"Kak Vian ....?"
Rily menatap nanar Raka yang sedang menggenggam tangan wanita lain.
Kring ....
Bel sekolah berbunyi. Siswa dan siswi mulai grasak-grusuk menuju lapangan untuk melakukan upacara bendera. Sedangkan Rily masih berdiri dan memperhatikan Raka yang berjalan menjauh meninggalkannya dengan menggenggam tangan wanita lain tanpa menghiraukan kehadiran Rily.
Rily memegangi dadanya yang sesak, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Hubungannya dan Raka masih sangat dini, tetapi angin puting beliung sudah datang menerjang hubungan mereka.
"Rily, lo baik-baik aja?"
Rily menoleh saat mendengar suara Risa yang datang di sampingnya dan mengusap pundak Rily berusaha untuk menenangkan.
"Lo nggak usah ikut upacara dulu, pergi ke UKS---"
"RILY!" teriak Risa saat melihat Rily berlari meninggalkannya dan melewati keramaian di tengah lapangan begitu saja.
Rily sampai di rofftop sekolah. Gadis itu langsung menangis sengungukan dengan seragam sekolah yang masih terpasang dan tas yang masih tersandang di pundaknya. Wajah datar Raka saat menatap Rily masih terngiang dengan jelas, dan bagaimana saat Raka memeluk seorang gadis yang tidak Rily kenal membuat Rily berteriak dari tangisnya.
Jika wanita yang dipeluk Raka bukanlah sosok yang spesial, Raka bisa menjelaskan baik-baik dengan Rily. Rily akan berusaha memahami Raka dan menerima kenyataannya, tetapi mengapa Raka meninggalkan Rily begitu saja dengan menggenggam wanita lain. Seolah Raka bukanlah lelaki kemarin yang mengatakan cinta kepada Rily dan meminta Rily menjadi kekasihnya.
Dada Rily terlalu sesak, gadis itu bahkan memukul pelan dadanya karena sangat sulit untuk bernafas. "Hiks ... Hiks ... Hiks .... " Rily terus menangis bahkan sampai suara isakan gadis itu tidak terdengar.
Rily tidak peduli jika ia bolos upacara bahkan mata pelajaran. Rily kehilangan segala kedamaian hidupnya hanya demi mendapatkan satu kebahagian dari Raka. Tetapi jika Raka juga ikut menyakitinya, apakah masih pantas Rily untuk merasakan bahagia?
"Mau sampai kapan lo nangis di situ?"
Rily masih terus menangis.
"Hey, lo ganggu gue."
Rily memelankan isak tangisnya, secara perlahan ia mengangkat wajah dengan mata sembab dan kelopak mata yang membengkak. "Kak Dava?" lirih Rily saat Dava yang sedang menyandarkan tubuhnya pada pagar rofftop, kini berjalan ke arahnya.
Dava duduk di hadapan Rily. "Lo kenapa? Nggak upacara?"
Rily meyeka kedua pelupuk matanya sembari menggeleng pelan. Pipi gadis itu sudah merah karena terlalu banyak menangis. "Maaf Kak, gue lagi pengin sendiri." sahut Rily lalu membuang muka ke arah lain saat air matanya kembali menetes.
Dava terkekeh sembari menyugar rambutnya ke belakang. "Gara-gara Raka ya?" tanya Dava tepat sasaran.
"Em ... Enggak kok,"
"Terus kenapa?"
"Gue nggak bisa cerita, maaf."
"Gue tahu," Dava tersenyum tipis saat menatap Rily. "Lo pacarnya Raka, kan?"
Rily menarik ingusnya. "Iya .... "
"Dan lo nangis karena lihat Raka peluk cewek lain?"
"Eung .... "
"Ya wajar sih," Dava berdiri dan kembali menyandarkan kedua siku tangannya pada pagar rofftop. "Wajar lo cemburu sama pacar lo sendiri, tapi lebih wajar lagi kalau lo nanya langsung sama pacar lo siapa cewek yang dia peluk."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Hurt Me!
Teen FictionDi sebuah taman yang tampak tidak terawat, daun-daun kekuningan bunga yang gugur berjatuhan di atas rerumputan hijau yang basah terkena tetesan rintik hujan. Angin bertiup semakin kencang, sosok gadis berambut sebahu itu menangis sengungukan di bawa...