46. Tetap kuat

376 28 15
                                    

Akhir-akhir ini, Rily terlalu sibuk dihadapkan dengan masalah-masalah, sekalipun itu bukan masalahnya. Hingga ia lupa dengan masalah dirinya sendiri.

Rily menatap sedih bunga mawar dihadapannya. Kelopak bunga mawar itu sudah tinggal dua. Waktu Rily tinggal sedikit lagi.

Rily menatap ponselnya. Tidak ada pemberitahuan notifikasi, satu-pun dari lelaki 'itu'.

Rily menaruh dagu di atas lipatan tangannya dan kembali menatap bunga mawar di dalam vas kaca itu. "Hei mawar, jangan cepet-cepet dong jatuhnya. Gue belum siap jauh-jauh dari cowok dingin itu." Rily menyentuh vas kaca itu dengan ujung jari telunjuknya.


Tok ... Tok ... Tok ...



Rily mengerjap.

Gadis itu menegakkan tubuh dan dengan bersemangat berlari menuju balkon kaca kamarnya yang tertutup.

Rily berjalan keluar kamarnya dengan senyum yang merekah indah.

Senyum Rily lenyap saat tidak menemukan siapapun dibalkon kamarnya selain dirinya sendiri.

Rily menundukkan kepala sedih.

"Gue udah ada ahlak, jadi gue ketok pintu. Tapi dasarnya lo yang gak ada ahlak, ada orang ngetuk pintu bukannya dibukain malah ngelamun di balkon."

Rily mengangkat kepala dan menoleh kebelakang. "Kak Rilan?"

"Ape?" tanya Raylan dan berjalan mendekati adiknya itu. "Ngapain malam-malam di balkon? Dingin."

"Jadi kak Rilan yang ngetuk pintu? Bukan ngetuk balkon kamar gue?"

Raylan menyerngit lalu tertawa. "Memang lo ngarepnya apa? Ada cowok yang ngetuk pintu balkon kamar lo, gitu?"

Rily menganggukkan kepala. "Iya, tapi ternyata elo pelakunya."

Raylan mengacak puncak kepala Rily. "Makanya pas pembagian telinga jangan beli cilok dong, adikku. Gue ngetuknya pintu, lo larinya ke balkon. Beda jauhhhh ... "

Rily mendecih tak suka.

"Emang siapa yang lo harapin datang?" Raylan menyerngitkan alis. "Wait, jangan bilang kalau lo pernah biarin cowok masuk ke balkon kamar lo?"

Rily terbelalak. "E-enggak, kok." ia berusaha mengendalikan ekspresi. "Gue cuma pengin rasain adegan kayak di drakor-drakor gitu, hehe ... "

Raylan menyipitkan mata curiga. "Ingat ya, gue bakal abisin tuh cowok kalau ketahuan sama gue. Gue nggak main-main."

Rily meneguk ludah. "Apasih, udah pergi sana. Gue mau tidur,"

Raylan hanya mendecih dan berjalan keluar kamar Rily. "Tidur yang nyenyak." ucapnya dan keluar dari kamar Rily lalu menutup pintu kamar Rily.

Rily menghela napas panjang. Angin bertiup kencang membuat gadis itu dengan cepat masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kaca balkon kamarnya.

Setelah kepergian Rily kembali kedalam kamar. Sosok lelaki berhoodie hitam keluar dari persembunyiannya.

Sosok yang mengetuk balkon kamar Rily, namun memilih bersembunyi saat gadis itu membuka pintu balkon.

Sosok itu adalah lelaki yang Rily harapkan sebagai seseorang yang mengetuk pintu balkon kamarnya.

Raka, ia sedang duduk di salah satu ranting besar pohon mangga yang berhadapan langsung dengan pintu kamar balkon Rily yang kini tertutup.

Raka menatap datar pintu balkon kamar Rily. Ia bisa mendengar jelas isi dari percakapan Raylan dan Rily tadi saat di balkon.

You Hurt Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang