Lo kuat Ril, jangan nangis. Lo gak boleh nangis.
Rily berjalan menyusuri koridor, langkahnya pelan. Batinnya terus berucap menguatkan. Bel akan berbunyi beberapa menit lagi, dan Rily memilih untuk kembali ke dalam kelas.
Sesampainya didalam kelas, ada sebuah penampakan yang membuat Rily tertegun.
Naza, sedang tertawa puas dengan perempuan-perempuan yang satu kelas dengan mereka. Rily berjalan dengan ragu, ia mendekat, menarik perhatian Naza dan orang-orang yang masih asing bagi Rily, itu, menoleh kepadanya.
"Boleh... gabung?" tanya Rily, menahan gejolak di dadanya.
"Boleh dong! Sini-sini, ikutan sama kita nonton drakor. Lo suka drakor, kan?" Ica, bertanya antusias.
Hampir saja bulir air hangat itu jatuh dari pelupuk matanya, jika Rily tidak langsung menyeka. "Gue suka banget," ujarnya dan bergabung duduk disebelah gadis berwajah datar. Gue suka banget punya banyak temen.
Diam-diam Naza menggenggam tangan Rily, mereka menyalurkan kebahagian yang terpancar dari tatapan mata mereka. Rily dan Naza saling menatap satu sama lain, lalu keduanya tersenyum samar.
Tuhan itu memang adil, setelah memberikan kesedihan karena harus kehilangan sesuatu yang menyakitkan. Tuhan memberikan rasa bahagia, dengan menghadirkan orang-orang baru yang menyenangkan.
***
Kali ini Rily tidak hanya berdua, ia memiliki orang-orang baru yang mungkin bisa disebut sebagai teman?
Mereka berjalan sama-sama menyusuri koridor, ke arah parkiran. Bahkan tanpa terasa, sanking bahagianya, Rily merasa hari ini terlalu cepat untuk pulang.
"Eh, eh, Ril. Rumah lo dimana sih? Kita searah gak, barengan yuk."
Rily menoleh, tersenyum lebar. "Gue ke kanan, lo?"
Ica tampak berseru kecewa. "Kiri, beda jalur dong." lalu Ica tiba-tiba bersemangat lagi. "Manda, kan, ke kanan tuh! Sekalian aja barengan sama Rily, daripada nungguin bus. Kelamaan,"
Amanda, gadis semampai berwajah datar itu menoleh dengan alis menyerngit. "Boleh?" tanya nya meminta persetujuan Rily.
Rily mengangguk kikuk, "bo-boleh kok." ucapnya berusaha santai, padahal aslinya sedang ketakutan. Liat wajah datar Amanda, jadi gimana-gitu.
Naza dibelakang sedang sibuk bercerita dengan Risa. Mereka tampak cocok dan akrab. Sama-sama memiliki mulut pedas, seperti bon cabe.
"Maskernya bagus gak sih? Gue pengen coba, karena viral banget di tik tok. Tapi takut gak cocok ke muka." Naza memegangi wajahnya. "Gue pernah beli yang lagi viral-viral, harganya mahal cuy, tapi malah bikin jerawatan. Kan kesel," adunya kepada Risa yang terkekeh.
"Cobain sekali aja dulu, nanti kalau gak cocok gue kasih obatnya deh."
Senyum Naza mengembang. "Seriusan?" tanya nya girang. "Mau deh coba,"
Ica tiba-tiba merengek. "Mandaa... perut Ica sakit." keluhnya sembari memegangi perut.
Rily mengerjap, langsung menoleh kepada Amanda yang ekspresi datarnya berubah drastis.
"Tadi udah minum kiranti? Kan dibilangin juga, jangan makan pedes-pedes. Masih aja ngeyel," dumel Amanda penuh perhatian, seperti seorang Ibu menasehati anaknya penuh dengan kasih sayang. "Nanti sampai rumah minum air anget Ca, dengerin, jangan iya-iya mulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Hurt Me!
Roman pour AdolescentsDi sebuah taman yang tampak tidak terawat, daun-daun kekuningan bunga yang gugur berjatuhan di atas rerumputan hijau yang basah terkena tetesan rintik hujan. Angin bertiup semakin kencang, sosok gadis berambut sebahu itu menangis sengungukan di bawa...