Shandy menghempaskan tubuhnya di sofa. Ia heran kenapa tiba-tiba klayen nya membatalkan pertemuan mereka? Apa yang salah?
"Nin, cepet ke kamar gue. "
Perutnya butuh asupan. Padahal baru saja makan siang. Mungkin karena stress.
"Ada apa kak. "
"Eh buset, ketuk pintu dulu kek. "
"Udah, sampe kusam nih tangan gue."
"Oh, bikinin gue makanan apa kek terserah"
"Gue? Masak? Pak saya aja tiap hari dimasakin sama ade saya. "
"Sebisa lo deh, terserah masak apa. "
Brakk
Tiba-tiba pintu terbuka secara paksa. Beberapa satpam lah pelakunya. Mereka dipimipin oleh seseorang dengan pakaian formal.
"Apa-apaan ini, rusak pintu gue. "
"Kalian yang apa-apaan. Kalian suami istri bukan? " Shandy dan Nindy sama-sama menggeleng.
"Ka-kalian pasti ma-mau me-mesum." Ucap salah satu satpam yang emang agak gagap kalau ngomong.
"Eh suudzon aja, kita beda kamar pak, nah ini bos saya ga bisa masak. "
"Apapun alasannya, kalian tetap tidak boleh berduaan. "
"Udah pak kawin tangkap aja. "
"HAH! KAWIN TANGKAP? "
"Pak ga bisa gitu donk. "
"Tidak ada penolakan. Ini sudah menjadi ketentuan apartemen ini. Panggil penghulu secepatnya. "
Beberapa satpam meninggalkan tempat itu. Sementara Shandy dan Nindy masih mencoba membela diri. Berkali-kali mereka menjelaskan, tapi si manager tetap menghukum mereka dengan cara yang demikian.
Seketika kamar Shandy menjadi tempat hijab kabul dadakan. Nindy masih saja menangis, ia terus saja menyalahkan Shandy. Hijab kabul telah dilaksanakan beberapa saat yang lalu. Kamar Shandy juga sudah sepi kembali.
"Hisk semua ini salah bapak, coba aja bapak ga nyuruh saya kesini hisk.. "
Shandy hanya bisa diam. Sebenarnya ia juga ga Terima dengan kejadian ini. Ingin rasanya ia meninju mereka. Tapi mau bagaimana lagi, toh ia dan Nindy sudah sah, ya walaupun baru secara agama.
"Udah donk lo jangan nangis terus, pusing nih gue. "
"Terus kita harus gimana? "
"Kemasin barang lo, kita pulang. "
"Hah? Pulang, abis gue sama bokap. "
"Siapa yang mau bawa lo kerumah lo, kita bakal kerumah gue. Cepet, atau gue tinggal. "
Dengan langkah kesal Nindy pergi dari kamar Shandy dan ngasal masukin barangnya. Sebenarnya ia juga was-was siapa tau orang tua Shandy kecewa, dia dipecat. Aduh amsyong nih.
~~~~~
Shandy masih saja diam. Beberapa saat yang lalu ia dapat ceramah dadakan dari abi dan umi nya. Sekarang mereka berada diruang keluarga, mereka sama-sama diam. Fiki yang biasanya mencairkan suasana, juga ikut diam.
"Dua hari lagi kalian harus sah secara negara. " Ucap abi sambil berlalu meninggalkan mereka.
"Kamu jangan takut yah, sekarang kamu panggil saya umi. Selamat istirahat. "
Nindy hanya bisa tersenyum tipis. Ia takut kalau nanti orang tuanya tau, secara keluarganya dan keluarga Alfero begitu dekat.
"Selamat bang, lo ga jomblo lagi. "
"Jangan lupa kasih kita ponakan. "
Nindy menatap tajam kearah Fiki. Rasa ingin melempar granat. Bisa-bisa nya dalam situasi seperti ini, asik-asik bercanda.
"Sorry kakak ipar, ade gue emang ga ada akhlak. Yok Fik maen basket. "
"Ikut gue. "
Sejak kejadian itu, sikap Shandy begitu dingin. Mungkin ia masih menyimpan rasa kesal.
Shandy membawa Nindy kekamar nya. Bukan karena apa-apa, hanya saja tak ada kamar kosong lagi. Ada sih tapi dibelakang, Shandy tak tega membiarkan Nindy tidur dikamar belakang.
"Sono mandi, noh kamar mandinya."
"Gu-gue tidur disini? "
"Iya, tenang gue ga akan macem-macem, lo dikasur gue di sofa, cepet mandi." Nindy hanya mengangguk dan berlalu.
Sedangkan Shandy sendiri keluar ntah kemana. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Beberapa lampu merah ia terobos. Ia akan mencari tau siapa yang menjebak nya.
Bang San ati-ati napa ntar nabrak.
Gimana gays, seru ga?
Kira-kira siapa yang udah berbuat demikian?Jangan lupa vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Bos Shandy [END✔|| Terbit]
FanfictionTerbit di Firaz Media Publisher Bagaimana jadinya jika kita dijodohin sama bos kita? Apalagi bos nya tuh nyebelin banget, suka nyleneh. Namun, perjodohan ini berbeda dengan perjodohan pada umumnya, yang dibicarakan baik-baik dan bertemu disuatu kes...