Jangan Menghilang

2.3K 261 42
                                    

Seorang pemuda beberapa kali harus berdeham dan menghela napas panjang, ia benar-benar tak tahu harus bicara apa dihadapan pemuda yang sebaya dengannya itu.

"Apa kau lapar?" Akhirnya pemuda itu membuka suara, namun hanya sebuah gelengan singkat yang menjadi jawaban dari rekan bicarannya.

Pemuda itu kembali mengalihkan pandangannya, menatap selang infus yang menampakkan cairan yang terus menetes dengan konstan.

"Eum, bisakah kau melepas tanganmu Tae? Aku ingin pergi ketoilet sekarang."

"Anni, kau tetap disini menemaniku." Taehyung menggeleng seraya semakin memegang erat tangan kanan Jimin.

Jika boleh jujur, Jimin mulai merasa tidak nyaman dengan tangannya. Rasa nyeri dan kebas bercampur menjadi satu, ingin rasanya Jimin memekik kala rasa sakit itu mulai menjadi.

"Tae, aku hanya ketoilet dan akan segera kembali setelahnya." Pemuda Park itu berusaha membujuk Taehyung dengan menarik perlahan tangannya.

"Tidak, bagaimana jika kau tidak menepati ucapanmu? Bagaimana jika kau tak segera kembali?" Taehyung kembali menarik tangan Jimin, kali ini tak hanya menggenggamnya namun Taehyung menindih tangan kecil itu.

Ok, Jimin tak dapat berbuat apapun sekarang. Hanya berharap semoga Seokjin dan Yoongi segera tiba.

Sekitar lima menit lamanya pemuda itu harus menahan tangannya yang ditindih Taehyung. Sampai suara pintu memberi pemuda Park itu harapan.

"Jimin, apakah Taehyung sudah sadar?" Seokjin mendekati kedua pemuda itu dan meletakkan bawaanya  di atas meja.

"Jim, kau baik-baik saja?" Seokjin menatap Jimin yang nampak pucat dan berkeringat.

"Ne.....aku baik, tapi Taehyung tak mengijinkanku ke toilet."

"Tae, biarkan Jimin ke toilet sebentar."

"Tidak." Taehyung mendongakkan kepalanya dan menatap Seokjin dan Jimin bergantian. Helaan napas berat keluar dari mulut Pemuda Kim itu sebelum ia melepaskan genggamannya.

"Aku akan segera kembali." Jimin segera melesat keluar setelah Taehyung melepaskan genggamannya.

Setibanya di lorong Jimin berpapasan dengan Yoongi yang nampak sibuk dengan ponselnya.

"Jim?" Pemuda Park itu menghentikan langkahnya, menatap Yoongi sejenak.

"Apakah kau baik-baik saja?" Yoongi menyadari jika Jimin nampak lebih pucat. Sementara Jimin hanya memberikan senyumanya.

"Ne...aku pergi dulu hyung." Yoongi menatap punggung Jimin yang kian menjauh. Pemuda Min itu merasa ada yang tidak beres. Sampai sesuatu hal membuat Yoongi harus berlari kearah Jimin.

"Yak, Park Jimin!"

***

"Mereka dekat dengan Tuan Gong yang merupakan pemilik kafe."

"Mereka menjual kue."

"Mereka berasal dari panti yang dikelola Tuan Han."

Jungkook terus saja merapalkan kalimat itu disepanjang jalan menuju rumah sakit. Namjoon yang berada satu taxi dengan pemuda itu berulangkali menjauhkan telinganya.

"Hentikan Cooky, kita tunggu saja bagamana hasil yang didapat Hoseok Hyung. Kau membuat telingaku sakit."

"Tapi ini aneh hyung, kurasa ada pola disini."

"Maka dari itu aku meminta Hoseok hyung untuk pergi ke panti. Kita hampir sampai kemasi semua kue itu." Namjoon menggeser tubuhnya dan mengemasi tas dan dokumen yang ia bawa. Dan Jungkool masih nyaman dengan mantra yang keluar dari mulutnya.

Kedua pemuda itu berjalan beriringan disepanjang koridor rumah sakit, hingga langkah mereka terhenti di depan sebuah pintu ruang rawat. Info yang mereka dapat ini merupakan ruang rawat Taehyung.

Jungkook mulai menggeser pintu kayu itu dan melesaf masuk.

"Halo!" Jungkook berseru senang seraya membuka pintu.

Sementar dua pemuda yang bera didalam ruangan nampak menghela napas panjang. Ada raut kecewa yang mereka pancarkan.

"Wae, apa ada masalah?" Namjoon meletakkan tasnya pada kursi dan mendekati Seokjin yang tengah menggelengkan kepalanya.

"Hyung, dimana Jimin? Ini sudah 20 menit, dan ia belum kembali."

"Memangnya kemana Jimin?" Namjoon menatap Taehyung yang nampak murung.

"Dia pergi ketoilet." Jawaban Seokjin mendapat anggukan dari Namjoon dan Jungkook.

"Mungkin saja Jimin hyung ada keperluan lain? Atau urusannya di toilet begitu penting?"

Ketiga pemuda Kim itu menatap Jungkook bersamaan, pemuda Jeon itu nampak tak sadar dengan ucapannya dan memilih meneguk susu pisang yang ia dapat dari kafe.

***

"Paman!"

"Chang wook, wae?"

"Ada hal yang ingin aku sampaikan, sebenarnya ini sepele namun aku tak dapat menundanya." Seorang pria paruh baya mengangguk singkat sebelum ia kembali menyesap tehnya.

Pemuda yang tiba-tiba datang itu cukup mengejutkan.

"Tentang apa itu?"

"Ini tentang para putramu, aku ingin mereka berhenti menangani kasus ini. Aku sedikit curiga mengenai pola dari misi kali ini."

Tuan Kim menghembuskan napas, keningnya nampak berkerut memikirkan sesuatu.

"Apakah ada masalah dengan mereka?"

"Tidak ada, aku hanya khawatir. Jika ternyata ini akan berdampak buruk untuk mereka." Detektif Ji Chang wook memyodorkan beberapa dikumen dan foto.

Tuan Kim membuka lembaran kertas itu dan mulai menimang-nimang.

"Aku akan membicarakan ini dengan mereka."

"Paman, terakhir kali kita harus mengorbankan salah satu putramu."

"Aku mengerti, aku akan pergi sekarang dan satu lagi tolong katakan pada Soobin untuk menemuiku."

Tuan Kim beranjak meninggalkan meja. Dan berjalan keluar dari kantor polisi, kasus ini ternyata lebih rumit dari yang ia pikirkan sebelumnya.

Sebelum berjalan lebih jauh, Tuan Kim merogoh saku mantelnya dan menarik sebuah ponsel pintar dari sana
Beberapa pesan singkat yang sedari tadi pria paruh baya itu abaikan mulai ia periksa satu-persatu.

"Oh.......astaga."



"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang