16. Cinta yang kalah dan hati yang terluka

528 31 2
                                    

Rapat Osis tiba-tiba diadakan saat istirahat. Beberapa anggota Osis yang sudah berada di kantin, saat rapat di umumkan melalui mikrofon sekolah, terpaksa menunda aksi mengisi perut. Sedikit tidak rela, karena harus menahan lapar. Namun, saat mendengar pengumuman jika rapat yang diadakan saat ini begitu penting. Ikhlas tidak ikhlas, mereka harus hadir di rapat itu.

Di dalam ruangan Osis, Glapita sudah berdiri dengan tangan bersedekap dan tatapan datar. David belum berada di dalam ruangan itu, sedangkan yang lain sudah lengkap, tinggal hanya menunggu rapat dimulai.

Rily meneguk ludah. Ia menoleh kepada gadis disampingnya, yang tiba-tiba mengajaknya bicara.

"Menurut lo kenapa tiba-tiba ada rapat?"

"Hm?" Rily berpikir sesaat. "Karena ada hal penting, mungkin?"

Gadis yang duduk disamping Rily itu menganguk-anggukkan kepala. "Tapi kok gue liat kak Glapita kayak marah ya?"

Rily ikut memandang Glapita. "Kenapa marah?"

Gadis berwajah tirus itu menggelengkan kepala. "Eh, eh diem. Kak David datang," bisiknya sembari menegapkan badan.

Rily ikut menegakkan badan, menatap David yang berjalan memasuki ruang Osis sampai berhenti disamping Glapita. Di meja panjang berbentuk bundar, Glapita dan David berdiri di hadapan semua anggota Osis yang lainnya.

"Kok tiba-tiba ada rapat?" tanya David sepelan mungkin, agar tidak menarik perhatian yang lain. "Sepenting apapun rapatnya, gue dan yang lain berhak tau kalau lo mau ngadain rapat. Kita harus diskusi dulu, biar semuanya sama-sama luang. Kalo tiba-tiba kayak gini, yang lain mungkin punya urusan lebih penting daripada rapat."

Glapita diam, ia tidak mengubris ucapan David. Menghadap depan, Glapita menatap lurus hadapannya, dimana ada gadis berpipi cubby yang membalas tatapannya dengan kalem.

"Saya Glapita, wakil ketua Osis yang mengadakan rapat ini." Glapita menatap sekilas David yang tampak pasrah disampingnya, mengikuti alur. "Ada dua hal yang bakalan kita bahas. Yang pertama, proposal kita disetujui sama Kepala Sekolah."

Semua yang berada di dalam ruangan itu bertepuk tangan. Rily tersipu malu, saat ada beberapa orang yang memuji kerja bagusnya.

"Kita bakalan bahas itu di pertemuan selanjutnya." ucap Glapita masih dengan wajah datar. "Yang kedua, Pak Herman bilang ke saya kalau ada salah satu anggota Osis yang bermasalah."

Rily yang awalnya masih tersenyum lebar, kini terpaku. Seperti sebuah hantaman besar, yang berhasil melenyapkan senyum manis itu dari bibirnya.

"Kita bisa bicarain ini secara privasikan?" ujar David buka suara. "Jangan menghakimi di depan banyak orang," David dengan jelas melihat kegugupan di wajah Rily.

"Kenapa gak sekalian? Kita udah terlanjur rapat, jadi sekalian bahas itu juga. Biar jadi peringatan buat yang lain." gumam Glapita tak terbantah. "Ini bukan menghakimi kok,"

Rily menggigiti bibir bawahnya, matanya sudah berkaca-kaca.

"Rily Syafira Almeera? Bisa berdiri?"

Rily membeku.

"Lo, kan, yang namanya Rily? Sekretaris kedua Osis? Kaki lo sehat? Silahkan berdiri,"

Dengan gerakan pelan, Rily bangkit dari duduknya. "I-iya kak, saya Rily Syafira Almeera." ucapnya terbata.

"Lo yang udah malu-maluin Osis?" bentak Glapita membuat yang lain termundur kaget. Tidak biasanya Glapita semarah ini. Bahkan ketika salah satu anggota Osis melakukan kesalahan fatal, Glapita paling hanya menasehati secara privasi.

You Hurt Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang