#25

831 53 9
                                    

Satu jam telah berlalu setelah Morana masuk ke dalam ruangan Aldebran. Arabela melirik jam yang dipakainya, waktu sudah menunjukkan pukul 12.00, artinya jam makan siang telah tiba. Arabela melirik Priska yang sudah bersiap untuk pergi ke kantin.

"Mau makan bareng nggak, Mba?" ucap Priska.

Arabela terdiam sebentar. Biasanya Aldebran mengajaknya makan siang bareng. Ia lalu menggeleng. "Duluan aja deh. Nanti saya nyusul." tolak Arabela sembari tersenyum.

Priska mengangguk kemudian ia beranjak meninggalkan Arabela. Setelah Priska masuk ke dalam lift, Arabela mengambil ponselnya dan memeriksa apakah ada pesan masuk atau tidak. Ternyata tidak ada satupun pesan dari Aldebran. Arabela menghembuskan napasnya lalu menyandarkan punggungnya pada punggung kursi. Ia melirik pintu besar yang tidak kunjung terbuka.

Haruskah Arabela makan siang duluan?
Tetapi jika Aldebran meminta untuk bareng, bagaimana?

Seakan memiliki telepati khusus, pintu besar itu terbuka dan menampilkan dua manusia yang menjulang tinggi tersebut. Melihat itu Arabela langsung berdiri, senyumnya mengembang.

"Priska mana?" tanya Aldebran sembari menghampiri Arabela.

"Kantin." jawab Arabela.

Arabela melirik Morana yang matanya terlihat merah. Wanita itu menghindari tatapan Arabela membuat Arabela mengalihkan tatapannya pada Aldebran. "Mau keluar?" tanya Arabela.

Aldebran mengangguk. Pria itu menatap Morana. "Tunggu di lobi." titah Aldebran yang lamgsung diangguki oleh Morana.

Sebelum beranjak, Morana menyunggingkan senyum tipis pada Arabela sebagai tanda pamitan yang kemudian diangguki sekilas oleh Arabela. Setelah Morana masuk ke dalam lift, Arabela keluar dari tempatnya kemudian berdiri di hadapan Aldebran.

"Habis berantem?" tanya Arabela.

Aldebran menggeleng. "Just a little drama, as usual." kemudian Aldebran melirik arloji senilai harga rumah di Jakarta itu. "Aku mau makan siang bareng temen kuliah. Mau ikut?"

Ah, rupanya Aldebran sudah ada janji. Mengalah, Arabela menggeleng. "Have fun then."

"Ikut aja ya?" tawar Aldebran sekali lagi karena merasa tidak enak jika Arabela harus makan siang sendirian. Salahnya ia lupa mengabari bahwa makan siang ini ia sudah ada janji.

Arabela terkekeh lalu menggeleng. "Aku nyusul Priska aja. Sana, Morana nanti nunggunya kelamaan."

Aldebran menghela napasnya. Terlihat keraguan di matanya. "Atau aku batalin aja?"

apakah Aldebran sebucin itu? batin Arabela merasa ngeri dengan pria di hadapannya.

Arabela mendecak lalu menggeleng. "Gak usah aneh-aneh.  Sana, berangkat."

Walau terlihat enggan, Aldebran mengangguk. Ia memajukan badannya, berniat mengecup pelipis Arabela. Namun dengan sigap Arabela mundur dengan mata yang melotot. "Ngapain?!" serunya langsung.

Aldebran mengerjap melihat penolakan Arabela. "Kok ditolak?"

Arabela menatap ngeri cctv yang berada di segala sudut ruangan. Melihat itu Aldebran mengangguk mengerti. Ia lupa jika kini berada di kantor. Bisa bahaya jika Arabela tidak menghindar tadi. Pasalnya cctv di luar ruangan Aldebran bebas diakses oleh pihak keamanan membuat Arabela harus bisa menjaga sikap agar tidak ada yang tahu tentangnya dengan Aldebran. Berbeda dengan cctv yang berada di dalam ruangan Aldebran. Hanya para direksi yang bisa mengaksesnya.

"Yaudah. Ayo turun bareng." ajak Aldebran.

Arabela mengangguk. Ia mengambil ponsel beserta dompetnya lalu menyusul Aldebran yang sudah lebih dulu menekan tombol lift. Begitu pintu lift tertutup, Aldebran langsung mengikis jarak antar keduanya membuat Arabela menatap waspada.

INTO YOU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang