- { 30 } EPILOG -

1.4K 75 2
                                    

30. Keluarnya Air Mata

 Keluarnya Air Mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gavin terdiam termenung menatap lantai rumah sakit yang terasa hampa baginya. Mata yang ada di wajah tampan itu sembab, terlihat masih berkaca-kaca.

Kenapa Tuhan menggariskan takdir seperti ini kepadanya? Mengapa Raga diambil sebelum ia menolong sahabatnya?

Di tengah pikiran yang sedang kalut, Raka keluar dari ruangan penuh duka yang menjadi saksi perginya Raga. Keadaan Raka hancur. Wajah memerah, baju tidak rapi dan rambut acak-acakan.

Kakak kedua Raga tersebut berlalu di hadapan Gavin. Ia menyender pada tembok, lalu meluruh begitu saja. Kepala ia telungkupkan ke dalam tekukan kaki. Bahu kokoh yang selalu ia tampilkan kini bergetar. Akhirnya, aliran air berhasil ia keluarkan.

Dan Gavin yang menyaksikan, hanya mampu tertegun. Baru pertama kali ia menyaksikan Raka kacau seperti ini. Dan kali pertama ia melihat Raka menangis setelah kepergian mendiang orang tuanya.

Gavin tahu, Raka baik. Ia juga tahu, Raka selama ini hanya menyimpan banyak luka di dalam sikapnya. Raka membangun benteng tinggi pada hati dan pikirannya semenjak ia yatim piatu. Benteng yang ia buat itu, terlalu tinggi hingga membuat air mata sulit untuk menerobos. Dan benteng itu pula, yang membuat Raka jatuh terlalu dalam.

Fokusnya Gavin pada Raka kini teralihkan pada Rama yang menepuk pundaknya. Ia menutup mata sejenak sebelum menoleh. Melihat wajah Rama yang menampilkan wajah sayu.

"Kamu istirahat dulu, suster bakalan nganterin kamu ke kamar," ujar Rama.

Gavin hanya mengangguk. Ia tidak ingin mengganggu suasana berkabung yang membuat perasaan orang-orang terguncang. Bahkan, tadi ia juga melihat Dokter Arifin yang menangis dan meminta maaf kepada istrinya. Namun di hati Gavin, ia sedikit merasa lega karena Raga memiliki banyak orang yang menyayanginya.

Setelah kursi roda Gavin dibawa oleh perawat wanita, Rama mendekati Raka. Di dekapnya tubuh sang adik, sebelum ia berucap. "Keluarin aja, Ka. Jangan ditahan."

Sedangkan yang ditenangkan, hanya mampu menangis. Raka merasa hancur. Sekali lagi, ia melihat bagaimana meninggalnya orang terkasih yang ia miliki.

Tahu rasanya menjadi Raka?

Sakit? Tentu.

Sedih? Apalagi.

SEKUAT RAGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang