Forensik

1.4K 192 36
                                    

'Brak!' Suara benturan pintu dengan dinding terdengar begitu nyaring. Jimin dan Taehyung baru saja tiba di kantor NIS tepatnya di tempat pertemua para member dan Detektif Ji.

Tanpa menunggu lagi Taehyung melempar berkas yang ada di tangannya keatas meja.

"Tae?"

"Kita tak akan dapat menangkap pembunuh berantai itu jika tetap seperti ini!"

Para member menatap pemuda Kim itu penuh pertanyaan, apa maksud dari perkataannya?

"Tae, apa maksudmu?" Namjoon berujar seraya menarik dokument di atas meja.

Setiap lembar yang semakin membingungkan, kening Namjoon mengernyit berusaha memahami setiap kata disana.

"Bukankah ini hasil forensik, tapi....."

"Berbeda?" Sela Taehyung memotong ucapan Namjoon.

"Aku tak menyangka jika hasil forensik telah dimanipulasi." Namjoon melempar dokument itu kembali ke atas meja dan segera di sahut oleh Detektif Ji.

"Siapa yang memberikan ini pada kalian?" Tanya Detektif Ji menatap Jimin dan juga Taehyung yang masih berdiri di samping meja.

"Dokter Hwang yang memberikan berkas itu." Jawab Jimin seraya menarik kursi.

"Darimana ia mendapatkannya?" Tanya Chang Wook kembali namun pertanyaannya kali ini mendapat tatapan tak mengenakkan dari Taehyung.

"Bukan kah kami yang seharusnya bertanya padamu? Sebenarnya apa yang kaulakukan hingga tak mengetahui hal ini."

"Ne?" Chang wook mulai tak nyaman dengan tatapan Taehyung yang mengintimidasi.

"Minhyun hyung hanya seorang dokter bedah syaraf tapi ia bisa tau hal seperti ini, yang bahkan tak ada sangkut paut dengan pekerjaanya."

"Itu cukup menjelaskan seberapa bodohnya dirimu!" Bentak Taehyung dan meninggalkan ruangan itu. Para member sungguh masih mencerna situasi.

Jimin yang paling mengerti segera mengikuti langkah Taehyung yang kian jauh.

***

"Argh........ apakah kau tak bisa membuatku hidup tenang!" Seorang pemuda berteriak di sepanjang jembatan Sungai Han.

Tak peduli rambu larangan untuk tidak terlalu dekat dengan tepi jembatan, bukanya menjauh pemuda itu semakin mendekat di tepi pagar pembatas.

"Apakah aku menghancurkan negara ini di kehidupan sebelumnya? Mengapa aku tak bisa hidup lebih tenang?" Jungkook, si pemuda yang tengah mengusak kepalanya kasar.

Rasa marah dan kecewa yang bercampur menjadi satu membuat semuanya semakin sulit.

Ia seakan tak memiliki muka untuk ditunjukkan pada saudaranya yang lain, ia sumber kekacauan ini.

Tunggu, apakah jika ia mati semua masalah ini akan selesai.

Pikiran seperti itu mulai menyerang kepala Jungkook, tak ada akhirnya tetapi semakin memuakkan.

"Apapun itu, ini pilihan yang paling tepat." Mata sayu pemuda Jeon itu menatap air yang nampak tenang di hadapannya.

***
"Kau menemukannya?" Hoseok menghampiri Jimin yang baru tiba dengan napas terengah.

"Anni, aku hanya menemukan ini ditaman." Jimin menyerahkan kalung besi milik Taehyung.

"Aish..... dimana dia? Kau bisa menghubungi Jungkook?" Jimin hanya menggeleng sebagai jawaban.

Jimin masih begitu menyalahkan dirinya karena percaya begitu saja pada Taehyung.

Seandainya ia tetap mengikuti Taehyung dan tak membiarkan pemuda itu pergi seorang diri.

Ah..... tapi semua itu hanya menjadi kalimat dengan kata andai saja.

"Namjoon baru saja menghubungiku, ia juga tak dapat melacak keberadaan Jungkook." Hoseok berujar dengan wajah cemasnya, lengkap sudah malam ini.

Sementara itu, Soobin dan ke tiga pemuda yang lain menemani Beomgyu di rumah sakit. Begitu juga Seokjin yang harus terus berada di sekitar Yoongi.

Mereka khawatir jika ternyata bawahan tuan Jeon yanh tersisa merencanakan sesuatu di rumah sakit, mengingat mereka bahkan bisa memanipulasi forensik.

Namjoon masih berusaha melacak keberadaan Taehyung dan juga Jungkook hingga ia mendapatkan sebuah email dari orang tak dikenal.

'Sebelum berusaha menangkap ikan pastikan tak ada masalah dengan kailmu.'

Pesan yang cukup mencurigakan, setelah membacanya Namjoon berusaha melacak pengirim pesan itu.

Tetapi ternyata itu tak semudah yang dibayangkan.

***

Ditempat yang sunyi dan ruangan yang berdebu. Seorang pemuda nampak tersungkur di lantai dengan kesadaran yang mulai menipis.

Cairan merah pekat masih menetes dari kepalanya, tak jauh dari sana sebuah tongkat kayu yang berhias bercak darah nampak akan patah.

Rasa sakit yang luar biasa menjalar di setiap jengkal tubuhnya, jangankan untuk bergerak bahkan hanya untuk mengeluarkan suara pemuda itu tak mampu.

Tak lama, pemuda itu mendengar langkah kaki disertai suara besi yang di seret. Suara yang begitu nyaring dan membuat siapapun gemetar.

Berusaha tetap berpikir positif walaupun ia tau faktanya tak seperti itu. Sampai suara besi itu menghilang, digantikan dengan bantingan pintu yang teramat keras.

Seorang pemuda berdiri disana dengan mengangkat tinggi tongkat besinya, hingga sebuah pukulan mendarat di kepala pemuda tak berdaya itu dan membuatnya hilang kesadaran.

Bersambung..........

StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang