"Mian aku terlambat."
"Tak apa kami juga belum memulai pembicaraannya." Chang Wook bergeser guna memberi tempat untuk pemuda itu.
Pemuda itu mendudukkan tubuhnya di antara Chang Wook dan Soobin, dan dengan sigap pula tangan pemuda itu meraih mug coklat panas milik Pemuda Choi itu.
Sementara sang empu hanya dapat melihat coklat panasnya menjadi korban.
"Ah....mashita." dengan rasa tak bersalah pemuda itu mengembalikan mug yang hanya tinggal berisi seperempat coklat panas.
"Kau baru dari rumah sakit?" Tuan Kim menatap pemuda itu sesaat sebelum menyesap kopinya.
"Ne, untuk pemeriksaan rutin. Kemarin tangan kananku terasa sangat kaku, jadi aku menemui Minhyun hyung untuk memeriksakannya."
"Aku bersyukur karena tanganmu tak separah dugaan awalku." Chang Wook menarik tangan kanan pemuda itu dengan tatapan memindai.
"Yak hyung, kau hanya peduli dengan tanganku eoh?"
"Kalau iya kenapa?" Chang Wook mengubah posisi kursinya agar berhadapan dengan pemuda disampingnya.
"Hyung! Aku sekarat dan kau hanya peduli dengan tanganku?"
"Tangan itu yang menyelamatkanmu asal kau tau."
"Hei sudahlah kalian berdua, lihatlah Soobin yang menikmati makanannya." Ucapan Tuan Kim yang begitu tidak sinkron dengan topik yang dibahas kedua pemuda itu, membuat perdebatan itu terhenti.
"Kau tidak mau membagi cake itu dengan ku?" Pemuda itu mendekti Soobin seraya merebut sendok dari tangan pemuda berlesung pipi itu.
"Jimin-ah berhenti mengganggu Soobin." Tuan Kim yang merasa gemas melihat wajah pasrah Soobin ketika cakenya dilahap oleh pemuda Park itu.
"Ok, aku akan menggantinya nanti." Jimin meletakkan sendoknya seraya menarik beberapa lembar tissu.
Flashback
Rumah tua dipinggiran hutan itu sudah rata dengan tanah, mentari yang terbit memberi cahaya ditengah kegelapan yang melanda.
Para tim intel telah membawa semua korban ke rumah sakit, entah itu untuk perawatan maupun untuk segera dimakamkan.
Tuan Jeon biang dari kejadian ini pun telah diamankan dan akan melakukan sidang atas tindak pidana yang telah ia perbuat.
Di sebuah pemakaman enam orang pemuda tengah berkumpul guna memberikan penghormatan terakhir untu salah satu saudara mereka. Seorang pria paruh baya memasuki ruangan itu dengan membawa guci berisikan abu.
Tak ada satupun dari mereka yang membuka suara, bahkan tak ada lagi tangis pilu. Hanya tatapan kosong, dan hati yang berkecambuk.
"Sebaiknya kita beri penghormatan terakhir untuk Jimin." Pria paruh baya yang notabenenya adalah ayah dari para pemuda itu meletakkan abu salah satu putranya bersandingan dengan foto yang terpajang disana.
Ke lima putranya mengikuti instruksi dari sang ayah, namun seseorang diantara mereka nampak tak kunjung membungkukkan badanya guna memberikan penghormatan.
"Penghormatan terakhir? Jimin belum tiada, mengapa aku harus melakukannya?" Pemuda itu melempar bunga lilly yang berada digenggamanya dan beranjak dari tempat itu.
***
Sudah 2 hari setelah kejadian. Lokasi kejadian penyergapan sudah ditutup. Hanya beberapa tim intel dan petugas kepolisian yang masih berjaga, Tuan Kim bersama Detektif Ji kembali datang ketempat itu guna menyisir kembali lokasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger
FanfictionPara pemuda dengan sejuta mimpi yang telah hancur bersama kobaran api. Berusaha mengumpulkan kembali kepingan mimpi itu dan berharap dapat kembali utuh. Walaupun mereka tau sesuatu yang hancur tak dapat lagi sempurna. Suspicous season 2 ( bagi yang...