18. Menjauh

345 30 2
                                    

"Lo kok bisa luka gitu? Udah diobatin? Masih sakit ga?" Aku menghujani berbagai macam pertanyaan pada Jaemin.

"Urus diri sendiri aja dulu" ucapnya kemudian meneguk gelasnya. Dia pun berdiri meninggalkan aku sendiri di meja makan.

"Lo kok tiba tiba gini?" Tanyaku emosi. Namun tidak ada jawaban dari Jaemin.

"Sorry gue juga ga mau gini ke lo" batin Jaemin sambil masuk ke kamarnya.

Aku menatapi makananku beberapa detik, memikirkan apa penyebab Jaemin seperti itu. Aku masih tidak tau apa penyebabnya tapi aku memutuskan untuk memakan bubur yang sudah dibeli Renjun.

Setelah makan aku memutuskan duduk dulu diruang tengah untuk menonton televisi atau hanya memainkan ponselku. Jaemin tiba tiba keluar kamar saat aku baru menyalakan televisi.

"Lo kenapa Jaem?" Tanyaku masih penasaran. Beberapa detik berlalu tidak ada jawaban darinya, sepertinya dia sama sekali tidak mau bicara padaku.

"Duh kalo bukan mau minta tolong obatin luka gue ga bakal keluar kamer daripada ditanya tanya sama dia" batin Jaemin sambil duduk disebelah Heejin.

Sebenarnya dari dulu Jaemin memang cuek tapi jika ditanya dia akan menjawab seperlunya. Tapi sekarang dia sama sekali tidak menjawab pertanyaanku, jujur aku kesal. Siapa yang tidak kesal jika pertanyaannya tidak dijawab. Aku memilih untuk meninggalkan Jaemin sendirian diruang tengah dengan menghentakan kaki.

"Awas aja gue juga ga bakal ngomong sama dia, kenapa sih dia bisa gitu? Atau jangan jangan dia cemburu ke Haechan? PD banget deh gue" gerutuku fokus pada kakiku.

"Duh ngambek lagi ni anak" batin Jaemin menepuk jidatnya.

Saat sudah dikamar aku berniat mengobati luka lukaku, tapi Jaemin tiba tiba datang ke kamarku. Aku menaikkan alis dengan maksud agar Jaemin menjelaskan alasannya ke kamarku.

"Anu jin— bantuin obatin luka gue dong" Jaemin bicara dengan canggung.

"Ya udah duduk sini" aku mendorong kursi belajarku pada Jaemin yang berada diambang pintu. Aku mengobati lukanya tanpa berniat membuka pembicaraan, aku terlanjur malas untuk bertanya tanya lagi.

Sampai selesai pun tidak ada yang berbicara hanya terdengar suara Jaemin mengeluh kesakitan. Aku mulai mengobati lukaku sendiri tanpa menunggu Jaemin keluar kamar.

Jaemin merebut kapas ditanganku, "gue bantu, gantian kita" aku menatapnya bingung.

Kita berdua kembali diam tak berbicara sama sekali bahkan tidak ada suara mengeluh kesakitan, karena aku sangat sangat menahan itu tidak mau terlihat lemah didepan orang yang kusuka. Heh? Lupain aja perkataanku tadi.

Jaemin telah selesai mengobatiku, dia beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkanku. Bahkan aku belum sempat berterimakasih, tapi ya sudahlah aku tidak berniat menghentikannya pergi.

• • •

Sudah beberapa hari setelah aku dan Jaemin tidak berangkat sekolah. Aku merasa semakin jauh dengan Jaemin, karena Jaemin disekolah selalu bersama Yeri. Entah kesambet setan mana dia. Dan jika boleh, aku cemburu Jaemin dekat dengan Yeri meskipun aku dan Jaemin tidak ada hubungan apapun selain sahabat mungkin? Apakah jika hanya sahabat kita tidak boleh cemburu?

Tapi disisi lain aku semakin dekat dengan Renjun, ia selalu memaksa kak Mark untuk tidak pulang bersamaku agar dia bisa denganku. Renjun cukup dengan romantis awalnya aku tidak percaya tapi begitulah kenyataannya. (Jika aku mendapat pilihan pria romantis atau humoris, aku lebih pilih Jaemin.)

Bel pulang sudah berbunyi lima menit yang lalu, aku berada di gerbang sekolah menunggu Renjun yang selalu pulang bersamaku setelah Jaemin kembali dekat dengan Yeri.

Kebetulan sekali aku melihat mereka keluar menggunakan motor Jaemin dengan keadaan Yeri memeluk Jaemin dan menggunakan jaket Jaemin, rasanya aku ingin menendang Yeri lalu diposisi itu. Sedangkan Jaemin menatapku dari motornya, sampai tidak lama suara motor Renjun datang dan Jaemin melajukan motornya pergi.

"Jin maap lama ya?"

Aku menggeleng, "ngga kok santai aja"

"Lo mau ga kalo jalan dulu? Lagi eteb nih" lanjutku cemberut.

Renjun mencubit pipiku, "ayo naik" kemudian dia mengulurkan tangannya membantuku untuk naik ke motor.

Renjun baru saja memarkirkan motornya di parkiran salah satu mall yang jaraknya memang tidak jauh dari sekolah. Aku berniat keliling mall untuk sedikit main main dan mungkin makan nanti. Ya, mungkin.

"Ngilangin betenya gimana kalo kita taruhan main beberapa game arcade" tangan Renjun bersandar dipundakku sambil berjalan.

"Boleh juga asalkan house of dead, air hockey atau basket aja, deal?" Aku mengulurkan tangan.

Renjun meraih tanganku, "deal" dia masih belum melepaskan tangannya juga.

"Ga ada niatan dilepas nih?"

"Katanya pegangan tangan bisa ngurangin bete tau" Renjun mengeratkan genggamannya.

"Kata siapa?" Tanyaku sambil menaikkan alis.

"Gue" jawaban Renjun membuat aku memutar bola mata malas.

° ° °

Semoga suka
Jangan lupa voment
Makasih yang udah baca ❤️

Cemburu || JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang