"FORTY-ONE"

4.8K 510 56
                                    

"FORTY-ONE"













Di rasa sudah cukup, Renjun dan Jaemin memutuskan untuk kembali ke rumasakit dan berristirahat untuk mengumpulkan energi untuk hari esok.

"Kau lelah?" tanya Jaemin pada Renjun yang sedang membaringkan tubuhnya di atas sofa dengan berbantalan paha Jaemin.

Kamar yang di gunakan untuk merawat inap Jaemin selama menjalani kemo adalah kamar VIP yang di disain seperti kamar pada umumnya di rumah-rumah mewah.

"Sedikit, kau sendiri?" tanya balik Renjun.

Bukannya menjawab Jaemin justru menunduk dan mencuri kecuan pada bibir Renjun.

"Setiap hari aku merasa lelah dalam hidupku, tapi rasa itu selalu hilang saat aku melihatmu" ucap Jaemin.

Renjun, tersemyum malu karena ini kali pertama dia di gombali meski iya berharap Jeno yang melalukan itu.

Jeno? Uumm... apa kalian pernah mendengar kata cinta pertama sulit untuk di lupakan? mungkin itu yang di rasakan Renjun, meski sekarang hatinya sudah milik Jaemin  tapi Jeno tetap cinta pertamanya.

"Jaem" panggil Renjun.

"Uummm"

"Jika kau bertemu dengan Haechan, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Renjun.

Jaemin, terdiam dan perubahan ekspresi wajahnya sudah bisa Renjun tebak kalau pria yang sedang bersama itu juga masih mengharapkan Haechan.

"Mungkin menyapanya hahaha" ucap Jaemin sedikit bercanda untuk menghilangkan kecanggungan.

"Tadi ak-"

"Ssttt.... sudah jangan bahas dia Okay, mungkin dia sudah bahagia bersama Jeno" ucap Jaemin memotong ucapan Renujun.

Renjun, menurut dan lebih memilih bangkit dari pangkuan Jaemin, dan duduk di sebelahnya sambil tersenyum lembut pada Jaemin.

"Cepat sembuh" gumam Renjun sebelum mempertemukan bibinya dengan bibir Jaemin.


                                                • • • • •


Di lokasi yang sama dengan kamar berbeda Jeno dan Haechan jauh dari kata bahagia seperti apa yang di katakan Jaemin.

Dengan perlahan Jeno membuka pintu ruangan di mana Haechan berbaring dengan mata yang tutup dan bibir yang biasanya terlihat merah menjadi pucat.

Jeno, berjalan mendekati Haechan "Chan" panggil Jeno lirih sambil menatap Haechan yang tak meresponnya.

Cklek!

Hampir air mata Jeno lolos sebelum pintu ruangan itu terbuka.

"Maaf" ucap suster sambil membungkuk sopan pada Jeno.

Jeno, paham dengan kedatangan suster ke ruangan itu untuk mengambil Haechannya.

"Uumm... tapa dan kalau boleh tau di mana anak saya di tempatkan?" tanya Jeno yang langsung melangkah keluar dari ruangan itu menuju ruangan yang di sebutkan suster di mana anaknya ada di ruangan tersebut.

Dengan perasaan yang bercampur aduk Jeno memasuki ruangan tersebut dan melihat bayi perempuan mungil berbaring dengan berbalut kain.

"Kau sangat mirip Mama mu" ucap Jeno menahan air matanya melihat bayi tersebut.

"Uumm... maaf, apakah aku boleh menggendongnya?" tanya Jeno  pada suster yang kebetulan ada di sana.

"Aku papanya" ucap Jeno pada suster itu saat suster itu yang menatapnya aneh.

Suster itu tersenyum dan mengangguk "boleh, akan ku bantu" ucap suster itu berjalan ke ranjang di mana bayi Jeno dan Haechan di tempatkan.

Jeno, menatap lekat bayi itu meski dia bisa di bilang lahir prematur tapi bayi itu terlihat sehat sehingga tak membutuhkan perawatan khusus selayaknya bayi prematur.

"Ummm... maaf aku mau bertanya sekali lagi, apa aku boleh membawanya keluar?" tanya Jeno yang mendapatkan anggukan dari suster tersebut.

Dengan perasaan senang Jeno berjalan di lorong rumasakit dengan menggendong bayi tersebut.

"JENO!"

Panggilan itu menghentikan langkah Jeno dan membuat menatap ke arah depan dengan tatapan datar namun penuh kebencian.










~||~

Haechannya kemana wehhh....

"STRAIGHT" {Nohyuck or Nahyuck} || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang