35. 'Ayo saling menguatkan'

406 36 8
                                    



"Kak Vian, boleh gue nanya?"

Raka yang sedang sibuk menyetir menoleh  ke samping, ia membalas tatapan Rily sejenak dan kembali menghadap depan.

"Hm..." sahut Raka bergumam.

"Kak Vian kenapa beli lukisan itu?" tanya Rily ragu. "Kak Vian depresi?"

"Mungkin?" Raka terkekeh sebentar. "Lebih tertarik sama maknanya dibanding lukisannya."

Rily menggigit bibir. "Kak Vian ... " panggilnya pelan membuat Raka melirik kecil. "Gue bisa pinjamin bahu gue, kapan pun lo butuh."

Tepat di depan pagar rumah Rily, Raka menginjak pedal rem mobil. Mata tajamnya kini menatap Rily dan perlahan menyendu.

Rily tersenyum manis, ia menganggukkan kepala. "Lo nggak sendiri, ada gue, Rily Syafira Almeera yang sekarang bakalan selalu ada di samping lo kak."

"Bahu lo?"

"Iya, bahu gue ada kalau lo butuh tempat buat nyandar."

"Ril ... " Raka menatap Rily dalam. "Diri lo sendiri lebih butuh sandaran dari pada gue."

Rily mengerjap, tertohok begitu saja.

"Cukup lo menjadi kuat buat diri lo, jangan menjadi kuat buat orang lain. Bahu lo, udah terlalu banyak nanggung beban lo sendiri. Jangan tambahin bebannya karena masalah orang lain. Lo, diri lo lebih butuh lo, bukan orang lain."

"Kak ... " bibir Rily bergetar. "Gue cuma pengin lo ngerasa gak sendiri, apa itu salah?"

"Bukan gue, tapi kita. Selama ini lo selalu ngerasa sendiri kan? Gue juga gitu," Raka menyandarkan punggungnya pada kursi kemudi yang di dudukinya. "Semua terasa gelap, gue sendiri di kegelapan."

Rily menunduk. "Dunia itu kejam ya kak? Kita punya keinginan tapi keadaan punya kenyataan."

Kini di dalam mobil itu tercipta sebuah keheningan. Rily dan Raka sama-sama sibuk dengan pikiran mereka yang berkelana.

"Jadi ... " Rily meraih tangan besar Raka, menggenggamnya dengan jemari mungilnya. "Ayo saling menguatkan."

"Hm?"

"Gue, dan lo, jadi kita yang selalu ada. Adil, kan?"

Raka terenyuh, ia tersenyum tipis dan merengkuh tubuh Rily tanpa pamit.

Raka tidak tahu, kapan terakhir kali ia merasakan sesuatu yang berbeda dan berdebar di dadanya. Selama ini, semua terasa biasa saja atau mungkin Raka yang mati rasa.

Namun kehadiran Rily, memberi begitu banyak rasa di hidupnya yang hambar dan hampa.

***

Rily tersenyum kecil, ia sedang menunggu seseorang di depan pagar rumahnya.

Seseorang yang membuat Rily akhir-akhir ini terus bedebar dan tersenyum lebar. Seseorang yang bernama Raka, lelaki itu benar-benar berbeda semenjak malam itu, malam dimana mereka berjanji untuk selalu ada dan saling menguatkan.

Sudah satu minggu lebih, Rily terus menghabiskan waktunya bersama Raka. Pergi berangkat sekolah bersama, pulang sekolah bersama, bermain ke taman, nongkrong di kafe atau hal-hal lain yang membuat mereka banyak menghabiskan waktu untuk bersama.

Dan sekarang, Rily dan Raka berjanji akan lari pagi bersama keliling komplek.

Dari ufuk barat, mentari tampak malu-malu memperlihatkan wujudnya. Rily memperhatikan itu, warna orange matahari pagi ini terlihat sangat cantik. Perlahan pandangannya turun ke bawah, memperhatikan seseorang yang sedang berlari kecil menuju ke arahnya dan matahari tampak menyinari setiap langkah orang itu. Ia terlihat sangat tampan dan menawan.

You Hurt Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang