Sobekan

1.5K 200 11
                                    

Menentang presensi seorang pemuda jakung dihadapnnya, manik legamnya lebih memilih menatap robekan kertas kusut yang terselip di bawah pintu apartemennya.

Kening berkerut dan mata sipit yang memicing, membungkukkan badan barang sejenak untuk menggapai benda dibawah sana.

Apa yang tertulis disana membuat pemuda itu semakin dibuat bingung. Beberapa digit angka yang bahkan tak ia mengerti maksud dibaliknya.

"Kau atau apa maksudnya?" Pandangan tajam itu beralih pada pemuda jakung yang sedari tadi masih menatap pemuda yang lebih tua.

Gelengan pemuda jakung itu berikan, tanda ia juga tak paham apa yang tertulis disana.

"Kupikir itu ulah orang iseng." Menyuarakan pikiran bukanlah hal yang salah, tetapi masih ada rasa mengganjal di hati pemuda bernama Park Jimin itu ketika melihat kertas yang bahkan entah datang dari mana.

"Hyung aku akan pergi ke kantor NIS, apakah perlu kuantar ke rumah sakit?" Pemuda jakung itu beranjak menyambar jas yang tergantung di balik pintu, Jimin hanya menatap gerak-gerik sang adik yang tengah merapikan pakaiannya.

"Aku akan pergi bersama Yeonjun, kau segera berangkat lah!" Soobin, si pemuda tersenyum dan mengangguk singkat sebelum ia beranjak dari sana.

Jimin yang tadinya terlalu pusing dengan robekan kertas itu mulai tak memperdulikannya, ia lipat kertas itu dan memasukkannya pada saku jaket hitam yang ia kenakan.

"Yeonjun-ah, kajja!"

"Ne!" Seorang pemuda menyahut dari dalam kamar seraya tergopoh keluar membawa seplastik buah.

***

"Bukankah sore ini Yoongi hyung bisa pulang?" Pemuda yang duduk di pojok sofa mengangkat kepala tiba-tiba saat mendengar penuturan pria dengan jas dokternya.

"Kami akan melakukan pemeriksaan lagi, tenanglah jika Yoongi sembuh aku pasti memulangkannya." Pria ber name tag Hwang Minhyun itu tersenyum seraya mengontrol kecepatan infus pasiennya.

Jungkook, pemuda yang melakukan protes masih menekuk wajahnya. Pemuda lain yang tengah duduk diatas brankar paham betul akan pemikiran sang adik.

"Kalau begitu aku permisi." Minhyun menasukkan stetoskop nya kedalam saku jas putih yang membalut tubuhnya. Beranjak dari sana setelah membungkuk sekilas.

Kini tersisa 4 pemuda yang saling memandang dalam diam, tak ada bahan untuk dibahas saat ini. Jungkook yang berkedip beberapa kali menatap ke tiga hyungnya bergantian.

"Ah apakah kalian mengirim surat padaku malam tadi?" Yoongi mengangkat tubuhnya dan bersandar di tepi brankar, sedikit mengernyit kala nyeri menyerang bahu kirinya.

"Untuk apa berkirim surat jika bisa mengirim pesan, itu sangat konyol." Taehyung berhenti mengunyah sosisnya dan menatap Yoongi.

"Entahlah, perawat menemukan kertas di bawah pintu dan dia meletakkannya di sana." Tunjuk Yoongi pada meja kecil di samping brankar.

"Akan ku lihat." Seokjin yang paling dekat dengan meja, segara bangkit dan mencari kertas yang disebutkan Yoongi.

"Apa ini?" Pemuda Kim itu membuka robekan kertas itu dan menunjukkanya pada ke tiga adiknya. Tatapan bingung Taehyung berikan sebelum pemuda itu terkikik.

"Wah.... siapa yang memiliki tulisan seburuk itu?"

"Yak hyung bagaimana bisa kau menilai hal yang tidak penting?"

Seokjin mengangguk bangga setidaknya ia masih memiliki adik yang berpikiran lurus.

"Cooky kau sangat benar tentang........."

"Apakah ia tak memiliki kertas yang lebih bagus untuk mengirim pesan? Bagaimana bisa ia menggunakan kertas lusuh bekas membungkus kue ikan." Jungkook berujar seraya menggelangkan kepalanya. Seokjin hanya bisa bungkam, bahkan ia tak dapat lagi berkata-kata.

"Ya.... bagaimana bisa aku melewatkan hal itu." Taehyung spontan menepuk jidatnya. Sementara Seokjin ingin sekali mengantung dua bocah yang entah membuang otak mereka kemana.

"Yak, jika ada kesempatan aku ingin mengambil otak kalian." Ucapan Yoongi membuat Jungkook dan Taehyung menatap pemuda Min itu.

"Oh.... apakah karena kami ini pintar sehingga hyung ingin mengambil otak kami?" Taehyung berujar dengan bangga.

"Tak perlu seperti itu hyung, aku akan membagi kecerdasan ini denganmu." Jungkook tersenyum tak kalah antusiasnya dengan Taehyung.

"Anni, kurasa otak kalian tak berfungsi dengan baik. Hanya 10 persen yang dapat berfungsi walaupun kinerjanya tersendat." Sungguh ucapan Yoongi membuat kedua pemuda itu menekuk wajahnya.

"Sangat jahat..... hiks....." Kedua maknae itu menatap Yoongi dengan mata berkaca-kaca.

"Ok....ok..... baikah 10,1 persen."

"Hwa......... Seokjin Hyung......!"

***

"Anda akan datang kesana Tuan?" Seorang pria menyodorkan jas hitam pada pria lain yang ia panggil tuan.

"Aku tak bisa kesana kemarin, jadi aku harus segera kesana." Pria itu merapikan dasi hitamnya seraya menatap cermin dihadapannya.

"Sungguh aku akan menyelesaikan semua ini, mereka harus menyesal atas apa yang mereka lakukan."

"Jadi apa yang selanjutnya."

"Tunggu tanggal mulai, mereka tak akan bisa memecahkan kasus ini. Kurasa mereka tak cukup pintar."

Pria itu mengenakan jasnya dan segera beranjak dari ruangan berukuran 3 × 4 meter persegi itu.

Raut wajah yang menunjukkan kebencian, menarik sarung tangan dari saku jasnya dan berjalan menuju mobil yang terparkir di tepi jalan.

"Mari bersenang-senang."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang