Mungkin bukan keputusan yang tepat untuk Jimin menemui Bogum, namun mau bagaimana lagi. Entah apa yang membuat Jimin merasa harus menemui pria itu, tempat pertemuan mereka bukanlah tempat yang tersembunyi. Hanya sebuah kedai kecil di sudut kota yang dikelola oleh wanita paruh baya.
Bogum datang terlebih dulu dibanding Jimin, pria itu suah menghabiskan setengah gelas tehnya saat Jimin tiba dengan langkah tergesa.
"Aku..."
"Pergi dari negara ini!" Sentak Jimin seraya menyodorkan sebuah tiket pesawat ke arah Bogum, membuat pria itu menghentikan ucapannya.
Bukannya menerima tiket itu, Bogum mendorong tangan Jimin agar menjauhi tubuhnya. Jimin nampak tak senang dan kembali menyodorkan tiket yang ia dapat dengan susah payah itu.
"Aku tak akan pergi tanpamu." Tegas Bogum kembali mendorong tiket itu ke arah Jimin.
"Berhenti keras kepala dan segera pergi dari sini. Taehyung mengenalimu dan mungkin tak lama lagi semuanya akan tau tentangmu." Bogum dapat melihat kekhawatiran sang adik, namun ia sendiri tak tau harus merasa senang atau malu mendapat perhatian seperti itu.
"Aku kakakmu, aku tak bisa meninggalkanmu disini untuk melarikan diri."
"Jika kau memang kakakku, tolong pergi dan jangan pernah kambali lagi dihadapanku." Jimin berdecih sembari melemparkan tiket itu ke arah Bogum sebelum ia beranjak dengan emosi yang meluap.
Jimin merasa bingung dengan dirinya sendiri, disisi lain ia ingin membantu para member memecahkan kasus ini dan membalas perbuatan para mafia itu yang sudah menyiksa Taehyung. Tetapi di sisi lain, Jimin harus melindungi sang kakak. Apakah Jimin sudah menjadi penghianat di keluarganya sendiri? Jiminpun tak tau akan hal itu.
"Mengapa kau sangat bodoh Park!" Jimin mengusak rambutnya kasar, pemuda itu tengah berdiri menantang langit yang nampak menertawakan dirinya.
Angin pun nampaknya tak dapat bekerja sama, hembusanyna cukup kencang seperti badai akan datang. Langit bahkan mulai gelap tertutup awan hitam, ramalan cuaca memang terkadang tak dapat dipercaya begitu saja.
Jimin yang mulai merasa dingin ditubuhnya, mengeratkan jaketnya dan mulai berlari menuruni rooftop salah satu gedung pencakar langit di pusat kota. Ia sudah mendapat panggilan dari anggota 007 yang lain, mereka mengirim pesan jika ada beberpa bukti tambahan yang berhasil didapatkan dari rumah tua tempat Taehyung disekap.
Bukannya tak tertarik akan hal itu, Jimin merasa sangat takut jika ternyata diri Bogum yang sebenarnya akan terungkap. Hingga Pemuda Park itu memutuskan untuk mencari bukti yang lain sebelum para member menemukannya.
"Maaf, jika kalian akan menganggapku sebagai penghianat." Jimin berlari di sepanjang trotoar membelah hujan untuk menuju salah satu halte, angin cukup kencang berhembus dan membuat suhu udara kian dingin.
"Aku yakin yang kulakukan adalah benar."
***
"Apakah Jimin belum kembali?" Seokjin yang baru saja tiba di ruang rawat Taehyung dengan membawa sekantung makanan menatap adik-adiknya.
"Aku sudah mengirim pesan padanya, mungkin ia akan tiba sebentar lagi."Yoongi merebahkan tubuhnya, ia tak tertarik dengan isi kantung yang dibawa Seokjin, berbera dengan Jungkook dan Taehyung yang langsung berebut kantung itu.
Kondosi Taehyung jauh lebih baik setelah sesi terapi, mungkin memang benar ada sedikit trauma di diri pemuda itu yang membuatanya lebih sensitif. Namjoon yang juga berada di sana menatap kelakuan Jungkook yang mulai menyuapkan sepotong besar daging pada Hoseok yang tertidur pulas di atas sofa.
"Aku akan mengubungi Jimin kembali, cuaca sedang buruk dan aku tak tau ia ada di mana sekarang." Namjoon bangkit dri duduknya dan berjalan keluar, ia sangat penasaran kemana perginya Jimin sejak pagi tadi hingga hari beranjak malam.
Sepertinya percuma saja Namjoon menghubugi salah satu adiknya itu, Jimin tak menjawab panggilanya bahkan nomornya saja tidak aktif. Hal itu semakin membuat Namjoon penasaran, karena pagi tadi nampaknya Jimin tidak tenang dan segera meninggalkan tumah sakit begitu saja tanpa memberitahu angggota yang lain.
"Apa ada masalah?" Namjoon berjingkat kala bahunya ditepuk oleh Seokjin yang kini sudah berdiri disampingnya.
"Jimin tak menjawab panggilanku, bahkan GPS di ponselnya juga mati." Seokjin tau benar keresahan yang dirasakan adiknya itu.
"Apakah kau merasa jika Jimin nampak aneh akhir-akhir ini?" Namjoon menatap sang kakak sesaat sebelum mengangguk pelan.
***
Jimin yang berada jauh dari kota, saat ini tengah menelusuri tempat Taehyung di sekap dan sekitar lokasi yang sedikit rimbun oleh pepohonan.
Hari sudah sangat gelap, hujan juga turun sangat deras. Tubuh Jimin sudah jauh dari kata kering bahkan tubuhnya kini mulai menggigil. Sebuah pohon besar yang menjadi tujuan pemuda itu, tanah di sekitar pohon bahkan hanyut terbawa air yang mengalir cukup kencang di sekitarnya dengan area lebih rendah.
Kaki Jimin tak dapat berpijak kuat karena tanah yang licin, sampai ia harus tergelincir karena menginjak benda semacam batu di bawah pohon itu. Namun setelah beberapa umpatan Jimin baru menyadari jika itu bukanlah batu, melainkan sebuah kotak kayu yang sepertinya memang sengaja di sembunyikan di tempat itu.
"Bocah TK mana yang mengubur kotak mainan mereka disini." Jimin baru akan melempar kotak itu kearah sungai yang tak jauh dari lokasinya. Hingga ia teringat seuatu jika tempat ini sangat jauh dari pemukiman. Tidak mungkin anak-anak akan bermain di tempat seperti ini.
"Haruskah ku buka?" Rasa penasaran meluap di pikiran JImin, beberapa kali pemuda itu membolak-balik kotak kayu yang cukup kuat itu.
"Apakah ini tempat para pacandu menyimpan obat terlarang mereka?"
"Ah... masa bodoh. Aku sudah terlanjur penasaran." Jimin membuka kotak itu dengan pembenturkan gembok kecil pengunci kotak itu ke batu besar di samping pohon.
Lumpur memenuhi dalam kotak itu dan membuat isi didalamnya begitu kotor. Jimin mengadahkan isi kotak itu ke air hujan, sampai mulai nampak isi didalamnya sebuah arloji yang berhasil membuat Jimin membelalakkan matanya.
***
"Astaga Jimin dari mana saja kau?" Seokjin yang baru saja tiba di rumah setelah hujan berhenti dikejutkan oleh keberadaan Jimin di teras dengan tubuh basah kuyup dan celana yang dipenuhi lumpur.
"Apa yang kau lakukan disini?" Seokjin mendekati sang adik yang merungkuk di depan pintu rumah dengan tatapa kosong.
"Aku... tidak membawa kunci rumah." Jawaban lirih itu membuat Seokjin menghela napas berat.
"Mengapa kau tak menghubingi kami, dan mengapa ponselmu tidak aktif?" Seokjin kembali melontarkan pertanyaan sembari memutar kunci pintu ditangannya.
"Kurasa ponselku eror karena air hujan, itu tak dapat menyala."
"Ayo masuk dan bersihkan dirimu, hyung akan membuatkunmu sup." Jimin tak mengatakan apapun dan beranjak kelantai atas. Biasaya Seokjin akan mempermasalahkan lantai kotor yang diciptakan para adiknya, namun kali ini ia lebih khawatir mengenai JImin.
"Ada apa sebenarnya, kemana ia pergi hingga membuat pakaiannya penuh lumpur."
Seokjin masih menatap Jimin hingga pemuda itu menghilang dari pandangannya di anak tangga terakhir.
"Mengapa Appa tak segera kembali, semuanya semakin sulit sekarang."
Bersambung.....................
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger
FanfictionPara pemuda dengan sejuta mimpi yang telah hancur bersama kobaran api. Berusaha mengumpulkan kembali kepingan mimpi itu dan berharap dapat kembali utuh. Walaupun mereka tau sesuatu yang hancur tak dapat lagi sempurna. Suspicous season 2 ( bagi yang...