Epilog

2.2K 71 41
                                    

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. 9 bulan dilewati keduanya dengan berbagai rintangan. Tak mudah bagi keduanya untuk melewati masa-masa itu. Beberapa kali Nindy mengalami keram akibat adu mulut keduanya. Terkadang, ngidam Nindy juga diluar logika, membuat Shandy prustasi mendadak.

Kebahagiaan terpancar dari ruang VVIP Mawar 1. Sepasang bayi kembar lahir dengan wajah tampan dan cantik, serta hidung mancung yang membuat siapa saja gemas melihatnya. Mereka lahir dengan selamat pada pukul 02.00 WIB. Kini keduanya tengah berada digendongan sang ayah dan om mereka.

Mereka diberi nama Alanza Xavier Alfero dan Alinza Xavira Alfero. Nama yang indah bukan? Nama ini diberikan oleh ayah mereka, Shandy Maulana Alfero.

"Assalamu'alaikum, Masya Allah ponakan gue," ucap seorang pemuda yang tak lain adalah Fiki. Sedari subuh ia menunggu jam besuk.

"Waalaikumsalam,"

"Dua bang?" tanya Fajri. Kehamilan kembar Nindy dirahasiakan oleh nya. Katanya biar surprise.

"Iya, yang di Zweitson cewe, ini cowo,"

"Wah langsung sepasang aja nih, btw, nama?"

"Panggil aja Alan sama Alin," Nindy tersenyum melihat interaksi orang-orang di depannya. Ia tak berhenti bersyukur atas semuanya. Awalnya, ia mengira tak akan berakhir perceraian. Namun, ia dan suaminya bisa melewati ini tanpa ada yang namanya meja hijau.

"Eh kok nangis," bingung Fiki. Pasalnya, saat digendong Zweitson, Alin nampak diam saja.

"Sini, haus kayaknya. Son tolong ambilin itu," Zweitson mengangguk dan meraih kain yang biasa digunakan ibu menyusui.

"Bang, gue juga pengen gendong Alam,"

"Alan! Bukan Alam,"

"Iya maaf typo," Shandy menyerahkan Alan kepada Fajri. Tak ada respon apapun dari Alan, bayi kecil itu masih asik dengan mimpinya. Fiki yang terlampau gemas, menguyel-uyel pipi milik putra sulung Shandy.

"Jangan jahil ih, ntar nangis," peringat Fajri.

"Ya maaf, abisnya gemesin,"

"Eh pipi bapaunya kek lo ya, Fik?"

"Engga lah, masa anak gue mirip Fiki,"

"Kan gue uncle nya,"

"Ga, buat saat ini,"

*:..。o○ ○o。..:*

"Huwaaa mami!" tangisan seorang anak perempuan terdengar diberbagai sudut ruangan.

"Kenapa Alin?" tanya sang ibu yang baru saja keluar dari dapur.

"Kak Alan yucakin ainan Alin, belbi na putus," adu Alin ditengah tangisnya, sambil memperlihatkan boneka berbie yang kepala terlepas.

"Alan," anak laki-laki berusia 5 tahun itu menatap sekilas dan kembali pada aktivitas bermain mobil-mobilan.

"Minta maaf sama adiknya,"

"Nda mau, kan celita na dia ketablak telus meninggal,"

"Nda! Alin aduin papi!" tangis Alin semakin kencang. Hal ini membuat Nindy pusing sendiri. Apalagi, ia meninggalkan bahan masakan di dapur. Ia belum mau menyewa asisten rumah tangga untuk membantunya.

"Sstt udah ya, Alin masak sama mami aja gimana?"

"Macak apa?"

"Masak buat makan malam,"

"Cama uncle Zwei?" Nindy tersenyum. Pemuda itu, ah ia jadi merindukan nya. Zweitson sudah masuk kedalam jenjang perkuliahan di New York, dan hanya setahun sekali pulang. Hal ini membuat kedua ponakannya selalu saja menanyakan keadaan nya.

"Engga, dia belum pulang. Hanya kita berdua,"

"Oke," Alan menatap sinis kedua wanita yang semakin menjauh.

"Alin aja teyus," lirihnya. Karena kesal, ia membanting mainannya dan pergi ke kamar yang ada di lantai satu. Nindy menoleh, bertepatan juga dengan datangnya seorang lelaki berjas, siapa lagi kalau bukan suaminya.

"Kenapa?"

"Ga tau, tadi abis berantem," ucap Nindy sambil meraih tangan suaminya.

"Ya udah, aku susulin ya,"

Shandy, lelaki yang sudah amat mencintai istri nya. Itupun berkat kehadiran kedua malaikat kecilnya, Alan dan Alin. Walaupun, keduanya terlihat kurang akur, namun, bagi Shandy itu hal wajar.

"Kakak kenapa?"

"Mami sama papi yang kenapa?" balas nya. Ia sibuk dengan buku dan pensil.

"Kenapa sih, kalian sibuk sama Alin? Dikit-dikit Alin, apa-apa Alin, ngeselin," Shandy menghela napas pelan. Ia mengusap pelan kepala putranya itu.

"Kata siapa? Alan tetap jadi jagoan papi, Alin itu perempuan, harus dijaga dan disayangi,"

"Telus, Alan halus jadi pelempuan? Bial mami sama papi sayang sama Alan?"

"Engga juga sayang, sini. Papi mau tanya waktu kamu beli sepatu, apa Alin juga beli?"

"Engga, tapi beli na belbi,"

"Berbie sama sepatu mahalan sepatu. Harusnya, Alan ngalah dan nyoba ngelindungin adenya, bukan malah iri. Paham?"















Cie udah ending. Gimana? Suka?

Nyangka ga kalau mereka bakal punya baby twins?

Mana sepasang lagi.

See you sampai ketemu lain waktu ya, siapa tau ada squelnya. Ya ga?

Nb : Jangan jadi silent readers ya. Hargai penulis/author dengan memberi votmen dan jika tidak suka dengan alurnya bisa pergi, boleh memberi masukan asal tidak menghina, paham?

Pak Bos Shandy [END✔|| Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang