#12

835 65 0
                                    

3 jam sudah berlalu. Arabela melirik jam di dinding, jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 malam. Arabela menghela napas, ia tidak bisa tidur. Jika ditanya mengapa, Arabela tidak tahu. Bahkan untuk sekedar meram saja Arabela tidak bisa.

Dengan begitu Arabela memutuskan untuk bangkit dari duduknya dan berniat mengecek kembali kondisi Aldebran. Arabela dengan hati-hati membuka pintu kamar Aldebran karena Arabela tidak ingin membangunkan pria itu. Aldebran masih tertidur pulas, Arabela menghampirinya dengan pelan.

Sesampainya di sampingnya, Arabela kembali menaruh punggung tangannya pada dahi Aldebran. Arabela membelalakkan matanya begitu punggung tangannya terasa panas. Suhu tubuh Aldebran naik lagi. Arabela menjauhkan tangannya dari dahi Aldebran dan hendak bangun untuk membuatkan bubur dan memaksa Aldebran untuk meminum obat yang sempat Arabela beli sebelum ke kantor.

Namun saat Arabela hendak bangun, tangan Arabela ditahan. Arabela merunduk dan melihat Aldebran membuka matanya perlahan. Arabela kembali duduk di lantai begitu Aldebran membuka matanya dengan sempurna. Mata pria itu sayu dan merah bahkan tatapan intimidasi yang biasa Aldebran keluarkan pun tidak terlihat. Tatapannya benar-benar lemah.

"Ara.." panggil Aldebran dengan lirih.

"Al, badan kamu makin panas. Kita ke dokter, ya?" Ujar Arabela.

Aldebran memejamkan matanya kemudian menggeleng. Aldebran mengubah posisinya menjadi menyamping hingga kini ia melihat wajah Arabela dengan jelas.

"Jam berapa ini?" Tanya Aldebran.

"Jam 2." Jawab Arabela.

Aldebran menghela napasnya. "Kenapa kamu belum pulang?"

"Tadinya kalau kamu udah membaik saya mau pulang. Tapi suhu tubuh kamu makin naik, Al." Ucap Arabela.

"Istirahat, Ra. Saya baik-baik aja." Ujar Aldebran.

Arabela memutar bola matanya. "Capek saya denger kamu ngomong baik-baik aja terus. Kamu tunggu di sini, saya buatin bubur terus minum obat."

"Saya nggak suka bubur." Ucap Aldebran.

Arabela mendengus. "Saya nggak nanya kamu suka apa ngga. Pokoknya kamu harus makan." Ujar Arabela.

Belum sempat Aldebran menjawab, Arabela sudah bangkit dan meninggalkan Aldebran. Aldebran di tempatnya tersenyum kecil, walau dirinya dalam keadaan seperti itu Arabela tetap galak padanya.

Tak sampai lima belas menit Arabela sudah kembali ke kamar Aldebran dengan membawa semangkuk bubur dan segelas air putih beserta obat yang ia beli di apotik tadi sore. Aldebran sedang memejamkan matanya kembali, namun saat di rasa kasurnya ada pergerakan, Aldebran membuka matanya. Arabela telah duduk di pinggiran kasur dengan semangkuk bubur di tangannya.

"Kamu beneran bikin bubur?" Tanya Aldebran.

Arabela mengangguk. "Kamu bisa duduk ngga?" Tanya Arabela.

Aldebran mengangguk, ia mengangkat tubuhnya perlahan dan menyandarkan punggungnya pada punggung kasur. Arabela memberikan mangkuk bubur tersebut pada Aldebran namun pria itu menolaknya.

"Kenapa?" Tanya Arabela.

"Tangan saya lemas." Ujar Aldebran.

Arabela mengangkat alisnya. "Terus?"

"Suapin." Jawab Aldebran langsung.

Arabela mendengus mendengarnya. "Manja! Makan sendiri! Saya mau siapin obat." Ujar Arabela.

Aldebran terkekeh kemudian mengambil mangkuk bubur tersebut dan mulai memakannya. Aldebran memang tidak suka bubur, terakhir makan bubur mungkin sudah bertahun-tahun lalu. Namun tidak mungkin Aldebran menolak bubur buatan Arabela, bisa-bisa perempuan itu tersinggung dan ngamuk.

Aldebran memakannya dengan perlahan. Rasa bubur buatan Arabela tidak buruk, bahkan bisa dikategorikan enak. Namun memang pada dasarnya Aldebran tidak menyukai bubur maka ia tidak bisa menikmati bubur tersebut. Hingga suapan ketiga, Aldebran menyerah.

"Gak enak ya?" Tanya Arabela begitu melihat Aldebran menyudahi makannya.

Aldebran menggeleng. "Bukan. Saya nggak suka bubur."

Arabela melirik mangkuk buburnya, porsi yang ia berikan memang sedikit. "3 suap lagi habis itu." Ujar Arabela.

"Udah." Ucao Aldebran.

Arabela menghela napasnya, kemudian ia mengambil mangkuk bubur tersebut. Ia menyendoki bubur tersebut kemudian memberikannya pada Aldebran. "3 sendok lagi, Al. Nih, buka mulutnya." Akhirnya Arabela menyuapi Aldebran.

Aldebran menatap Arabela dengan alis diangkat sebelah. "Saya bukan anak ke—"

Belum sempat Aldebran menyelesaikan ucapannya, Arabela sudah lebih dulu memasukkan sendok berisi bubur ke mulut Aldebran membuat pria itu mau tidak mau menerima suapan tersebut.

Arabela tersenyum geli. "Anak pintar!" Ujarnya.

Aldebran memutar bola matanya, Arabela memang luar biasa!

"Ayo nak, 2 suap lagi." Ujar Arabela.

Aldebran menggeleng. "Ra, udah. Bisa-bisa saya muntah."

Arabela mendengus, namun melihat ekspresi Aldebran yang memang sepertinya sudah tidak bisa dipaksakan lagi pun membuat Arabela menaruh kembali mangkok buburnya ke nakas dekat tempat tidur Aldebran. Arabela mengambil gelas berisikan air mineral kemudian memberikannya pada Aldebran. Setelah Aldebran meneguk airnya, Arabela mengambil obat yang sudah disiapkannya.

"Ini emang obat pasaran yang murah. Tapi kalau saya sakit pakai ini mempan. Gapapa?" Tanya Arabela sembari menunjuk obat yang sempat ia beli di apotik saat menuju kantor kemarin.

Aldebran mengangguk. "It's okay."

Mendengar persetujuan Aldebran, Arabela membuka bungkus obat tersebut. Obat demam yang biasa ia pakai ketika ia sakit menjadi obat pertama yang Arabela kasih ke Aldebran kemudian selanjutnya antibiotik serta vitamin. Setelah selesai dengan obat, Arabela membantu Aldebran untuk tiduran kembali.

"Udah selesai. Kamu tidur lagi, saya beres-beres dulu." Ujar Arabela.

Saat tangan Arabela hendak mengambil mangkok yang tadi dipakai, tangan Aldebran mencekal lembut pergelangan tangan Arabela membuat Arabela mengurungkan niatnya dan menatap Aldebran. "Kenapa?" Tanya Arabela.

"Itu dibersihkan si mbak aja besok. Kamu istirahat." Ucap Aldebran.

"It's okay. Cuma sedikit." Kata Arabela.

Aldebran menggeleng. "Udah mau jam 3, Ra. Istirahat. Kamar tamu ada di dekat dapur, kamu tidur di situ."

Arabela menggeleng, "Saya di ruang tamu aja. Kalau kamu kenapa-kenapa bisa kedengeran."

"Saya nggak apa-apa. Udah minum obat pasti habis ini saya tertidur pulas. Please, Ra. Nurut, kamu istirahat." Ujar Aldebran.

Arabela melirik ekspresi Aldebran yang terlihat serius dan tidak terbantahkan. Arabela menghela napas.

"Iya, iya. Saya di kamar tamu. Kalau kamu butuh sesuatu telepon saya, okay?" Ucap Arabela akhirnya.

Aldebran mengangguk. Arabela pun bangkit dari duduknya kemudian mengambil mangkok beserta gelas yang sudah dipakai itu. Sebelum Arabela beranjak, ia menatap Aldebran kembali.

"Kalau butuh apa-apa telepon ya?" Ujar Arabela.

Aldebran mengangguk. "Ya."

Arabela menghela napasnya, Arabela yakin pria itu cuma iya dimulut saja. Namun jika Arabela paksakan pun Aldebran tetap pada pendiriannya. Juga, tubuh Arabela memang sudah pegal dan butuh istirahat.

"Good night, Ra." Ujar Aldebran saat Arabela membuka pintu hendak keluar dari kamar Aldebran.

Arabela membalikkan badannya kemudian menatap Aldebran. "Good night, Al. Cepat sembuh." Ujar Arabela kemudian ia menutup pintu kamar Aldebran dan beranjak menaruh mangkok serta gelas kotornya ke tempat cucian.

Arabela membersihkan peralatan masak serta mangkok dan gelas yang Aldebran pakai tadi kemudian ia mengambil tasnya di ruang tamu lalu beranjak menuju kamar tamu yanh berada di dekat dapur. Setelahnya Arabela merebahkan dirinya. Walau perasaan khawatir muncul di benaknya, tetapi rasa lelah menguasainya hingga tak lama mata Arabela terpejam dan dunia bawah sadar memenuhinya.

INTO YOU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang