PD || Five

1.8K 100 2
                                    

Disini lah sekarang, rumah Ricky. Ricky adalah sahabat Shandy yang bisa macem-macem, termasuk mencari seseorang.

Shandy meminta Ricky menyelidiki masalahnya ini. Ia memberi tau dimana dan siapa nama manager apartemen itu.

"Oh ya San, jangan lupa dateng. "

Ricky menyodorkan kartu undangan. Temannya ini akan menikah rupanya. Kenapa cuma ia yang mengalami hal seperti ini?

"Gue usahain. "

"Ajaklah bini lo. " Shandy menatap tajam kearah Ricky.

"Eh sorry sorry,"

"Kapan? "

"Seminggu lagi sih. "

"Dua hari lagi gue resmiin secara negara. Lo datang. "

"Oke sip, ntar gue kabarin Gilang sama Farhan. "

Waktu menunjukkan pukul 19:30, namun Shandy masih belum beranjak dari kediaman Ricky. Ia malas jika harus bertemu orang-orang dirumah, terutama Nindy. Ntahlah tiba-tiba saja ia ingin menghindari, namun hatinya ingin mendekat.

"San, katanya yang nyuruh ngrebek lo sama sekertaris lo tuh, Adam Alfero sama Rakyan Al Raysid. "

"Lah bokap gue tuh. "

Seketika Ricky tertawa, sepertinya ia tau maksud dari Adam dan Rakyan melakukan ini.

"Gue granat lo, kalau masih ketawa. "

"Eh bokap lo cuma pengen liat lo nikah."

"Tapi ga gini juga Rick. "

"Apa lo akan nikah kalau ga dipaksa. Udah San terima aja, demi kebahagiaan orang tua lo. Dan gue saranin lo berlagak seperti korban yang ga tau apa-apa. "

Shandy menghela nafasnya. Yang dibilang Ricky ada benar nya. Sekali-kali lah ia membahagiakan orang tuanya.

"Ya udah, gue pulang. Thanks"

"Urwell, Hati-hati bro. "

~~~~~

Jalan begitu ramai, hal ini membuat nya pulang agak lambat. Kini waktu menunjukan pukul 22:45. Ia juga membawa bingkisan untuk keluarga nya termasuk istrinya. Ia sudah mau menerima kenyataan, kalau sekarang ia seorang suami.

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam,"

Bukan umi maupun adiknya, tapi Nindy yang membuka pintu. Nindy tersenyum tipis kearahnya dan mengulurkan tangannya.

"Apa? "

"Salim, kata umi, ini harus. "

Akhirnya Shandy menerima uluran tangan itu dan menuju kamarnya. Ia menghela nafasnya kasar saat bertatapan langsung dengan abi nya. Ia menjadi agak kesal jika melihat abi nya.

Ia memilih berlalu begitu saja tanpa berekspresi. Kalau bisa ingin kabur saja dari sini. Tapi sekarang ia mempunyai tanggung jawab yang besar. Bukan cuma tanggung jawab sebagai anak tertua tetapi juga sebagai seorang suami.

"Udah makan malam belum? "

"Udah. Nih lo bagi aja sama orang rumah, gue mau mandi. "

"Oke"

Shandy menatap dirinya dicermin dan tersenyum smirk. Inilah dirinya yang sekarang, seorang suami karena paksaan. Ia anggap kejadian ini termasuk dalam paksaan.

Nikah tanpa dasar cinta. Dah gitu di grebek lagi tanpa tau apa kesalahannya. Shandy juga udah ngirim orang buat ngasih pelajaran tuh manager. Biar kapok, dikira enak apa digrebek gitu.

Setelah cukup lama dikamar mandi, akhirnya Shandy keluar dengan rambut yang masih sedikit basah. Ia menatap kearah tempat tidurnya yang sudah terisi oleh seseorang.

"Eh mau ngapain? "

"Tidur lah, kalau boleh sih salto"

"Kok disini? "

"Terus gue harus dimana maemunah"

"Katanya lo di sofa. "

"Ya udah"

Shandy memilih mengalah dan mengambil bantal. Dari pada debat yang akhirnya didenger tetangga. Bukan tetangga ibu-ibu komplek yang kalo ngomong nusuk banget, tapi lebih parah yaitu Fajri dan Fiki. Kamar Shandy berada ditengah kamar mereka. Bisa-bisa dijulitin sampe ketemu subuh lagi.

"Ehh... Lo disini aja, ga tega gue."

"Tapi tetep jaga jarak yah. "

"Iya."

Hanya butuh waktu sekian detik, Shandy sudah lebih dulu pergi ke alam mimpi yang begitu indah. Sedangkan Nindy sedang berfikir, apa yang akan ia katakan kepada orang tuanya? Ia tau, orang tuanya akan sangat kecewa, tapi mau bagaimana lagi? Jika menjelaskan apakah mereka percaya?

Ia memilih membuka kulkas dan mengeluarkan sebuah botol minuman. Dilanjutkan mengambil snack yang tersusun rapi diatas kulkas. Ia membuka pintu balkon dan mendudukan diri dikursi.

Ia menatap langit yang dipenuhi bintang. Terlihat sangat cantik. Nindy menghela nafas.

"Bintang, bisakah kau memberi tau kenapa hidupku begini?"

Nindy meneguk minuman yang ia ambil tanpa izin. Ga papa lah punya Shandy punya dia juga kan?

Bulan...
Disana apa sama purnama
Adakah bintang temani malamnya seperti malamku

Bulan...
Apa dia rasa rindu yang sama
Hangat cinta dari langit senja
Hingga kita berjumpa...

Bukan dari ponsel maupun dari suara Nindy. Suara tersebut berasal dari seorang pemuda yang bersandar di pintu. Ia juga membawa minuman dan menatap langit.

"Kak San nyanyi?"

"Kaga, nangis tadi."

"Aneh lo. " Ucap Shandy setelah beberapa saat terdiam.

"Kenapa? "

"Nanya takdir sama bintang, Tuhan lo bintang? "

~~~~~

'Bukannya Gue Ga Nerima, Cuma Ya Gitu'~Shandy

'Huft Sekarang Gue Seorang Istri, Semoga Ini Yang Terbaik'~Nindy

Hey aku comback.
Terlalu serius kah?
Tenang ntar ada yang kocak kok, kan Bang San.
Bukan Bang San kalau ga kocak bukan?
Jangan lupa Vote oke

Pak Bos Shandy [END✔|| Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang