41. Titik kehancuran.✓

98 6 6
                                    

Rencananya malam ini Ressa akan pergi ke indromaret depan kompleks tadi, tapi tiba-tiba mamanya datang ke kamarnya.

"Rev yuk turun, di bawah ada tamu loh" ucap Dinda dengan senyum cantiknya.

"Ha? kenapa aku harus ikutan turun ma, lagian pasti itu tamunya papa" tanya Ressa heran, biasanya kalau ada tamu Ressa tak pernah menemui, karena pasti itu tamu Andreas.

"Bukan sayang, itu juga tamu kamu loh"

"Tamu aku? Siapa ma? Dion? Atau Dian?" tanya Ressa heran, pasalnya ia hanya mempunyai sedikit teman di sekolah, siapa yang datang kesini malam-malam lagian ia dan ketiga sahabatnya juga sedang tidak akur kan?

"Bukan sayang, udah ayo kamu turun. Vian juga ada disana loh" ajak Dinda kukuh dengan menarik tangan Ressa halus.

"Iya-iya aku turun, mama duluan aja. aku mau ganti baju dulu biar lebih rapi sekalian mau ke indomaret depan" jawab Ressa menjelaskan, karena ia hanya mengunakan celana pendek saat ini.

"Yaudah jangan lama-lama, mama tunggu di bawah" ucap Dinda lalu keluar dari kamar Ressa.

Ressa pun menganti pakaiannya yang awalnya hanya memakai tanktop dan celana pendek menjadi kaos oversize dan jeans panjang.

Ressa turun dari tangga dengan santai, sampai ia melihat siapa tamu yang datang. Tatapannya berubah, ia mendekat ke arah mereka dengan tatapan yang menghunus.

"KENAPA LO KESINI?" tanya Ressa tiba-tiba dengan suara keras.

Ia tidak peduli lagi jika diruangan itu ada keluarganya, ia tidak peduli dengan tatapan tajam papanya, raut khawatir mamanya, dan ekspresi terkejut Vian.

"Ya gue mau silaturrahmi Reva" jawab Rena dengan suara senjaga di lembutkan.

Ya, tamu itu adalah Rena bersama Reina, bunda Ressa dan Rena.

"Cihh, silaturrahmi konon. sok suci banget sih lo!! Ngomong aja kalau lo mau caperkan sama bokap gue" ucap Ressa dengan mulut merconnya

"Maksud lo apa sih rev, niat gue baik lo. Gue nggak mau persaudaraan kita hancur" jawab Rena yang membuat Ressa gemas untuk mencakar wajahnya.

"APA LO BILANG? PERSAUDARAAN? GUE NGGAK PERNAH MERASA PUNYA SAUDARA MUNAFIK KAYA LO!?" ucap Ressa di susul tawa sinisnya.

"REVA!! JAGA UCAPAN KAMU!!" bentak Andreas dengan mata melotot tajam ke arah Ressa.

"Emang kenapa pa? Papa juga lebih percaya sama cewek busuk kaya dia" jawab Ressa sambil menunjuk tepat di depan wajah Rena.

"DIA ITU SAUDARA KAMU!! DIA KAKAK KAMU!!" Bentak Andreas lagi, dan lagi

"HAH? KAKAK? PAPA SERIUS? BAHKAN REVA UDAH NGGAK ANGGAP DIA ADA, APALAGI SAUDARA!!" Jawab Ressa tak kalah keras.

"TERUS SIAPA LAGI SAUDARA KAMU HAH!! RETTA SUDAH NGGAK UDAH DAN ITU JUGA ULAH KAMU. TAPI BAGUSLAH KALAU BEGITU, SAYA JUGA NGGAK ANGGAP KAMU ANAK SAYA" sahut Reina yang berdiri di samping Rena.

Entah mengapa saat Reina yang berbicara seperti itu seakan ada ribuan pisau yang sengaja ditancapkan di hatinya, dan tanpa sadar air mata perlahan menetes.

Dinda hanya bisa diam sambil mengusap punggung Ressa, berharap bisa menenangkan gadis itu. Begitu juga dengan Vian yang hanya bisa diam tak berani ikut campur dalam masalah keluarga ini.

"Oke, nggak papa kalau bunda nggak anggap Reva anak bunda, tapi yang jelas Reva lahir dari rahim bunda" jawab Ressa lemah.

"Dan sekali lagi Reva tegaskan, bukan Reva yang ngebunuh Retta, Reva juga nggak akan tega ngelakuin itu" ucapnya lagi.

AntaressaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang