"Hacchi!""Nah, Bunda udah bilang berapa kali ke kamu sih sayang. Kamu perlu ke dokter, bukan cuma beli obat di apotek." Ana mengelus puncak kepala anak sulungnya. "Kamu udah berapa hari nggak sekolah, kemarin-kemarin pas sekolah malah pulang karena pusing."
Raka tidak membuka pejaman matanya. "Cuma flu Ma," sahut nya dengan suara serak.
"Cuma kamu bilang? Flu aja bisa buat kamu kurusan gini, gak selera makan, tahu nya rebahan di kamar doang udah kayak anak gadis aja." Ana mencubit pelan lengan tangan anak lajangnya. "Makanya jangan hujan-hujanan terus Raka ... "
Raka mendesah pelan, membuka sedikit pejaman matanya. "Ma, aku laper." ucapnya berbohong, tujuannya adalah mengusir Ana secara halus yang sejak tadi selalu menceramahinya.
"Ya makan atuh, bentar Mama beliin bubur ayam di depan komplek."
Ana keluar kamar dan tidak lupa menutup pintu. Raka melirik kecil, dan menghela napas panjang.
Ia meraih ponsel di atas nakas sembari terbatuk kecil.
Menghidupkan data seluler membuat banyak notifikasi masuk, namun tak satupun berasal dari gadis itu.
Saat Raka membuka salah satu aplikasi sosial media, ia menonton snapgram lambe turah SMA HB. Ingin melihat apa yang sedang terjadi di sekolahnya karena sudah beberapa hari ini ia tidak masuk sekolah.
Clara tidak peduli, ia mendekat dan menendang kaki gadis itu yang tak berdaya. "Dari sekarang, lo jauhin Raka! Dia cuma milik gue, milik gue!" Clara berjongkok, ia meremas pipi Rily. "Karena kalo lo berani deketin dia, lo tahu akibatnya kan bit*h?"
"Enggak, gue gak mau ... " Rily menjawab dengan sisa-sisa tenaganya.
Raka menonton adegan itu di layar ponselnya, garis rahangnya langsung mengeras, wajahnya yang pucat pasi kini memerah menahan amarah.Tanpa memperdulikan kondisi tubuhnya, Raka dengan cepat turun dari kasur. Mengganti bajunya secara asal-asalan dengan seragam sekolah, setelah itu meraih jaket, ponsel, dan kunci motor yang berada di atas nakas.
Wajah tidak berdaya gadis itu entah mengapa membuat hatinya sakit, ia ingin segera merengkuh tubuh mungil itu kedekapannya.
***
Raka turun dari motor besarnya, kepalanya masih pusing. Namun ia tetap memaksakan untuk berlari masuk ke dalam sekolah lewat tembok belakang sekolah.
Di koridor, tanpa memperdulikan orang-orang berlalu lalang yang melayangkan tatapan penasaran kepadanya, Raka berlari menuju toilet kelas sepuluh perempuan.
Langkah kaki Raka berhenti, tepat di depan pintu toilet yang ramai. Semua orang disana kompak menoleh dan langsung memberi akses jalan untuk Raka masuk ke dalam toilet.
Wajah dingin Raka kini tampak menakutkan, ia berjalan pelan dan setiap ketukan sepatunya yang terdengar membuat semua orang semakin menanti-nanti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Di sana, tepat di ubin lantai, Rily sedang terkapar tidak berdaya dengan darah yang melumuri area hidungnya.
Tungkai kaki Raka lemas, bibirnya terkatup rapat. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah tak berdaya Rily dan wajah bangga Clara.
"Lo ... nyari mati?"
"Ra---""Lo benar-benar ngelewati batas."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Hurt Me!
Teen FictionDi sebuah taman yang tampak tidak terawat, daun-daun kekuningan bunga yang gugur berjatuhan di atas rerumputan hijau yang basah terkena tetesan rintik hujan. Angin bertiup semakin kencang, sosok gadis berambut sebahu itu menangis sengungukan di bawa...