PD || Eighteen

1.3K 97 1
                                    

Makanan untuk Shandy sudah siap, tinggal menunggu ojek online yang ia pesan beberapa saat yang lalu.

"Mba Nindy ya?"

"Iya pak," ojek tersebut memberikan helm kepada Nindy dan melaju dengan kecepatan sedang menuju kantor Shandy.

*:..。o○ ○o。..:*

Nindy menggerutu kesal. Kenapa ia harus melihat kejadian tadi? Menjengkelkan sekali. Ia tak memperdulikan teriakan Shandy yang terus saja memanggil namanya. Nindy berhenti di halte yang tak jauh dari kantor Shandy.

"Kamu salah paham," ucap Shandy.

"Oh ya? Apa ini maksud kamu suruh aku kekantor, cuma buat lihat perhatian sekertaris baru, iya?" ucap Nindy dengan emosi.

"Ga gitu, dengerin aku dulu ya, please," Shandy memohon untuk menjelaskan semuanya. Nindy tak mau egois, ia mengiyakan kemauan Shandy. Mereka kembali ke kantor hanya untuk mengambil mobil Shandy.

Diperjalanan, tak ada obrolan apapun. Hening, sesekali Shandy hanya melirik sekilas istrinya yang menghadap jalanan. Apakah lebih indah jalanan daripada dirinya yang tampan, ah dirinya terlalu pede.

"Sayang," lirih Shandy, Nindy langsung menoleh, bukan  apa-apa, ia hanya terkejut dengan sebutan tersebut.

"Jangan diem-dieman dong, ga jadi BTS nih," ancaman Shandy tak berlaku. Toh, Nindy sudah mempunyai semua itu. Hanya saja Kim Taehyung belum bisa ia miliki, ekhm terlalu tinggi khayalan nya. Tenang, Shandy saja sudah cukup baginya.

"Kenapa ke mall?" tanya Nindy saat menatap bangunan didepannya.

"Kita belanja dulu, setelah itu makan, baru aku jelasin," Nindy menggeleng. Ia curiga kalau Shandy sedang memutar otak untuk mengarang cerita. Karena jelas-jelas ia melihat semua kejadian itu.

Nindy berjalan santai menuju ruangan suaminya dengan senyuman. Sebelum sampai diruangan Shandy, ia bertemu Nada dan Rindu, teman-teman nya.

"Eh lo mau nganter makan siang?" tanya Nada penuh selidik.

"Iya, kenapa?" tanya Nindy heran, tak biasanya Nada begini.

"Cepetan masuk, dari tadi Sekar belum keluar," jelas Rindu.

"Sekar?"

"Iya, dia sekertaris baru disini, dia ganjen banget sama suami lo, cep-" belum selesai Nada menjelaskan, Nindy pergi begitu saja. Ayolah, ia semakin overthinking.

Matanya membulat sempurna saat seorang wanita menyodorkan sesendok makanan kearah suaminya. Kotak makan yang ia bawa jatuh begitu saja, hal ini mengundang perhatian para pegawai, termasuk Nada dan Rindu.

"Ganggu ya?" ucap Nindy terdengar miris.

"Sorry," Nindy mengambil kembali kotak makan yang ia bawa, untung ga jatuh berserakan.

"Nin, aku bisa jelasin, ini ga seperti yang kamu lihat," jelas Shandy.

"Permisi," pamit Nindy.

Akhirnya, mau tak mau mereka tetap berada didalam mobil. Nindy bersikeras, lagian dia juga bawa makanan tadi.

"Jadi tadi tuh dia dateng bawa makanan, katanya dari pantry, padahal aku ga pesen apa-apa. Terus dia maksa buat nyuapin aku, padahal aku udah nolak," jelas Shandy. Namun masih ada sedikit keraguan dihati Nindy. Fakta atau sebuah rekayasa?

"Ga percaya? Mau lihat CCTV?" tawar Shandy. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Robby, kamu keruang CCTV, lalu kirimkan rekaman diruangan saya sekitar setengah jam yang lalu," ucap Shandy pada seseorang disebrang sana. Lima menit kemudian, sebuah pesan masuk kedalam ponsel Shandy, ia langsung menunjukkan video rekaman kepada Nindy.

Semua yang diceritakan Shandy sesuai fakta, memang genit sekertaris baru itu.

"Pokoknya besok dia harus turun jabatan dan aku kembali kerja," ucap Nindy posesif.

"Kenapa? Saya posesif? Harus, karena suami saya terlalu tampan," ucap Nindy tanpa memperdulikan gengsi.

"Ga bi-"

"Ya sudah, pulangkan saya kerumah orang tua saya, karena saya tidak suka milik saya diusik orang lain," ucap Nindy menatap tajam suaminya.

"Jadi saya milik kamu?" ucap Shandy bermaksud menggoda.

"Iya, tapi kalau anda tidak beranggapan demikian  ya sudah, saya tidak memaksa seseorang untuk jatuh cinta," ucap Nindy, kali ini terdengar sayu. Ia mencintai laki-laki didepannya, ia hanya takut kehilangan untuk kedua kalinya. Ia sudah lelah dengan orang ketiga.

"Apa kamu beranggapan kalau aku akan meninggalkan mu? Terlalu jauh. Aku akan selalu jadi milik kamu, tommorow and forever," ucapan Shandy membuat air mata Nindy meluruh, pertahanannya runtuh begitu saja.

"Aku suka kalau kamu posesif kayak gini, tapi aku ga suka kamu nangis kayak gini, apalagi karena pikiran kamu yang ga ga, mana Nindy yang garang?" goda Shandy.

"Maaf," lirih Nindy.

"Pulang," ucapnya lagi.

"Ke apartemen kamu kan, bukan rumah mama?" tanya Shandy memastikan.

"Rumah mama," lirih Nindy.

"Jangan ya," lirih Shandy. Ia sudah nyaman dengan dirinya saat ini, yang apa-apa ada yang mengurus.

"Aku janji, setelah ini ga akan deket-deket sama Sekar," ucap Shandy lagi. Ia tak mau ditinggal Nindy.

"Jemput Zweitson," ucap Nindy terdengar datar. Ia bingung dengan mood nya sekarang. Ia akui kalau sekarang sedang datang bulan dan inilah dirinya kalau sedang ada tamu.

"Tapi pulang ke apartemen,'

"Ye," jawab Nindy.















Ga seru kalau banyak maen-maenya. Sesekali ribut ga papa lah.

Jangan lupa Vote

Pak Bos Shandy [END✔|| Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang