PD || Twenty Nine

1.6K 55 7
                                    

Pagi yang sulit telah dilewati seorang Shandy Maulana. Ia baru saja selesai meeting dan tepat waktu makan siang. Ia melirik jam tangannya, sepertinya cukup buat pulang kerumah terus balik lagi buat meeting. Namun, saat ia membuka pintu, ia mendapati sang istri tersenyum kearahnya dengan tangan yang hendak mengetuk pintu.

"Tara, aku bawain makan siang,"

"Apa itu?"

"Rendang daging sama nasi,"

"Daging apa?"

"Daging sapi lah, ga disuruh masuk ini?"

"Hehehe, lupa, silahkan masuk tuan putri,"

Mereka pun duduk disofa yang tersedia disana. Dengan telaten Nindy mempersiapkan makan siang suaminya. Ntah ada dorongan dari mana, bibir Shandy terangkat membentuk senyuman. Ia akui kalau wanita di depannya sangatlah cantik, apalagi ketika sedang ngomel.

"Nih kak, mau aku suapin?" Shandy hanya mengangguk. Namun, sesuatu mengganggu mereka. Seseorang masuk begitu saja, dia datang dengan pakaian yang kurang sopan. Ukurannya saja 10 cm dari lutut, pakaian yang tidak diperkenankan masuk area kantornya.

Prangg

Piring yang dipegang Nindy jatuh berserakan akibat perempuan itu. Ia bahkan menarik Nindy untuk menjauh dari Shandy.

"Heh! Berani-beraninya lo nyuapin pacar gue?"

"Pa-pacar?"

"Cil, lo apa-apaan sih!" perempuan itu tak menghiraukan ucapan Shandy. Ia malah menarik Nindy keluar ruangan untuk dipermalukan didepan karyawan Shandy.

"Dengar kalian semua! Kalian tau apa jabatan dia?"

"Se-sekertaris nya Pak Shandy," jawab Nada, teman Nindy.

"Oh pantes genit, lo kek jal-"

Plakk

Ucapan perempuan yang ntah datang dari mana itu, terhenti saat Nindy menampar nya. Bahkan bisa membuat cekalan yang ada ditangan Nindy terlepas.

"Mau tau jabatan gue?" tanya Nindy dengan sorot mata tajam.

"Gue, sekertaris plus istri dari Bos Besar Shandy Maulana Alfero, paham?" ucap Nindy dengan menekan setiap katanya. Sedangkan Shandy, sedari tadi hanya memperhatikan. Karena, orang yang dihadapi Nindy adalah seseorang yang pernah ia anggap adik, saat itu perempuan didepan Nindy dibully jadi ditolongin.

"Ga usah ngayal deh, halu lo ketinggian,"

"Oh ya, terus, ini apa?" tanya Nindy sambil menunjukkan cincin yang digunakannya dan tangan Shandy.

"Dan, gue mau umumin berita yang begitu dinanti. Sebentar lagi, akan hadir Shandy junior," ucap Nindy santai. Hal ini tentunya mengundang kehebohan Nada dan Rindu.

"Akhirnya," girang mereka.

"Lo jangan ngehalu, Kak Shandy udah janji buat nikahin gue!"

"Lo siapa hah?! Gue ga pernah ngomong kayak gitu,"

"Kak lo lupa? Pas lo putus sama Kak Maria, gue selalu nenangin lo, ngehibur lo,"

"Inget, dan gue cuma nganggep lo temen, ga lebih, paham?"

"Satpam!" teriak Shandy.

"Saya tuan,"

"Bawa pergi dia! Dan jangan biarkan dia masuk kedalam kantor saya,"

"Baik tuan, ayo mba,"

"Kembali bekerja!"

Shandy membawa istrinya untuk kembali ke ruangannya. Ada rasa dongkol yang menyambangi hati Nindy, lagi nyoba romantis eh si tante dateng nerobos, merusak suasana saja.

"Jangan cemberut, jelek,"

"Udah ah, mau pulang aja,"

"Eits, belum juga nyuapin,"

"Ga mood,"

"Nindy Kirani, masa ngambek sih," tanpa sengaja, matanya Nindy mengeluarkan air dan mulutnya mengeluarkan isakan.

"Heh, kok nangis," tak ada jawaban dari Nindy, tangisnya semakin kencang.

"Sstt jangan nangis, kenapa hmm?"

"Makanannya kebuang sia-sia," lirihnya.

"Sstt ga papa, ini masih ada. Kita makan lagi ya," Nindy mengangguk sambil menghapus air matanya.

"Sini aku suapin," perlahan, mulut Nindy terbuka. Niat awal mau nyuapin suaminya, malah berakhir dia yang disuapin.

"Udah jangan nangis lagi, kasian dede nya," ucap Shandy menenangkan sambil mengusap pelan perut istrinya yang masih datar.

"Makasih ya, kak, udah mau nerima aku. Ntah itu sebagai sekretaris maupun istri,"

"Sama-sama, buka mulutnya lagi, aaaa," mereka terlihat begitu romantis, beberapa karyawan yang melintasi pun berdecak kagum dengan keromantisan Shandy. Ruangan Shandy hanya dibatasi dengan kaca tebal, namun tak terlalu tembus pandang.

"Iri gue sama Nindy," ucap Nada yang juga melihat adegan itu.

"Iya, Nad, sama, suami gue bakal gitu ga ya?" timpal Rindu.

"Kembali bekerja!" sentak Robby. Hal ini membuat Shandy dan Nindy kompak menoleh. Nindy terkejut melihat beberapa orang yang ternyata berkumpul didepan  ruangan Shandy.

"Romantis banget ya kita?" Shandy hanya mengangkat kedua bahunya acuh.















Ada aja ujiannya.

Namanya juga idup ye kan, ga mungkin ga ada bumbu-bumbu ujian.

Jangan lupa votmen ya.

Nb : Jangan jadi silent readers ya. Hargai penulis/author dengan memberi votmen dan jika tidak suka dengan alurnya bisa pergi, boleh memberi masukan asal tidak menghina, paham?

Pak Bos Shandy [END✔|| Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang