Happy reading
🌻🌻🌻
Sudah tiga minggu berlalu, ingatan Rumaisha tentang Mila tak hilang sedikit pun. Gadis kecil itu bahkan telah mematenkan Mila sebagai Tanmi Ombinya.
Tanpa melalui uji kelayakan dan kualitas, Mila lulus sensor. Ia bukan lagi orang asing di mata Rumaisha.
Padahal mereka hanya berjumpa sebentar. Padahal mereka hanya berkomunikasi sejenak. Tapi memanglah, hati anak kecil, penilaian mereka, tak bisa dikelabuhi.
Jika orang dewasa menilai orang baru dengan mata mereka dan sering kali penilaian itu meleset dari perkiraan awal. Maka anak-anak akan menilai orang baru menggunakan naluri mereka, dan simsalabim, seperti suratan Langit, kepekaan hati mereka dalam menilai seseorang tak pernah meleset.
Anak-anak selalu tahu sosok mana yang memberikan mereka kenyamanan, dan sosok mana yang tidak.
Jika merasa nyaman mereka akan membuka diri, dan jika merasa terancam mereka akan memilih untuk diam, atau menjauh.
Pernah dijauhi anak-anak saat berusaha mencoba untuk menyapa mereka? Hahaha... ups!
Maka Rumaisha untuk Mila pun demikian.
Bukan tanpa alasan gadis berpipi tembem itu tak bisa melupakan Mila begitu saja. Sebab Mila-lah yang pertama kali Rumaisha lihat saat gadis kecil itu terjaga dari komanya.
Mila pulalah yang memeluk Rumaisha penuh kehangatan, menemani si bocah saat semua anggota keluarga gadis kecil itu tak ada di dekatnya.
Membantu Rumaisha membuang rasa sakit di betisnya hingga kembali tertidur.
"Tanmi, akhirnya Ruru jumpa Tanmi lagi." Rumaisha menjauhi Arqam, berlari-lari kecil menuju Mila.
Mila tersenyum kaku, menatap Rumaisha penuh haru sambil mengangguk pelan.
"Ruru kangen Tanmi." Rumaisha mengembangkan tangan mungilnya, memeluk betis Mila penuh rasa syukur.
Mila mengelus pucuk kepala si gadis kuaci, melepaskan pelan lingkaran tangan Rumaisha di betisnya dan membawa tubuhnya merendah hingga wajahnya sama tinggi dengan wajah Rumaisha, "Ruru sehat? Ka-Kakak juga kangen ama Ruru."
"Tanmi Mila, bukan Kakak! Waktu di rumah sakit Tanmi mau Ruru panggil Tanmi." Rumaisha menyela sapaan Mila barusan. Memasang wajah cemberutnya.
Mila terkekeh pelan, namun belum sempat gadis manis itu menjawab, Arqam yang entah kapan datang mendekat bersuara lebih dulu, "dia benar Ruru, panggilnya Kakak aja, jangan Tanmi. Dia bukan Tanmi kamu."
Rumaisha mengangkat wajahnya, menengadah ke arah Arqam lalu menyela gusar, "boleh panggil Tanmi Mila pake Kakak, tapi kalau Ombi mau Ruru panggil pake Mamang. Gimana?"
"Mang Arqam maksud Ruru?" Mila tertawa renyah merespon kalimat Rumaisha.
Rumaisha mengangguk cepat.
"Gadis pintar." Mila masih tertawa, dan sesekali menatap remeh ke arah Arqam yang berdiri tak berapa jauh di hadapannya.
Sementara yang ditatap kini sedang menggulung jari-jarinya erat. Menahan entah apa yang ditahan atas ucapan bocah kecilnya barusan.
"Ombi mau Ruru panggil Mamang?" Rumaisha bertanya polos. Tapi tubuhnya ia sandarkan kepada Mila yang masih berjongkok di dekatnya, ancang-ancang mencari tameng.
Arqam ikut berjongkok tepat di depan Mila dan Rumaisha, memandang gadis kuacinya dengan tatapan tak terterjemahkan, "Ruru bisa-bisanya ya gitu sama Ombi sekarang. Ruru nggak asik lagi ah."
KAMU SEDANG MEMBACA
ArqaMila
Narrativa generale[CERITA KE 3] Follow biar Teman bisa baca semua chapter 🤗 🌻 Kategori : baper menantang Bagaimana jika sebuah kecelakaan memaksamu menjadi Ayah sekaligus Ibu untuk keponakan titisan kuaci gorengmu yang aduhai? Itulah yang Arqam alami. Bagaimana ji...