- { 21 } -

970 86 3
                                    

21. Kehilangan

Rama berlari ke memasuki kawasan rumah sakit. Ia terus-menerus meramalkan doa agar Raga tidak mengalami kondisi yang buruk. Belum lama Raga dikabarkan bahwa ia mengidap gagal ginjal. Dan sekarang, Raga dikabarkan kecelakaan.

"RAMA!" Rama berhenti ketika melihat Dokter Arifin mendekat. Rama baru sadar jika rumah sakit ini adalah rumah sakit tempat Dokter Arifin bekerja.

"Dok." Rama menyalami tangan Dokter Arifin. Semenjak dari kediaman Dokter Arifin, Rama memulai kebiasaan baru ketika bertemu dengan beliau.

"Kamu ngapain di sini? Lari-lari lagi, keringetan kan jadinya. Kamu juga keliatan khawatir, kenapa?"

"Raga kecelakaan, Dok"

Dokter Arifin membelalakkan mata. Ia sangat terkejut dengan apa yang Rama ungkapkan. Raga kecelakaan?

"Kenapa bisa kecelakaan?"

Ah, Dokter Arifin sempat-sempatnya bertanya ketika Rama dilanda khawatir seperti ini. "Aku juga gak tau, Dok. Tadi pas kuliah aku dapet telepon dari Raka kalo Raga kecelakaan. Dok, kalo gitu aku duluan, ya. Aku pengen buru-buru ngeliat keadaan Raga."

Ketika Rama hendak melangkah, Dokter Arifin menahan. "Saya ikut, Ram. Ada sesuatu yang saya takutin."

Rama mengangguk mempersilahkan. Ia terlalu panik untuk menjawab dan menunda waktu lebih lama lagi.

• S E K U A T R A G A •

"RAKA!"

Raka enggan untuk mendongakkan kepala. Raka membiarkan kepalanya tertunduk dan tidak perduli terhadap Rama yang kini berdiri tepat di samping Raka.

"Kenapa Raga bisa kecelakaan sih, Ka? Kakak suruh kamu buat jagain Raga, BUKAN BUAT NYELAKAIN RAGA, KA! Kakak tau kamu benci sama Raga, TAPI GAK KAYAK GINI CARANYA! Kakak udah nyuruh kamu megang baik-baik kepercayaan kakak, tapi apa? Kamu selalu kayak gini. Kamu selalu ngecewain kakak. Kamu gak berguna, Ka." Rama mengeluarkan segala amarahnya ke Raka. Ia sungguh kecewa. Ia pikir Raga akan aman jika dengan Raka. Namun Rama salah, ia salah besar.

Raka mendengarkan setiap kata yang Rama keluarkan. Tetapi ia hanya diam dan masih menduduk. Tidak ada ekspresi yang ia keluarkan. Saat ini dirinya bingung, harus bereaksi seperti apa?

Dokter Arifin mendekat ke Rama, ia mengusap punggung Rama. "Yang sabar, Ram. Sabar. Jangan terlalu kencang-kencang, inget kamu ada di tempat umum."

Rama menggeleng lemah, air matanya sudah mulai keluar. "Aku gak bisa sabar, Dok. Aku bener-bener marah sama diri aku sendiri. Harusnya aku gak ninggalin Raga sama Raka. Kalau tahu kejadiannya kayak gini, aku gak akan ngelakuin hal itu, Dok. Dan sekarang aku ngerti" Rama menarik nafasnya dalam-dalam. "Semua ini salahku, Dok."

"Sttsss ... Ram, jangan kayak gini. Ini kehendak Tuhan, kamu harus sabar, ya. Kita doa kan yang terbaik buat Raga. Raga itu anak yang kuat, 'kan? Dia pasti baik-baik aja."

Rama tidak membalas ucapan Dokter Arifin. Pandangannya beralih kepada Raka. Rama mendekati Raka, memandang adik sulungnya itu dengan tatapan sendu juga marah. "Kamu sengaja ngelakuin hal ini ke Raga, 'kan?"

SEKUAT RAGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang