PD || Twenty Three

1.2K 71 3
                                    

"Halo siapa ya?"

"...."

"Ini siapa?"

"...."

"Jangan macem-macem sama adik saya, saya kesana sekarang," orang tersebut memutuskan sambungan secara sepihak. Dan beberapa saat kemudian sebuah pesan lokasi didapatkan.

"Kenapa Nin?"

"Zweitson sama Fiki diculik," ucap Nindy panik. Ia langsung mematikan kompor dan bergegas kekamar.

"Buruan anterin gue kak," Shandy hanya menatap bingung, namun tetap mengikuti langkah Nindy. Tanpa memperhatikan outfit yang ia gunakan saat ini.

"Bentar, lo pake kolor?" tanya Nindy yang baru menyadari outfit suaminya.

"Lah, lo sendiri ga ngasih waktu gue buat ganti," kesal Shandy.

"Udah buruan, dimobil ada celana jeans sama jaket," putus Shandy. Nindy hanya mengangguk.

Sementara waktu, Nindy mengambil alih kemudi sedangkan Shandy merubah outfit. Ia juga ikut cemas, bagaimana jika penculiknya tidak memberi Fiki makan? Ga nyemil satu menit aja bawel nya minta ampun. Sebenarnya, Shandy kasian sama yang nyulik, kuat ga ya ngadepin kebawelan adiknya?

"Ini tempatnya?"

"Lah di map gimana?"

"Ya ini, tapi kok serem?"

"Lo pernah nonton film action ga? Kalau penculikan pasti dibawa ke tempat begini, kalau ke hotel ya lo," Nindy mengerutkan kening. Kenapa ia dibawa-bawa?

"Lemot ya otak lo, udah buruan, keburu Fiki sama Zweitsoga ga dikasih makan," kan ngomongnya nglantur.

"Gue yang lemot atau lo yang nglantur," kesal Nindy.

*:..。o○ ○o。..:*

Koridor rumah sakit yang tadinya lumayan sepi, kini berisik dengan suara roda brankar dan langkah kaki yang saling beradu. Wajah panik Shandy terlihat jelas, namun ia juga berusaha terlihat baik-baik saja.

"Lo harus kuat, demi gue," batin seseorang.

Brankar tersebut mulai memasuki ruang UGD. Shandy mengacak rambut nya prustasi. Ia gagal menjadi suami dan kakak untuk mereka.

"Tangan lo juga harus diobatin, bang," ucap pemuda yang berada disebelah nya.

"Lo dulu, gue nyusul, dok obati adik saya," ucap Shandy pada dokter yang hendak masuk ruang UGD.

"Lalu anda sendiri?"

"Peduli amat, urusin mereka bertiga aja," dokter tersebut mengangguk dan membawa Fiki masuk kedalam.

"Hukum gue Ya Allah, kalau mereka ga selamat," batin Shandy. Ia lalu menuju resepsionis untuk mengurus administrasi. Maria benar-benar nekat, sampai-sampai ia menyewa banyak anak buah hanya untuk menyingkirkan Nindy dan Zweitson.

"Rick suruh anak buah lo tuntas habis suruhan Maria, termasuk bos mereka," ucap Shandy pada orang disebrang sana.  Shandy menuju UGD untuk mengetahui keadaan istri dan adik iparnya.

"Bang, tangan lo obatin, sampe kering tuh darah," ucap Fiki yang baru saja keluar dari UGD dengan telapak tangan yang diperban.

"Bodoamat, lo gimana?"

"Udah ga papa, tapi gue laper," Shandy mengeluarkan beberapa lembar uang. Beberapa saat setelah Fiki pergi, dokter Ivan keluar.

"Bagaimana keadaan mereka?" tanya Shandy.

"Untuk pemuda berkacamata, dia sudah siuman dan lukanya tidak terlalu parah, sedangkan untuk perempuan dia masih kritis akibat sayatan di lengannya yang lumayan dalam," helaan napas terdengar berat. Nindy kritis.

"Untuk pasien akan kami pindahkan ke ruang rawat," lanjut dokter Ivan.

"Saya mau ruang VVIP tapi satu  kamar untuk dua orang, berapapun biayanya akan saya bayar," Ivan hanya mengangguk dan memilih mengundurkan diri.

"Ya Allah, kenapa malah gini? Hukumannya yang lain, kalau liat dia kritis ga bisa, Ya Allah," teriak Shandy dalam batinnya.

Kini mentari sudah mulai meninggalkan bumi, Shandy masih setia berada disamping istrinya, tangannya masih setia menggenggam tangan Nindy. Kekehan terdengar dari sebelah, siapa lagi kalau bukan dua manusia yang sangat merusak suasana.

"Kalau dirumah gitu ga, Son?" tanya pemuda yang menemaninya.

"Lo tau tom and jerry? Ya gitulah mereka," balasnya.

"Diem bisa? Udah untung kalian gue bawa ke rumah sakit," kesal Shandy.

"Iya deh, Terima kasih tuan Shandy Maulana yang terhormat," kekeh Zweitson. Sesuai permintaan Shandy, Nindy dan Zweitson berada di dalam satu kamar. Supaya lebih mudah memantau  keduanya.

"Lo pulang sono, Zweitson sama gue," Fiki tak menghiraukan ucapan kakaknya. Kalau pulang, yang ada kek orang ilang. Rumah sepi, orang tua ntah kemana, Fajri pasti motor-motoran sama Fenly. Nambah rasa gabut aja.

"Fiki Aulia," Fiki menoleh dan menaikan salah satu alisnya.

"Pulang," Fiki menggeleng.

"Sepi, malam ini gue ada niatan nginep di apartemen kalian, eh malah nginep di RS, tapi ga papa biar ga gabut," balas Fiki. Walau terlihat menjengkelkan, sebenarnya Fiki anak yang gampang banget murung dan sifatnya yang abstrud hanya untuk mengisi waktu bosannya saja.

"Ya udah, pada istirahat," kedua pemuda tersebut tak menghiraukan ucapan Shandy. Mereka fokus bermain game online. Padahal tangan mereka dikategorikan tidak baik-baik saja.

"Dasar bocah," kesal Shandy.








Ya namanya juga anak muda

Tapi gue dulu ga gitu, ~ Shandy

Lo lo, gue gue ~ Fiki

Thank you yang udah mau mampir. Jangan lupa votmen ya and follow akun author ya
Ig : @wulandila46
Wp : WulanDilaArs
Tw : @ars_wulan  (info up wp)
         @wulandilaars  (pribadi)

Pak Bos Shandy [END✔|| Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang