PD || Fourteen

1.4K 103 2
                                    

Setelah tiga hari berdiam diri dirumah, akhirnya bos muda kembali ke kantor dengan senyuman manis yang tak pernah ia perlihatkan sebelumnya. Ia amat bahagia, karena besok adalah hari ulang tahun Nindy, ia punya rencana untuk itu. Ntahlah, kenapa ia begitu bahagia.

"Masih disini aja Nin," ledek Rindu.

"Lah gue kan emang disini," ketus Nindy.

"Amnesia bun? Lo sekarang bu bos, hampa!" ucap Nada tegas.

"Paham Nad, kalau hampa mah hidup Maria tanpa Pak Shandy," kekeh Rindu. Raut wajah tak suka diperlihatkan Nindy. Sedalam itukah mereka tau tentang kehidupan suaminya? Dia saja tak tau apa-apa tentang masa lalu suaminya.

"Eh liat deh bu bos, kok cemberut sih, cemburu nih ye," ledek Rindu.

"Ga! Udah sono kerja," Nindy memilih beranjak ke pentri. Ia ingin membuat minuman untuk menenangkan pikiran serta hatinya.

"Nindy lo kenapa sih, biarin aja kali mantan suami lo ada disini, yang penting sekarang Shandy udah sama lo dan percaya kalau dia setia," gumam Nindy.

"Hey pelakor," sentak seseorang membuyarkan lamunan Nindy.

"Ngomong sama gue?" tanya Nindy santai.

"Ya iyalah, siapa lagi?"

"Nama gue Nindy, bukan pelakor, lagian sejak kapan suami saya punya mantan seperti anda, yang modelannya kayak tante-tante," ketus Nindy.

"Berani lo sama gue?"

"Berani lah, sama-sama makan nasi, sama-sama keluar dari perut Mama, ya kali takut."

Karena sudah geram dengan jawaban Nindy, Maria melayangkan tangannya dan tepat mengenai pipi mulus Nindy.

Plakk

Senyaring itu, berarti tamparan begitu keras. Bukannya meringis atau kesakitan, Nindy malah tertawa ringan.

"Panas banget nih, buat goreng telur mateng," ucap Nindy sesantai mungkin. Ia tak mau merusak nama baiknya sebagai putri bungsu CEO perusahaan R Gemilang.

"Kayaknya lo udah kebal sama tamparan, atau jangan-jangan lo sering dilabrak sama istrinya om ya?" ucap Maria dengan senyuman mengejek.

"Itu bukannya lo?" balas Nindy tak kalah santai.

"Kenapa diem? Makanya jangan ngajak adu mulut adenya Revkal Setyawan, kalah kan?" lanjut Nindy setelah beberapa saat tak ada jawaban dari Maria.

"Nindy, Maria keruangan saya sekarang," suara bariton Shandy membuat Nindy, Maria dan para penonton menoleh, bahkan mereka sudah membubarkan diri.

Dengan langkah cemas, Nindy memasuki ruangan suaminya. PHK, hal terburuk yang akan ia dapatkan hari ini.

"Robby, kamu sudah mendapatkan sekertaris baru?" tanya Shandy pada asisten pribadinya.

"Maaf Pak, belum ada, namun secepatnya akan saya cari," jawabnya.

"Surat?" Robby memberikan dua amplop putih kepada Shandy. Nindy sudah semakin cemas dibuatnya, apalagi mendengar obrolan kecil tentang sekertaris baru.

"Maaf Pak, jangan pecat saya," Nindy angkat bicara.

"Berikan saya alasannya," jawab Shandy.

"Adik saya masih butuh biaya pak," bukan alasan, lebih tepatnya kenyataan.

"Shan, itu surat PHK? Yakin kamu mau pecat aku? Nanti kalau kamu kangen gimana?"

"Eh pak Shandy udah punya istri, yang dikangenin ya istrinya bukan lo," ketus Nindy, hal ini membuat Shandy tersenyum tipis.

"Sudah berdebat nya?" keheningan menyelimuti ruangan bos muda. Tak ada yang berani berbicara kembali.

"Kalian saya pecat dan ini surat nya, kemasi barang kalian sekarang juga."

"Loh pak, salah saya apa?"

"Berantem dipentri, apalagi jabatan kamu sekertaris saya," jawab Shandy santai.

"Shandy, jangan gini dong, aku udah ninggalin suami aku demi kamu," ucap Maria dengan nada yang dibuat-buat.

"Apa gue peduli?"

"Oke, R Gemilang masih nunggu gue, saya permisi," Nindy meninggalkan ruang Shandy. Ia tau kalau bos nya ini suaminya, namun ia ingin mandiri tanpa bantuan suaminya.

"Loh Nin, lo mau kemana?"

"Gue di pecat gara-gara mak lampir," ketus Nindy.

"Ya kan-"

"Jangan bilang kan bos kita laki lo, gue ga suka itu permisi, see you next time," Nindy bergegas meninggalkan area kantor. Namun langkahnya dihentikan oleh Shandy.

"Apa?" ketus Nindy.

"Mau kemana?"

"Pulang lah, kan gue di PECAT," jawab Nindy sambil menekan kata pecat.

"Lo dipecat sebagai karyawan bukan sebagai istri, jadi pulang tetep sama gue," jelas Shandy.

"Iya lo bener, tapi gimana caranya gue nge biayain Zweitson? Dia butuh uang jajan," lirih Nindy.

"Ada gue, ade lo ade gue juga, berapa rekening Zweitson, tiap bulan bakal gue tranfer," ucap Shandy sambil menyodorkan ponselnya yang tertera aplikasi bank.

"Zweitson tanggungjawab gue."

"Sekarang, lo tanggungjawab gue, dan apapun yang jadi tanggungjawab lo saat ini, jadi tanggungjawab gue juga, paham Nindy Maulana?" Nindy membulatkan matanya, sejak kapan namanya berubah?













Nyonya Nindy Maulana.
Eh kayaknya mereka berdua beneran jodoh deh, namanya aja bersangkutan.

NINDY -> NINdy + shanDY
SHANDY -> SHANdy + ninDY

Heh! teori dari mana😭

Pak Bos Shandy [END✔|| Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang