PD || Twenty Two

1.2K 74 5
                                    

"Shandy Maulana, Zweitson Thegar, buruan keluar! Atau makanannya gue buang, bodoamat kalian ga sarapan," kesal Nindy. Pagi-pagi udah dibikin emosi aja. Kesiangan, untung weekend. Tapi, Nindy paling tidak suka kata kesiangan.

"Ga cape apa, teriak-teriak mulu. Semalem lo udah teriak-teriak loh, untung gue stel budek," kesal Zweitson. Kamarnya bersebelahan dengan kamar kakaknya, otomatis dia denger apa yang dilakukan pasutri itu tadi malam. Rasanya ingin menghilang saat itu juga.

"Ngomong apa barusan?"

"Ga ada," balas Zweitson.

Shandy memilih bunkam tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Ia fokus memandang Nindy. Akhirnya semalam ia mendapatkan apa yang menjadi haknya. Ah sudahlah tak perlu dibahas.

"Kenapa?"

"Ga papa, tambah cantik aja," ucap Shandy tanpa mengalihkan pandangannya.

"Liatin gue kek gitu terus, gue colok pake nih pisau," kesal Nindy. Shandy mengangkat kedua bahunya acuh. Kemudian ia menyambar piring yang sudah disiapkan istrinya.

"Kak abis ini gue mau main sama Fiki, boleh?" tanya Zweitson di sela-sela makannya.

"Eng-"

"Boleh," potong Shandy.

"Nih, buat uang jajan lo dan ini kasih ke Fiki," ucap Shandy sambil menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah.

"Makasih, fiks Kak Nin makin sayang sama lo," ucap Zweitson sambil memasukan uang ke dalam kantung kemejanya. Ia tak menghiraukan tatapan tak mengenakan dari kakaknya.

"Tapi inget, jangan pernah nerima ajakan dari orang yang ga lo kenal," peringat Nindy.

"Aman itu mah," balas Zweitson.

"Heyo, Fiki Aulia yang tampan datang, wih lagi sarapan nih. Kebetulan gue belum sarapan nih, makasih kakak ipar, pengertian banget sama gue," ucap seorang pemuda yang baru saja datang. Tanpa mengetuk pintu, tanpa salam, langsung duduk dan mengambil makanan. Kurang sopan apa coba bungsu Alfero ini?

"Kayaknya yang kalem cuma Fajri ya," gumam Nindy.

"Eum enak banget, pinter lo masaknya," ucap Fiki. Zweitson yang melihatnya pun hanya bisa geleng-geleng. Shandy juga demikian, ia diam sambil menatap adiknya. Bahkan sendoknya berhenti didepan mulutnya.

"Gini amat punya adek," ucap Shandy lalu melanjutkan kegiatan yang tertunda.

"Swon kwiysta ma-"

"Telan dulu Fik," tegur Nindy.

"Son kita mau kemana?" tanya Fiki setelah menghabiskan segelas air putih.

"Cafe aja lah, nih duit lo dari bang San," ucap Zweitson sambil menyerahkan tiga lembar uang pemberian Shandy tadi.

Setelah menerima uang, Fiki dan Zweitson pamit. Nindy membenahi meja makan.

"Maafin Fiki ya, dari dulu dia paling dimanja, makanya jadi gitu modelnya," ucap Shandy saat melihat tumpukan piring yang harus dicuci.

"Ga papa," balas Nindy. Ia fokus mencuci piring.

"Gue bantu nyuci baju ya," seketika Nindy menghentikan aktivitas nya dan membalikkan badan.

"Emang bisa?"

"Bisalah, kok kayak ngeraguin?"

"Ya udah sono, yang bersih, terutama sprei nya," Shandy hanya mengangguk dan menuju tempat cuci baju. Sepertinya ia membutuhkan rumah yang lebih besar. Karena Shandy Junior sebentar lagi pasti otw.
Setelah mencuci piring, Nindy mencoba melihat hasil pekerjaan suaminya. Apakah sudah selesai. Nindy membulatkan matanya sempurna, bagaimana tidak? Shandy tengah menginjak-injak pakaian yang ada didalam bak dengan busa sabun yang meluber.

"Allahuakbar, kenapa gitu nyucinya? Kan ada mesin cuci," kesal Nindy.

"Gue pengen nyuci pake tangan, nah sebelum dicuci, direndem dulu 10 sampai 15 menit," jelas Shandy.

"Tapi ga pake kaki juga lah," masih pagi loh. Udah emosi aja.

"Udah sih, lo beresin yang lain aja, ini urusan gue," usir Shandy. Nindy hanya berdecak dan pergi untuk membersihkan apartement.

"Nindy! Sabunnya abis!" teriak Shandy.

"Disitu kan ada semacam kotak obat, buka didalamnya ada sabun," balas Nindy tak kalah keras.

"Aneh, kotak P3K dijadiin tempat sabun," gerutu Shandy.

Kini waktu menunjukkan pukul 11.00. Shandy baru saja selesai menjemur baju. Ia merebahkan tubuhnya disofa. Rupanya lelah juga mencuci sebanyak itu.

"Makan siangnya apa Nin?"

"Kakak maunya apa?"

"Adanya apa?"

"Ck, ayam, ikan, sama cumi-cumi," balas Nindy.

"Ayam goreng aja deh. Ntar malem cumi-cumi," Nindy hanya mengangguk saja. Ia menuju dapur dan mulai memasak untuk makan siang.

"Kok Soni belum pulang ya," gumam Nindy. Ia meraih ponselnya untuk menghubungi adiknya.

"Lah siapa?" sebuah nomor tak dikenal muncul di layar ponselnya saat Nindy hendak menghubungi Zweitson.

"Hallo, siapa ya?"

















Kira-kira siapa ya yang hubungi Nindy?

Happy Anniversary buat Bang San and Kak Nin. Langgeng terus yaa.

Iya dongs ~ Nindy

Harus ~ Shandy

Pak Bos Shandy [END✔|| Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang