PD || Sixteen

1.5K 98 3
                                    

Mentari kembali menyapa. Sinarnya begitu hangat dan cerah, membuat siapapun akan silau menatapnya. Seorang pemuda tengah asik memerikan semua keperluan sekolah nya, dia berdecak kesal dengan keributan yang terjadi diluar, yang bisa ia tebak keributan tersebut adalah ulah kakak dan kakak ipar nya.

"Bapak Shandy Maulana, tolong sayurnya balikin!" teriak Nindy dengan Shandy yang tengah meletakkan sesuatu diatas lemari.

"Gue bilang gue ga suka nasi goreng ada sayurnya," ucap Shandy tak mau kalah.

"Tapi ga enak kalau ga ada sayurnya," jawab Nindy.

"Masak dua kali, kalau udah mateng tambahin sayur, gitu aja ribet," ucap Zweitson sambil menarik salah satu kursi dan mendudukkan diri.

"Eh, iya ya, nih buat kamu sama Zweitson, dia juga ga suka sayur, balikin," Shandy mengambil sayurnya dan menyerahkannya kepada Nindy, kemudian ia membawa piring yang sudah terisi nasi goreng.

"Buat lo," ucapnya pada Zweitson.

"Makasih bang," Shandy hanya mengangguk, ia menyodorkan ponselnya.

"Masukin nomor rekening lo dan buat usaha sendiri, lo mau mandiri kan?"

"Iya, tapi, dengan uang gue bukan uang lo," ucap Zweitson santai sambil sesekali menyuapkan sesendok nasi goreng buatan Nindy.

"Lo mau kerja tanpa buat Nindy khawatir, apa itu bisa?" ucapan Shandy berhasil membuat Zweitson menghentikan aktivitasnya, benar juga yang dikatakan kakak iparnya. Ia diminta Nindy untuk tetap berada di sampingnya, tak boleh jauh-jauh.

"Lo suka apa?" tanya Shandy.

"Ngelukis, nyanyi, masak," jawab Zweitson.

"Beli bahan ngelukis dan masakan, abis itu lo jual online, ga ribet dan ga terlalu bikin kakak lo khawatir," Zweitson tersenyum, ide bagus juga.

"Masukin," ucap Shandy saat Zweitson melirik ponselnya. Dengan senang hati ia menerima ponsel tersebut dan mengembalikannya dengan senyuman.

"Makasih," ucap Zweitson.

"Santai," balas Shandy.

*:..。o○ ○o。..:*

"Saya harus menerimanya? ? Maaf saya sudah bahagia dengan keluarga saya," ucap seorang wanita di depannya dengan angkuh

"Tapi dia juga putra anda," ucap Rakyan yang ikut menemani adiknya menemani orang tua kandung Zweitson.

"Putra saya hanya Rama Gavinda, paham! Jadi silahkan pergi dari sini," usirnya.

Rakyan dan Daniel sudah berusaha membujuk wanita itu dengan susah payah, namun sayangnya usaha mereka sia-sia. Tak ada hasil apapun.

"Piye iki mas, aku wis kesel, bolak-balik ga eneng hasile," ucap Daniel dengan logat jawanya.

"Yo piye, aku yo wis kesel tah. Tapi arep piye neh, supoyo Zweitson karo ibu'e bareng neh. Tapi opo kowe wis siap ditinggal anak iku?" tanya Rakyan. Adiknya ini sudah lama menikah, namun sampai saat ini belum mempunyai seorang buah hati.

"Ga ngerti, aku mas, tapi melas Zweitson'e yen ga dianggep anak karo ibu'e," ucap Daniel lagi. Ia juga bingung harus bagaimana lagi.

*:..。o○ ○o。..:*

Matahari semakin meninggi, dengan diantar Zweitson, Nindy memasuki area kantor Shandy. Hari ini Zweitson pulang cepat, jadi ia bisa menemani Nindy sekaligus belajar sedikit tentang bisnis.

"Bu bosss," teriak kedua teman Nindy.

"Nindy, nama gue Nindy," ketus Nindy.

"Bodoamat, eh ada Zweitson, ya ampun makin gemes aja sih, Nin, buka lowongan buat ade ipar ga? Gue siap loh," ucap Nada tanpa malu, apakah dia tak berpikir berapa jarak usianya dengan Zweitson? Nindy dengan Zweitson saja berbeda 8 tahun, sedangkan Nindy dan Nada beda 1 tahun dengan Nada diatasnya.

"Son, ikut gue, ntar lo gila deket sama mereka," ucap Nindy seraya berlalu.

"Permisi, tante," ucap Zweitson diikuti kekehan.

"Untung gemesin," lirih Nada.

Sesampainya diruangan Shandy, Nindy dibuat terkejut dengan dekorasi nya, di sebuah sudut tertulis jelas HAPPY BIRTHDAY NINDY MAULANA, apa-apaan, sejak kapan namanya jadi Nindy Maulana?

"Siapa Nindy Maulana?" datarnya.

"Kamulah sayang, siapa lagi, happy birthday nyonya Nindy Maulana ke27 tahun," ucap Shandy antusias. Zweitson terkekeh geli melihat kejadian ini semua, agak menyesal ikut ke sini.

"Ulang tahun gue kemaren dan nama gue Nindy Kirani Putri, bukan Nindy Maulana," koreksi Nindy.

"Lo nyonya disini, istri Shandy Maulana," ucap Shandy santai.

"Udah nama ga penting, sekarang makewis  dan tiup lilin," Nindy menurut kali ini. Lumayan lama Nindy berdoa sampai air matanya ikut mengalir.

"Doa apa semedi sih," gerutu Shandy.

"Bang, lo ikut doa dong," usul Zweitson, lebih tepatnya menggoda.

"Semoga Shandy junior cepet otw," ucap Shandy tanpa merasa bersalah.
















Nyonya, itu tuan mengkode ingin punya baby loh

🔪itu mau thor? ~ Nindy

Mau Fenly aja, bye

Pak Bos Shandy [END✔|| Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang