- { 24 } -

931 72 0
                                    

24. Menyusahkan?

 Menyusahkan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini, di ruangan Raga sudah dipenuhi oleh ocehan dari Fadila. Wanita itu teramat senang akan kabar tentang Raga yang sudah membuka mata. Ia bahkan membawa banyak makanan serta merawat Raga layaknya anak sendiri. Segala ocehan yang dikeluarkan, membuat Raga merasakan kembali kasih sayang seorang Ibu setelah sekian lama.

"Kamu tau, Ga? Bunda dari waktu dapat kabar soal kecelakaan kamu, dia ricuh banget. Oh iya, dia juga nangisin kamu, Ga," ujar Dokter Arifin dengan tawa kecilnya yang menyertai.

"Lagian kamu gak ngebiarin aku jenguk Raga. Kalau aku gak nurut sama kamu, udah kabur ke sini sendirian," celetuk Fadila tak terima.

"Raga butuh istirahat dan tempat yang tenang, Dil."

"Maksudmu aku gak tenang gitu? Aku tau tempat juga. Dan ...

... Aku pernah jaga Ayden sebelum dia pergi," nada bicara Fadila di akhir memelan. Ia teringat sang anak. Dulu, pertama kali putra yang ia beri nama Ayden itu masuk rumah sakit, membuat pengalaman opname pertama dan terakhir bagi Ayden.

Alasan lain Dokter Arifin tidak membawa istrinya menemui Raga adalah hal ini. Fadila sesekali masih cemas jika berada di rumah sakit. Apalagi ruang inap Raga terletak bersebelahan dengan ruangan dimana tempat Ayden menghembuskan napas terakhirnya.

Merasa suasana agak tidak enak, Raga membuka suara. "Bun ... Mau minum," pintanya.

Fadila tersenyum, ia mengangguk lantas mengambil gelas berisi air yang ada di nakas. Dengan telaten, ia meminumkan air kepada Raga. Sungguh, ada di dekat Raga membuat Fadila merasa tenang. Dirinya seperti bertemu kebahagiaan hidup kembali setelah kepergian sang putra.

"Udah?"

Raga mengangguk membuat Fadila menarik kembali gelas yang ia pegang dan menaruhnya lagi ke atas meja. Lalu, Fadila merapikan selimut Raga dan membenarkan tangan berinfus Raga.

"Raga, kamu baik-baik, ya. Saya mau lanjut kerja dulu, sebentar lagi ada operasi. Dil, jagain Raga, ya." Pamit Dokter Arifin sebelum meninggalkan ruangan Raga.

Setelah Dokter Arifin benar-benar keluar, Fadila tersenyum dan menatap Raga. Di dalam hati, ia bertanya kepada Tuhan. Kenapa anak seindah Raga mendapatkan banyak cobaan yang berat?

"Sekarang kamu mau apa, Ga?" Tanya Fadila lembut.

Raga menggeleng, "aku gak tau, Bun. Hal apa lagi yang bisa aku lakuin selain menyusahkan kalian? Aku gak mempersalahkan kelumpuhan dan hilangnya satu ginjalku. Tapi yang aku permasalahin itu orang-orang di sisiku. Aku udah terlalu banyak nyusahin kalian, aku takut hidup kalian gak berjalan semestinya karena aku."

SEKUAT RAGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang