- { 16 } -

808 71 3
                                    

16. Bima

 Bima

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seusai dari pemakaman tadi, Rama tidak langsung mengajak Raga pulang. Hari ini ia tidak ada kelas, ia juga mengambil cuti pekerjaan-pekerjaannya. Yang ingin Rama lakukan sekarang adalah menghabiskan waktu bersama dengan adik-adiknya, ralat, hanya dengan satu adiknya. Ia sudah makan bersama Raga juga memutari kota yang mereka tinggali.

Di sela makan tadi, Rama sudah menghubungi adik sulungnya. Namun ia terkejut ketika mendengar suara yang sangat gaduh saat sambungan telepon mereka terhubung tadi. Dan Raka dengan tegas menolak ajakan Rama. Raka bilang ia ada urusan yang jauh lebih penting.

Di sini lah Raga dan Rama sekarang, di sebuah bendungan yang terletak di pinggir kota. Sengaja Rama mengajak Raga kesini, sejujurnya Rama ingin melihat sunset bersama dengan Raga. Tapi sayangnya, hanya Rama yang mampu melihat ke indahan sunset di sore hari ini.

Mata Raga menutup tenang serta hidungnya menghirup udara dalam-dalam. Suasananya segar. Raga juga merasakan bahwa tubuh bagian depannya jauh lebih panas daripada bagian belakang seperti punggung dan lainnya. Ketika bertanya kepada Rama, kakak Raga itu menjawab bahwa di depan mereka saat ini matahari tengah terbenam.

Ada secuil keinginan untuk melihat keindahan fenomena yang sering disebut dengan sunset tersebut, namun Raga sadar bahwa ia hal tersebut tidak akan terjadi.

"Kak,"

Rama menolehkan kepalanya menatap Raga. "Kenapa?"

"Ada sesuatu yang aku mau aku pinta ke kakak," ujar Raga dengan nada halus miliknya.

Satu alis Rama naik memiliki maksud penasaran dengan apa yang ingin Raga katakan.

"Apa itu, Ga?"

"Kalo suatu saat Tuhan bakalan ngambil aku dan bawa aku berkumpul sama Rafa juga mama papa, aku mohon, kak Rama sama Kak Raka jangan pernah bertengkar lagi, ya?"

Rama diam. Ucapan Raga terdengar annoying di telinga Rama. Permintaan macam apa itu?

"Ngomong apa sih kamu, Ga!" Rama membuat sebuah tawa kecil, agar suasana hangat kembali menyelimuti keduanya. "Untuk bertengkar sama kak Raka, kakak bakalan usahain. Dan semoga aja, semesta menyetujui kalo kita akur."

"Tapi, kalo besok nyawaku udah di ambil gimana?"

***

Raka duduk di salah satu meja restoran dengan tatapan mata tajamnya. Ada alasan untuk ia seperti ini. Orang yang ada di depan Raka saat ini membuat Raka naik pitam.

"Apa mau lo?!" Tanya Raka memulai pembicaraan.

"Mau gue? Masih nanya lo?" Pria itu berdecih sejenak. "Lo inget sama perintah yang pernah lo ajuin ke gue? Mau main-main lo sama gue, hah?"

Raka mengeluarkan smirk miliknya, orang ini semakin melunjak. "Main-main bareng lo sama dengan main ama setan!"

"Terserah lo sih. Terus ... Gimana soal lo yang mau nyelakain adek lo? Udah berhasil?"

"BIMA ANJING!" Raka tidak bisa mengendalikan emosinya. Dengan cepat, ia memberikan pukulan kepada lelaki bernama Bima yang ada di depannya tersebut.

Bima menyentuh sekilas pipinya yang di beri bogeman oleh Raka, sempat meringis, namun ia tetap berusaha untuk biasa-biasa saja. "Kayaknya lo emang mau main-main sama gue. Okay, mari kita lakuin permainan yang gue sama lo inginkan."

***

Raga serta Rama memasuki rumah mereka yang masih terlihat gelap. Lampu halaman, lampu teras dan lampu rumah semuanya tidak di nyalakan. Padahal, meskipun siang hari lampu rumah tetap menyala karena rumah mereka tidak dibiarkan gelap oleh Rama. Lalu, kenapa ini gelap semua?

"Ga, kamu diem di sini bentar, ya," wajah Raga terlihat bingung namun samar. Kenapa ia disuruh menunggu sedangkan mereka sudah sampai rumah?

"Kenapa, kak? Kok aku disuruh nunggu? Bukannya udah sampe rumah?" Pertanyaan beruntun itu Raga berikan kepada Rama yang sudah meninggalkan Raga untuk menyalakan lampu, dimulai dengan lampu halaman, yang tentu saja meninggalkan Raga di dalam rumah.

"Kak?"

"Kak Rama?"

"Kak?"

"Kakak ada dimana?" Tangan Raga tergerak kesana kemari mencari keberadaan sang kakak. Namun ia tak menemukannya. Sejak kapan ia ditinggal oleh Rama?

Selanjutnya Raga bungkam. Ia tidak tahu apa yang terjadi saat ini. Tapi, kenapa ia tidak mendengar suara Rama ataupun mencium baunya? Sudah dipastikan Rama jauh darinya saat ini.

Rama pernah bilang, jangan melangkahkan kaki kemanapun ketika ia sedang tidak bersamanya. Maka dari itu, Raga diam dan berjongkok sembari menunggu Rama.

Pyarrr

"Kakak!"

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai, Smoochies!

Aku update untuk part 16. Jujur, publish part ini perlu banyak pertimbangan dan revisi berulang kali. Aku merasa agak aneh dengan narasi di sini. Tapi, semoga kalian suka, ya!❤️

Btw, aku sangat terharu sama excited-nya kalian dengan cerita ini, dan bahkan menyempatkan untuk vote dan comment. Bener-bener salut sama kalian. Semoga, ke depannya cerita ini bisa terus menghibur, ya.

Thank you^^

SEKUAT RAGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang