24. Despair

130 23 21
                                    

Aku terkejut melihat orang yang sekarang berada di hadapanku itu. Rasa heran meliputi pikiranku. Mengapa orang ini berada di sini? Mengapa Sang Putra Mahkota, Alleon Fürst de Zephyr berdiri di hadapanku?

"Bagaimana kau bisa ke mari? Tidak. Mengapa Anda datang ke tempat seperti ini?"

Alle membuka tudungnya, menampakkan rambut pirang hazelnutnya. Ia mengibaskan rambutnya pelan lalu menatapku dalam.

"Akhirnya aku menemukanmu," ujarnya terkekeh. Seketika tubuhku bergidik mendengarnya.

"Tolong jangan ucapkan seperti itu. Anda membuatku merinding," balasku sambil melipatkan kedua tanganku di depan dada.

Kami memandang satu sama lain kemudian tersenyum. Sudah berbulan-bulan kami tidak bertemu atau pun berkomunikasi. Dan kami melupakan suatu hal, orang yang sedari tadi memandang kami dengan tatapan seperti dikejar hantu.

"A-a-apa yang dilakukan Sang Putra Mahkota di sini? Apa yang Anda, tidak, mengapa Anda berada di tempat kotor semacam ini?" tanya Rylee tidak mempercayai penglihatannya. Sepertinya ia baru sadar sebab tadi Alle memakai tudung yang jelas tidak memperlihatkan wajahnya.

"Ah, aku? Aku ke sini untuk mencari temanku, ah tidak ... bagaimana kalau kubilang aku sedang mencari sepupuku? Dan aku menemukannya," jawab Alle dengan santainya.

Sungguh ingin kubekap mulutnya saat itu juga namun Nacht yang berada di sebelahnya bisa saja refleks menghalangiku.

"Sepupu Anda?" tanya Rylee menaikkan sebelah alisnya. Keringat dingin mulai turun dari dahiku. Alle, aku belum memberitahukan sedikit pun identitasku padanya!

Tiba-tiba saja Rylee menatapku tajam. Ia mengepalkan tangannya kemudian berujar, "ah, dugaanku ternyata benar."

Perkataan singkatnya itu sontak membuatku berbalik membelalakan mata. "Apa!? Kau mengetahuinya?"

Kini Rylee tampak menahan tawanya, ia melipat kedua tangannya pelan lalu kembali membuka suaranya.

"Kau pikir aku tidak pernah merasa aneh dengan kedatangan seorang pemuda berpakaian cukup mewah malam hari itu? Dirinya terkapar tidak jauh dari depan rumahku, lalu tiba-tiba saja minggu berikutnya ia membawa beberapa orang bangsawan dengan maksud membantu mereka? Anda pikir aku sebuta itu, Tuan Xavier?"

Aku menggeleng, "ya- tidak. Hei malam itu aku belum menyantap makanan apa pun! Jelas aku tidak bisa melawan para penyamun itu sendiri. Lagi pula siapa yang beringsut menyembah anak-anak bangsawan itu? Kau juga kan yang menyuruhku ikut membungkuk?"

"Apa? Kau- Aku tidak pernah membayangkan kalau orang yang biasa membantuku di ladang merupakan seorang putra bangsawan. Aku harus menuliskan hal ini di buku catatanku."

"Oy!"

"Pftt, AHAHAHAH. ASTAGA apa yang terjadi padamu selama berada di luar kediamanmu? Diserang oleh penyamun? Berlutut menyembah anak-anak bangsawan? Seorang Xavier? Ahahaha Nacht, tolong katakan apa yang kudengar barusan adalah khayalan?"

Alle malah menertawakan kami. Pada akhirnya aku menyerah agar topik ini segera berganti. Rylee mengajak kami semua untuk masuk ke rumahnya sehingga percakapan kami lebih nyaman dan tertutup.

"Jadi, boleh kutahu nama aslimu?" tanya Rylee begitu ia selesai menuangkan beberapa cangkir teh untukku, Alle, dan Nacht.

Aku menghela nafas sebentar. Dengan ini, identitasku telah terbongkar.

"Baiklah, mari kita mulai dari awal. Salam kenal Nona Rylee Caricia. Namaku Xavier Zchutten von Leuwiq. Seperti yang kau dengar, sepertinya aku tidak perlu menjelaskan lagi tentang keluargaku bukan?"

Crimson MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang