28. Segitiga

404 35 17
                                    

David cemas bukan main, melihat Rily yang belum sadarkan diri membuatnya semakin di rundung rasa gelisah.

"Dia beneran udah nggak papa David, kamu jangan terlalu khawatir." ucap Mbak Riri, penjaga UKS. "Dia cuma butuh istirahat, kamu gak perlu panik gitu."

"Tapi Mbak, kok belum sadar-sadar ya? Apa perlu dibawa ke rumah sakit?"

Wanita berumur 23 tahun itu tertawa renyah, ia sedang sibuk merapikan obat-obat di dalam lemari. "Gak perlu, nanti sadar kok. Kamu pacarnya ya? Kok Mbak baru tahu?"

"Enggak Mbak, dia adik kelasku."

"Namanya?"

"Rily Mbak."

"Cakep ya, kayak orangnya." Mbak Riri melirik kecil David yang masih memperhatikan Rily yang tidak sadarkan diri di atas brankar. "Pantas kamu naksir."

David menegak, refleks memiringkan kepala, menatap Mbak Riri yang juga membalas tatapannya.

"Mbak bener ya? Kok kaget gitu mukanya?"

"Ahhh ..." David meringis sembari mengusap pelan lengannya. "Keliatan banget ya Mbak?"

"Enggak juga, kalo diliat dari sikap kamu, itu udah biasa. Semua orang juga tahu gimana pedulinya kamu sama anak-anak HB, dan wajar-wajar aja kamu panik kalau ada yang pingsan karena korban labrakan."

Mbak Riri menutup pintu lemari yang berisi obat-obat, kini menghadap sepenuhnya kepada David.

"Dari sorot tatapan matamu, Mbak tahu perbedaannya."

"Beda gimana Mbak?" tanya David masih tidak paham.

"Ya kamu nggak bakalan tahu, karena kamu mana bisa liat mata kamu sendiri pas natap Rily." Mbak Riri berjalan mendekat ke arah David. "Teduh banget kamu ngeliatinnya, makanya Mbak tahu."

"Oh..."

"Dulu, pertama kali kamu ke UKS, bawa Glapita yang pingsan. Kamu tuh khawatir banget, rela jagain disini sampai sadar. Bentar-bentar nanya, 'Mbak, Glapita nggak kenapa-kenapa kan?'. Disitu Mbak mikir kamu ada rasa sama Glapita, tapi besoknya kamu juga ke UKS bawa orang yang beda. Kamu juga panik, kamu juga luangin waktu kamu buat jagain mereka sampai sadar."

Mbak Riri menuangkan secangkir air putih ke gelas, memberikannya kepada David yang langsung menerima.

"Makasih Mbak." David langsung meneguk air itu, rasa haus sudah menggerogoti tenggorokannya sejak tadi. Namun kehawatirannya pada Rily mengalihkan segalanya.

Mbak Riri mengangguk. "Kamu tahu nggak Vid, setiap kali kamu ke UKS. Mbak selalu buat penelitian ke kamu, soalnya kok bisa ya ada cowok ganteng dan sebaik kamu, nolongin orang bukan karena modus. Nih ya, kamu kan memang ketua osis, tapi nggak semua ketua osis harus segininya loh, ke teman atau adik kelas kamu.

"Makanya Mbak suka ngamatin tingkah laku kamu ke semua orang yang kamu tolong. Dan semua itu sama aja, karena kamu baiknya ke semua orang. Tapi, tatapan kamu yang buat beda, cara natapmu ke Rily itu lho, yang buat Mbak sadar kalau kali ini ada yang beda. Mbak kayak udah nemu hasil dari penelitian Mbak selama ini, dan jujur aja Mbak senang banget." Mbak Riri tertawa, minyak kayu putih yang berada di atas nakas ia raih dan diusapkannya ke bagian bawah area hidung Rily.

"Biasanya, sepanik apapun kamu, senyum menggodamu gak pernah luntur kalo ketemu Mbak. Ini dari tadi Mbak perhatiin, muka kamu kayak sadboy. Tinggal nambah headseat di telinga terus dengerin lagu galau, udah cocok Vid."

David tertawa kecil.

"Nah, gitu, jangan kusut banget mukanya."

Mbak Riri berjalan menuju mejanya. "Tapi Vid ... "

You Hurt Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang