Di saat anak seusianya mengejar ilmu dan bermain, ia harus memilih menghabiskan waktu di rumah. Ketika teman-temannya memikirkan tujuan hidup mereka, ia hanya mengikuti apa kata orang saja. Karena hidupnya memang tak memiliki tujuan.
Namanya Raga, p...
Rama memandang pilu Raga yang masih terpejam. Terhitung lima jam sudah Raga pingsan, namun enggan membuka mata. Kini hanya Rama saja yang menjaga Raga, terakhir kali Rama bertemu dengan Raka adalah saat dimana mereka membicarakan tentang penyakit Raga. Dan Gavin, pria itu belum lama pulang, sudah cukup larut untuk Gavin, ditambah lagi dengan tubuh Gavin yang babak belur.
Tangan Rama terulur menggenggam tangan Raga yang terpasang infus. "Maafin kakak, Ga. Kakak gagal buat jagain kamu. Kakak ga bisa tanggung jawab sama kamu. Bahkan, kakak gagal jadi kakak yang baik buat adek-adek kakak. Ma, pa, maafin Rama karena udah gagal jagain mereka" ini yang Rama takutkan dari dulu. Rama sangat jakut jika pada akhirnya ia gagal menjadi kakak yang baik, Rama takut jika ia tidak bisa bertanggung jawab terhadap kedua adiknya.
Rama menghapus jejak air matanya. Ia menatap dalam wajah Raga. Jika boleh jujur, biarkan saja Rama yang ada di posisi Raga saat ini. Rama tidak bisa melihat adiknya harus berjuang keras dalam hidupnya. Dari Raga masih balita, Raga sudah didiagnosis menderita Glaukoma hingga ia buta. Dan kini, di umurnya yang belum memasuki tahap legal tersebut harus mendapatkan satu lagi penyakit.
Tangan Raga tergerak diiringi dengan matanya yang perlahan membuka. Rama lantas tersenyum dan segera memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Raga saat ini.
Tidak butuh waktu yang lama, seorang dokter dengan satu suster masuk kedalam ruangan Raga. Sang dokter memeriksa keadaan Raga dimulai dengan memeriksa keadaan detak jantung Raga. Dokter yang kali ini berbeda dengan dokter yang tadi. Kali ini, Raga langsung diperiksa oleh dokter spesialis ginjal.
"Raga, sebelumnya apa yang kamu rasakan?" Tanya dokter dengan nametag Dr. Arifin.
Apa saatnya Raga untuk menceritakan apa yang ia rasakan belakang ini? Tapi bagaimana dengan komitmen yang telah Raga buat? Jika ia bercerita, apa yang akan terjadi? Jika ia tidak memberi tahu, apa mungkin semuanya baik-baik saja? Atau sebaliknya? Banyak sekali pemikiran yang ada di kepala Raga. Rasa bimbang makin mendatangi Raga. Harus apa dia?
"Ga, kamu jawab, ya. Kakak mohon, kali ini kamu jujur. Jangan dipendam sendiri, oke?" Bujuk Rama, ia tahu adiknya saat ini tengah mempertimbangkan sebuah keputusan.
Raga mengangguk perlahan. "Aku ngerasain nyeri di perut dan punggung. Kepalaku sakit, dadaku juga sempet sesak, dan aku ngerasa lemes" tutur Raga, kali ini ia berkata apa adanya tanpa ada yang dikurangi maupun ditambahkan.
Dokter Arifin mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Sus, kamu periksa lagi, ya. Rama, kamu ikut saya ke ruangan saya dulu" titah dokter Arifin yang dibalas anggukan oleh Rama.
***
Rama duduk berhadapan dengan dokter Arifin di ruangan dokter tersebut.
"Ram, dari pemeriksaan yang saya lakukan barusan maupun setelah Raga dipindahkan ke ruang inap tadi. Sudah jelas bahwa Raga mengidap gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis itu sama-sama berbahaya. Tapi, gagal ginjal masih bisa disembuhkan. Sebelumnya, apa dikeluarga punya riwayat penyakit ginjal?"
Rama mengangguk. "Mama pernah mengidap kanker ginjal. Dan adik saya yang satu lagi pernah mengidap gagal ginjal akut."
"Sudah sangat jelas disini, faktor terbesar datang dari orang tua dan saudara kandung yang memiliki hubungan darah dengan Raga. Dan juga, ginjal Raga dalam fase lemah saat ini dimana 87% fungsi ginjal Raga udah hilang. Maka saya minta ke kamu, jaga baik-baik Raga. Jangan terlalu banyak mengonsumsi banyak obat, rutin berolahraga, dan jangan sampai pinggul Raga mengalami benturan yang keras. Gagal ginjal akut tetap bisa disembuhkan, kita akan melakukan cuci darah untuk penyembuhan Raga. Besok kita bakalan mulai cuci darah dengan metode Hemodialisis. Dan nanti, setelah Raga sudah melakukan rawat jalan, bawa Raga kesini sekitar 3 kali dalam seminggu diperhitungkan dari besok. Segitu saja, ada yang kamu belum paham, Ram?"
Rama menggeleng lemah dan tersenyum. "Ga ada, dok. Terimakasih untuk penjelasan dan perawatannya. Kalau gitu aku permisi" setelah di angguki oleh Dokter Arifin, Rama pergi keluar dari ruangan dokter tersebut.
Ketika sampai di luar, tubuh Raga merosot begitu saja. Hatinya terasa hancur. Pikirannya saat ini tertuju pada Raga. Walaupun gagal ginjal masih kalah dengan kanker ginjal, tetapi tetap saja Rama sedih, ini mengancam kesehatan Raga.
"Ga, terlalu berat ujian di hidupmu. Ya tuhan, bolehkah aku menggantikan posisi Raga saat ini?"
•
•
•
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.