42. Alter ego

344 27 2
                                    







Satu hari sebelum pensi.

Risa menghela napas.

Ia turun dari mobil yang menjemputnya dari sekolah. Dengan lunglai dan kepala yang menunduk, Risa berjalan menuju rumahnya.

Ia terlalu sibuk dengan pikirannya yang berkelana, hingga saat Risa mengangkat kepalanya.

Ia terkejut, tidak jauh dari posisinya berada. Ada dua mobil yang terparkir di halaman rumahnya, mobil itu terasa familiar, namun ketika Risa berusaha mengingatnya, tiba-tiba rasa khawatir menyelimuti dirinya.

Risa kembali menghembuskan napas kasar, ia berjalan pelan menuju teras rumahnya dan memasuki rumah itu.

Di ruang tamu, tanpa menoleh ke sofa ruang tamu dan televisi yang menyala. Risa berjalan menuju kamarnya di lantai dua.

"Risa."

Risa hendak menaiki tangga pertama, namun panggilan dengan suara berat itu membuatnya menoleh dengan serngitan.

"Ya?" sahut Risa dan berbalik menghadap Papanya.

Papa Risa tersenyum miring. "Masuk tidak mengucapkan salam, tidak menyapa dan menyalam. Dimana tata krama mu?"

Risa membalas senyuman itu dengan manis. "Saya tidak tahu. Maaf, saya tidak pernah di ajarkan tentang tata krama oleh orang tua saya. Dan satu lagi, sejak kapan anda memperdulikan soal tata krama? Jika anda peduli dengan tata krama, seharusnya anda mendidik saya dengan benar." ia tertawa remeh.

Papa Risa menggertakkan giginya, ia menatap sosok lelaki berjas hitam yang duduk di sofa tunggal itu. "Maaf bos, saya akan mengurus dia."

Lelaki setengah paruh baya itu tersenyum, ia melepas kaca mata hitamnya dari pangkal hidung. Lelaki itu menatap Risa, dan bertepuk tangan. "Anakmu hebat, Ar." ucapnya dan kembali tersenyum. "Hai anak manis, sini, o-om punya sesuatu untukmu. Ayo, sapa o-om dulu."

Risa tertawa. "Bawahan anda adalah Papa saya, jadi cukup perintah dia, bukan saya. Dan, anda menyuruh saya menyapa anda? Wah, anda seleb? Artis? Aktor? Saya tidak menyapa sembarang orang, apalagi orang yang tidak saya kenal." ucap Risa dan berbalik pergi.

Papa Risa berjalan cepat dan meraih pergelangan tangan Risa, memutar tubuh gadis itu dengan paksa. Dan menamparnya keras tepat di pipi.



PLAK!





Risa memegang pipinya, ia mengusap sudut bibirnya yang berdarah dan menatap Papanya sembari tertawa pelan. "Ini lebih pelan dari biasanya." ucap Risa terdengar berbisik, ia memasang ekpresi menantang. Pipinya memerah dan membengkak, sudut bibirnya sudah berdarah.

Papa Risa mengeraskan rahang, menjambak rambut panjang Risa kebelakang sekuat mungkin.

Risa diam, tidak bergerak dan menikmati rasa sakit, dan perih itu, dalam diam. Wajahnya datar, ia tersenyum, namun matanya menguluarkan air itu, bulir air hangat yang mengalir membasahi pipinya.

Papa Risa semakin menjambak kuat rambut anaknya itu. Ia kesal karena tidak mendapatkan perlawanan.

Risa mengatupkan bibir. "BERHENTI BRENGSEK! SIALAN! BAJINGAN! AN---"







PLAK!








"Huh ... " Risa menghembuskan napasnya yang memburu dan menatap nyalang Bos Papanya yang baru saja menampar keras pipi Papa Risa.

Risa melepaskan tarikan rambut Papanya dari kepalanya.

Bos itu tersenyum. "Bagaimana bisa kamu tega memperlakukan gadis cantikmu seperti-----"

You Hurt Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang