- { 3 } -

1.8K 152 9
                                    

3. Darrel

 Darrel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak Rama"

Rama menoleh, ia mendapati Raga yang berjalan sembari menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri. Melihat hal itu, Rama menyudahi memakai sepatunya. Ia menghampiri Raga, "kenapa, Ga?"

"Aku mau keluar, kak. Boleh gak?" Tanya Raga dengan senyum yang masih terpajang tampan di wajahnya.

"Boleh, dong. Cuma keluar buat cari angin doang masak ga boleh"

Raga menggeleng, "bukan, bukan itu maksudku. Aku mau jalan-jalan keluar rumah, aku mau menjelajahi dunia ini lebih luas, kak"

Rama terdiam sekejap, ia tentu tidak bisa membiarkan Raga berjalan sendirian mengingat bahwa Raga tidak bisa melihat. Tapi hari ini dia ada jam kuliah, tidak mungkin untuk di tinggalkan juga. Jika Rama tidak mengizinkan Raga, bukan kah akan terkesan bahwa ia tidak mempercayai kemampuan sang adik? Bahkan ia akan terkesan menghina secara halus. Namun kalau ia mengizinkan, nyawa adiknya dalam bahaya.

"Raga, dengerin kakak, ya. Kamu boleh kok keluar, kakak seneng ngeliat kamu punya inisiatif untuk menjelajah lebih dalam lagi. Tapi ga sekarang, ya. Kakak ada kelas hari ini, dan ga bisa di tinggal. Besok aja gimana? Kebetulan besok jam kuliah kakak dapet siang, mau?" Ini keputusan dari Rama, mengizinkan sekaligus menolak secara halus dengan bersamaan.

Raga nampak mengangguk, senyumnya terlihat tak secerah tadi. Rama tahu Raga sedikit kecewa pada dirinya, tapi ia juga tahu, kalau Raga selalu berfikir dewasa dan positif.

"Kalo gitu kakak berangkat dulu, kamu jaga diri, ya. Bang Darrel bakalan dateng jam sembilan, kamu tunggu dulu aja di sofa, okay?" Raga mengangguk menjawabnya, dan setelah itu, Rama pergi meninggalkan rumah.

Tangan Raga meraba sekitar, ia berjalan perlahan menuju sofa. Namun niatnya ia urungkan. Ia mendengar suara teriakan anak kecil yang meminta tolong. Raga berputar arah, ia menambah kecepatan langkahnya.

Dan ya, ia berhasil hingga halaman depan. Perlahan, Raga berjalan menuju gerbang rumah. Setelah ia merasa memegang gerbang, tangannya menggeser mencari dimana ia bisa membuka gerbang tersebut.

Dan wollaaa! Gerbang nya terbuka. Raga berjalan tak menentu arah. Ia hanya mengikuti suara tangisan anak kecil yang semakin tajam di telinganya.

Langkah semakin ia percepat kala mendengar suara tangisan itu semakin menjadi-jadi dan terdapat juga suara rintihan di sana. Tak berselang lama, langkah Raga terhenti.

Raga menyadari suatu hal bersamaan dengan hilangnya suara tangisan tersebut. Suara itu tidak ada. Itu hanya sebuah bayang-bayang masa lalu yang masih sering menghantui Raga saat ini. Bayang-bayang yang membuat Raga ikut merasakan sesak. Raga mundur perlahan, ia tidak tahu keberadaannya saat ini. Yang ia tahu hanyalah, kini ia telah sampai di jalan raya.

SEKUAT RAGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang