Kondisi malam yang cukup dingin, bahkan uap panas keluar dari setiap kali membuka suara. Seorang pemuda tengah berdiri menanti seseorang, telinga dan hidung pemuda itu sudah berubah menjadi merah. Sesekali ia berusaha mengurangi rasa dingin dengan menggosokkan kedua tangan.
"Kau menunggu lama?" Seseorang yang baru saja tiba membuat pemuda itu berdecak sebal.
"Lihatlah hyung, bulu mataku sudah membeku." Pemuda itu menunjuk bulu matanya yang sebenarnya tak ada masalah.
"Mengapa kau tidak masuk kedalam mobil dan menyalakan penghangat?"
"Oh ya......bagaimana aku bisa masuk jika kunci mobil berada padamu dan ternyata dirimu lebih memilih bersama para gadis itu dari pada memikirkan adikmu." Jimin mengabaikan Soobin dan mulai melangkah mendekati mobilnya.
"Aku yang akan menyetir, hyung baru saja minum bukan?" Soobin menyambar kunci mobil dari tangan Jimin.
"Aku hanya minum setengah gelas asal kau tau." Jimin mulai mendudukkan dirinya di kursi penumpang.
"Lalu kemana yang setengah lagi?"
"Ah.....itu aku menumpahkannya pada gaun gadis yang bersamaku tadi." Jimin mengambil botol air pada dasbor mobil.
"Wah.....sungguh hebat." Soobin mulai melajukan mobilnya menjauhi area bar.
"Bagaimana jika kita mengunjungi rumah sakit hyung, kulihat tangganmu semakin buruk." Soobin melirik Jimin yang nampak kesulitan membuka tutup botol air mineral.
"Ah.....kurasa itu ide yang bagus." Jimin melempar botol air itu kembali ke dasbor mobil, pemuda itu menghela nafas berat dan memilih menyandarkan tubuhnya pada jendela mobil.
Pemuda Choi itu menatap tangan kanan Jimin yang masih bergetar. Ada rasa khawatir pada hyungnya yang tak dapat ia katakan.
Tak butuh waktu lama, mobil yang dikendarai Soobin telah terparkir sempurna di tempat parkir rumah sakit. Tujuan mereka kini adalah ruang Dr. Minhyun.
"Apa yang kau rasakan? Apakah masih terasa nyeri?" Minhyun menekan perlahan pergelangan tangan Jimin.
"Anni, hanya saja tanganku terasa sangat lemas."
"Sejak kapan tanganmu kembali bergetar seperti ini?"
"Tadi siang."
"Jim, sudah kukatakan berkali-kali jangan terlalu memaksakan tangan kananmu. Kondisi tanganmu bisa saja lebih buruk, dan memperkecil peluang untuk dapat kembali normal." Minhyun menjauhkan kursinya dari hadapan Jimin dan mulai mencoret kertas resep.
"Apakah pada akhirnya tangan kananku tak akan lagi berfungsi?" Pemuda Park itu menunduk seraya menggenggam tangan kananya.
***
Pagi menjelang siang, suasana yang tepat untuk berkeliling walaupun udara cukup dingin namun berkat mentari masih mendapat rasa hangat.Jimin tengah menyusuri trotoar kota setelah menyantap sarapannya di salah satu kedai, ya.....walaupun tak lagi pantas di sebut sarapan. Langkah ringan dengan sesekali menyesap coklat panas yang ia bawa.
Jimin menatap sekilas arloji di pergelangan tangannya, sampai pemuda itu memilih untuk mempercepat langkahnya.
Ia ada janji untuk bertemu di taman kota, Soobin mengatakan ada kejutan untuknya. Dan Pemuda Park itu hanya menuruti perkataan pemuda yang lebih muda darinya itu.
Kursi panjang yang menarik perhatian Jimin setibanya ia ditaman yang cukup sepi. Tegukan terakhir dari coklat panasnya sebelum cup itu berpindah pada tempat sampah di samping kursi.
Selagi menunggu Jimin memilih untuk membuka pesan pada ponsel pintarnya. Tuan Kim mengirim pesan pada Jimin sekitar 30 menit lalu dan memintanya untuk kembali menghubungi. Baru saja Jimin akan menekan tombol panggilan suara pemuda menghentikan niatannya.
"Jimin hyung!" Di hadapan Jimin berdiri dua pemuda dengan almamater sekolah menengah mereka.
"Hyung tak ingat kami?" Pemuda dengan tubuh yang lebih tinggi menatap Jimin penuh harap.
"Kai, Taehyun?" Jimin kurang yakin dengan ingatanya.
"Neeeee, hyung kami merindukanmu asal kau tau." Kai memeluk Jimin dengan semangat, tak ada penolakan sama sekali dari Jimin pemuda itu benar-benar senang.
"Tae?" Jimin menatap Taehyun yang hanya berdiri.
"Sudahlah hyung Taehyun hyung memang seperti itu, harga dirinya terlalu tinggi." Kai terkikik pelan dengan masih memeluk pinggang Jimin.
"Yak....apa katamu? Tak ada harga diri di depan Jimin hyung." Taehyun turut memeluk Jimin.
"Hei, kalian tidak sekolah?"
"Aish padahal kami berniat untuk membolos hari ini." Kai nampak menekuk wajahnya sebal.
"Ini merupakan penggagalan misi." Taehyun melepaskan tangannya pada pinggang Jimin dan membenahi letak tasnya.
"Sebaiknya kalian sekolah sekarang."
"Tapi kami........"
"Sekolah atau jangan menemuiku? Jika kalian ingin aku akan meminta Soobin untuk mengirimkan alamat apartement kami pada kalian." Jimin bangkit dari kursinya.
"Jinja? Kalau begitu ayo Taehyun hyung kita ke sekolah." Kai menarik tangan Taehyun gembira meninggalkan Jimin di taman itu.
"Kami pergi dulu hyung!" Teriak Taehyung sebelum mereka tak lagi terlihat di pandangan Jimin.
Pemuda Park itu masih berdiri di taman itu, kembali ia menatap layar ponselnya yang tiba-tiba menyala. Terdapat panggilan masuk di sana dengan nama Tuan Kim yang tertera.
"Hallo appa."
'Kau sudah membaca pesanku?'
"Ne, aku sudah membacanya."
'Bagaimana menurutmu? Kau bisa melakukannya?'
"Aku tak yakin tentang itu."
'Temui saja, semua akan baik-baik saja.'
"Ah...ne akan ku coba."
Pemuda Park itu memasukkan ponselnya pada saku jaketnya dan menarik sebuah amplop dari saku lainnya. Sesaat ia hanya memandang amplop itu sebelum ia putuskan untuk pergi ke tempat yang di minta Tuan Kim.
Sekitar 5 menit yang Jimin butuhkan untuk sampai, namun pemuda Park itu hanya berdiri di sebrang jalan menatap cafe yang berdiri kokoh dihadapannya.
Seseorang didalam cafe itu yang membuat langkah Jimin seakan mati. Pemuda yang duduk di dekat jendela seraya menyesap kopinya, ingin sekali Jimin memeluknya.
"Hyung aku sangat merindukanmu" Pemuda Park itu bergumam lirih seraya meremas amplop ditangannya. Satu hal yang kembali Jimin rasakan, tangan kanannya kembali membuat ulah.
Jimin tetap berdiri disana, menatap lampu lalu lintas sejenak hingga ketika lampu itu berubah warna Jimin memutuskan untuk beranjak dari tempatnya. Dengan harapan jika keputusan yang ia ambil sudah tepat.
Lonceng di atas pintu cafe berdenting kala pintu itu terbuka. Pemuda yang tengah duduk sembari menikmati kopinya nampak tak begitu peduli dengan suara tersebut.
Sampai suara seseorang yang memanggil namanya membuat pemuda itu mengalihkan pandangannya, menatap pemuda yang berdiri dihadapannya dengan senyuman.
"Yoongi hyung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger
FanfictionPara pemuda dengan sejuta mimpi yang telah hancur bersama kobaran api. Berusaha mengumpulkan kembali kepingan mimpi itu dan berharap dapat kembali utuh. Walaupun mereka tau sesuatu yang hancur tak dapat lagi sempurna. Suspicous season 2 ( bagi yang...