengan keluarga kalian" ucap Jeno.

Jaemin, mengangkat wajahnya menatap Jeno yang berada di depannya.

"Apakah Haechan tau?"

Jaemin, menggelengkan kepalanya "aku tak berani memberi tahunya" ucap Jaemin.

"Aku memberi tau keluargaku dan keluarga Haechan di malam dimana Haechan memberi tahu pada mereka tentang kehamilannya" lanjut Jaemin.

Ya, Jaemin sengaja mengumpulkan kedua keluarga itu saat Haechan tertidur, karena Jaemin tak bisa terus bersembunyi dari keluarga karena dia juga sadar kalau umurnya tak lama lagi, dan memilih mengatakan apa yang ia alami sekaligus meminta izin untuk membiarkan Jeno menjaga Haechan karena bayi dalam kandungan Haechan adalah anak Jeno.

"Lalu kenapa kau tak memberi tahu Haechan?" ucap Jeno.

"Kehamilannya sangat rentan, aku tak mau dia terlalu stres karena ini"

Jeno, terdiam mendengar alasan Jaemin yang terdengar begitu tulus mencintai Haechan tak seperti dirinya yang malah menyakiti orang yang telat ia sadari karena ia mencintai Haechan juga.

"Apa kau mau membantuku?" tanya Jaemin.

"Tapi aku tak yakin Haechan menerimaku lagi setelah apa yang aku lakukan padanya"

Jaemin, kembali membuka tasnya dan mengeluarkan surat "berikan ini padanya, aku yakin dia paham akan semua ini dia orang baik dia pasti akan memaafkanmu" ucap Jaemin sambil menyerahkan surat pada Jeno.

Sebelum mengambil surat itu, Jeno melihat kearah Renjun yang duduk di sebelahnya.

"Ambillah, bukankah kau bilang akan melakukan apapun demi dia? ini kesempatan untukmu" ucap Renjun.

Akhirnya, Jeno menerima permintaan Jaemin untuk kembali pada Haechan.

"Aku berkata padanya akan kembali tiga hari lagi" ucap Jaemin dan di angguki oleh Jeno.

"Lalu kau akan kemana sekarang?"

"Aku akan kembali pada orang tuaku, aku ingin pergi dengan tenang bersama keluargaku"

Jeno, menepuk bahu Jaemin pelan "kau pasti bisa Bro" ucap Jeno yang mendapatkan senyuman hangat dari Jaemin.

Flashback Off.

"Katakan di mana Jaemin sekarang" ucap Haechan.

Jeno, menggelengkan kepalanya "aku tak tau"

"Aku tau kau berbohong, jadi katakan di mana Jaemin?! aku tak bisa meninggalkannya saat dia membutuhkan seseorang di sampingnya!" teriak Haechan.

"Sungguh aku tak tau" bohong Jeno karena itu permintaan Jaemin untuk tak memberi tahu pada Haechan di mana keberadaannya sekarang.

"Jen, aku mohon hiks... di mana Jaemin hiks" ucap Haechan terduduk di lantai memohon pada Jeno.

"Chan, jangan begini kasian anak kita"

Plak!!

Haechan, menampar Jeno saat mendengar Jeno berkata anak itu adalah anaknya.

"Dia bukan anakmu, dia anak Jaemin dan sekarang katakan di mana Jaemin" ucap Haechan.

Jeno, memilih bungkam di banding menjawab pertanyaan Haechan.

"Baiklah jika kau tak mau memberi tahuku aku yang akan mencarinya sendiri" ucap Haechan bangkit dari dudukny.

"Kau mau keman-"

Brukk!!

"HAECHAN!!!"







                                                     ~||~

Maaf kalau gak jelas... aQ ngetiknya dadakan wehh soalnya Semalem ke capek an, jadi langsung tidur🤧

"STRAIGHT" {Nohyuck or Nahyuck} || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang