Suara gemercik air terdengar, mengakhiri hujan yang berhenti turun deras membasahi bumi.Rily membuka kelopak mata, mengerjap pelan dan mengangkat kepalanya yang bersandar di pundak tegap Raka.
Raka segera beranjak, terbatuk kecil lalu melangkah kan kaki menuju gerbang sekolah. Meninggallan Rily yang langsung bangkit dan mengikuti langkah lebar Raka dari belakang. Sejak tadi, ketika hujan berhenti bernyanyi merdu. Suasana di antara mereka berdua menjadi begitu akhward.
Mereka berjalan pelan, tidak ada yang membuka suara dan hanya derap langkah kaki yang terdengar.
Rily menarik napas dalam-dalam, aroma hujan yang begitu khas membuatnya merasa lebih rileks. Ia memandangi punggung lelaki jangkung yang berada beberapa meter di depannya, tanpa sadar bibir Rily tersenyum kecil hingga menjadi senyum lebar. Ternyata, Raka adalah bukti nyata kalau cowok dingin itu, sekali perhatian bikin nyaman.
Rily terkekeh kecil, langsung berlari menyusul Raka karena ingin menyamakan langkah. Walau akhirnya harus tertinggal karena langkah lebar Raka, yang membuat Rily tidak bisa berjalan pelan beriringan disamping Raka.
Rily langsung berhenti melangkah, ia memperhatikan Raka yang berjalan menjauh meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata atau salam perpisahan. Raka berbelok menuju parkiran sekolah, hanya tinggal motor besarnya yang berada di sana.
Rily mendesah, memangnya apa yang ia harapkan? Raka tidak mungkin menawarkan tumpangan pulang untuknya. Dengan langkah pelan ia berjalan menuju halte yang berada di sebelah kanan didepan gerbang sekolah. Menunggu kendaraan apapun yang bisa mengantarnya pulang dan sampai dirumah dengan selamat.
Memakai helm full face nya, Raka memutar kunci dan motor besarnya langsung menyala. Ia menoleh ke samping kanan, melihat seorang gadis sedang sendirian duduk disana dengan kepala menunduk. Tanpa pikir panjang, Raka langsung menancap gas. Meninggalkan gadis berpipi cubby itu sendirian disana, yang menatap sendu kepergiannya.
Motor besar itu membelah jalanan Jakarta yang cukup sepi dengan bebas. Dengan kecepatan penuh, ia terus mengendalikan stir motornya yang berbelok menuju suatu tempat. Matanya fokus pada jalan yang dilaluinya, namun pikirannya berkelana membayangkan seseorang disana.
Ciiiiitttt
Napas Raka memburu, hampir saja ia lepas kendali jika mata dan gerakan refleksnya tidak sinkron. Mungkin saat ini, wanita paruh baya yang sedang menyeberangi jalan itu akan menjadi korban. Raka menggeram, ia melirik jam tangan di pergelangan kirinya. Sudah menunjukkan pukul lima sore.
Dengan cepat, Raka memutar stir motornya berbelok dengan arah berlawanan menuju jalan pulang ke rumahnya. Pada akhirnya, Raka bisa mengalahkan egonya dan mengikuti kata hatinya. Setelah sekian lama, ia kembali merasakan kekhawatiran terhadap seseorang selain orang-orang terdekatnya.
Dilain sisi, Rily mencoba menghubungi Raylan. Namun telepon darinya tak kunjung diangkat. Ia mengirimkan pesan lewat aplikasi chat, dan Raylan belum membalas. Sedari tadi Rily sudah menunggu angkutan umum, namun tidak kunjung melintas melewati jalan aspal yang beberapa meter di depan halte.
Ketika hampir saja ia menelepon Naza, suara bunyi klakson menyita perhatiannya.
Rily mengerjap, sesudah memastikan lelaki yang berada di atas motor besar itu adalah Raka. Rily langsung berjalan menghampiri.
"Kak Vian kok balik? Ada yang ketinggalan ya? Mau gue temenin kedalam?" tanya nya dengan polos.
Raka menaikkan kaca helm full face nya, menatap Rily tanpa ekspresi. "Naik, gue anter."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Hurt Me!
Teen FictionDi sebuah taman yang tampak tidak terawat, daun-daun kekuningan bunga yang gugur berjatuhan di atas rerumputan hijau yang basah terkena tetesan rintik hujan. Angin bertiup semakin kencang, sosok gadis berambut sebahu itu menangis sengungukan di bawa...