Menit berlalu, Arabela kini sudah tenggelam dalam pekerjaannya. Menyusun jadwal yang seperti tidak ada celahnya untuk orang seperti Aldebran. Pria super sibuk. Bahkan Arabela tidak bisa menemukan waktu yang pas untuk atasannya itu libur. Dari senin hingga minggu pria itu tidak berhenti bekerja. Saat akhir pekan pun Aldebran tetap mengadakan kunjungan entah itu pada proyeknya atau sekedar menyapa rekan bisnisnya.
Arabela menghela napas. Entah sebenarnya Aldebran itu manusia atau robot hingga harus terus menerus bekerja. Jika Arabela menjadi Aldebran sudah dapat dipastikan setiap waktu ia akan mengeluh untuk sekedar merebahkan tubuhnya. Benar-benar pria pekerja keras, pikirnya.
"Kenapa mba?" Tanya Priska.
Arabela menoleh, ternyata Priska menyadari helaan napasnya. Arabela menggeleng kemudian tersenyum tipis. "Alde— Pak Aldebran memang pekerja keras ya, Mba?"
Priska mengangguk. "Walau saya belum lama jadi sekretarisnya, tetapi beliau memang membiarkan jadwalnya terisi penuh. Sekretaris terdahulunya bilang beliau suka mengisi waktunya dengan bekerja."
Arabela mengangguk-anggukan kepalanya. "Pantesan duitnya ngalir terus." Celetuk Arabela.
"Maaf mba?"
Arabela memberikan cengirannya kemudian menggeleng.
"Mba sebelumnya sudah kenal dengan pak Aldebran?" Tanya Priska.
Arabela menggeleng. "Saya baru mengenalnya beberapa waktu ini. Kenapa gitu?"
Priska tersenyum kemudian menggeleng. "Sekretaris terdahulunya bilang pak Aldebran tidak pernah memiliki asisten pribadi. Baru Mba yang menjadi asistennya."
Alis Arabela terangkat, "Oh ya? Tapi sejujurnya saya itu mengincar posisi kamu lho, Mba."
Priska terkekeh. "Saya juga masih tidak percaya bisa ada di posisi ini, Mba."
Arabela tersenyum, "Mungkin memang sudah semestinya seperti ini kali ya. Saya jadi asistennya, kamu jadi sekretarisnya. Tidak jauh beda, 'kan?"
Priska mengangguk. "Walau Mba tidak mendapatkan posisi sekretaris tapi mba masih bisa menjabat sebagai asisten CEO perusahaan ini."
"Betul. Makanya saya gak iri sama kamu. Jadi, kita satu tim, 'kan?" Ujar Arabela.
Priska terkekeh kemudian mengangguk. "Tentu saja!"
"Seru sekali ya ngobrol di waktu jam kerja?"
Sebuah suara berat menginterupsi keduanya. Arabela dan Priska serentak menoleh dan terlonjak kaget dengan kehadiran Aldebran di depan meja keduanya. Priska langsung berdiri kemudian menundukkan kepalanya, diikuti oleh Arabela yang berdiri tetapi bedanya Arabela malah menatap datar atasannya itu.
"Maaf, Pak." Ujar Priska.
Aldebran tidak menjawab melainkan ia menatap Arabela. "Kamu?"
Arabela menunjuk dirinya. "Saya?"
"Mata saya jelas-jelas menatap kamu." Ucap Aldebran.
Arabela mengangguk. "Ada apa dengan saya?"
Priska di sebelahnya tercengang dengan ucapan berani Arabela. Dengan segera ia menyikut lengan Arabela membuat Arabela meliriknya. "Apa?" Bisiknya.
"Kamu tidak baca peraturan karyawan di perusahaan ini? Perbanyak bekerja daripada berbicara." Ujar Aldebran.
Arabela menepuk jidatnya kemudian ia membentuk tangannya hingga membuat tanda 'oke' dengan jari telunjuk serta jempolnya.
Aldebran mengangkat alisnya. "Apa maksudnya itu?"
"Oke." Ucapnya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

KAMU SEDANG MEMBACA
INTO YOU [ON GOING]
Romance[SEQUEL DARI SECOND WIFE] ALDEBRAN & ARABELA ____________________________________________________________________ "Kamu pernah bilang, "I'm so into you.". Tapi satu hal yang lupa kamu jelaskan, kata "You" di kalimat kamu itu mengarah pada siapa? Aku...