Dion bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah Ressa yang terbaring lemah di brankar, lalu ia duduk di kursi di samping brankar tersebut yang berseberangan dengan Retta.
Dion bukannya melihat ke arah Ressa, melainkan ke arah Retta yang duduk berhadapan dengannya.
"Apa?" tanya Retta sambil menatap Dion kembali.
"Nggak ada, kangen aja lihatin kamu" jawab Dion santai yang langsung dapat pelototan tajam dari Retta.
"Jangan mulai, ini rumah sakit" ucap Retta memperingati.
"Siapa bilang ini hutan, semua orang juga tau kalau ini rumah sakit" jawab Dion tenang yang terdengar begitu menyebalkan di telinga Retta.
"Sabarkan hamba ya Allah" ucap Retta sambil mengelus dada sedangkan Dion hanya tersenyum simpul penuh makna.
"Kira-kira kapan Ressa bangun ya, dia betah banget sama tidurnya" ucap Dion tiba-tiba sambil menatap wajah Ressa yang terlihat damai.
"Mungkin di sana dia mimpi indah Yon, sesuatu yang nggak mungkin iarasakan di dunia ini" sahut Retta lemah.
"Seperti?"
"Ayah bunda tidak bercerai, kakek nenek masih hidup, keluarga utuh yang tidak membencinya, persahabatan yang tulus dan saling percaya, dan....kesehatan yang hampir tidak mungkin kembali" jawab Retta, ada ketidakrelaan saat mengucapkannya
"Gue takut Rett, gue takut meskipun Ressa akan membuka mata tapi ia bakal tetap menutup mata lagi di waktu yang tidak pernah kita duga"
"Sama Yon, malahan gue takutnya Reva nggak akan membuka matanya, gue belum siap buat kehilangan dia, dia alasan gue untuk tetap bertahan sekarang" ucap Retta sambil menahan tangis.
"Dia adalah sosok yang menganggap gue istimewa dari yang lain saat semua orang menganggap gue berbeda dan tak berguna, dia adalah satu-satunya orang yang selalu ada buat gue" ucap Dion misterius.
"Maksud lo apanya yang berbeda?"
"Lo akan tau pada saatnya Rett, buat sekarang biarlah menjadi rahasia" jawab Dion tanpa mengalihkan pandangannya dari Ressa.
"Aku tau kalau aku tidaklah lebih berarti bagimu dari pada Reva, dia mengetahui segala hal tentang mu sedangkan aku tidak, lantas haruskah aku mempercayai cintamu"
*******
Revan memandangi wajah Ressa yang terlihat damai dengan tatapan sendu. Di ruangan ini hanya ada dia dan Ressa, sedangkan yang lain keluar untuk makan siang.
"Rev bangun dong, sekolah sepi banget nggak ada lo. Nggak ada lagi yang bikin onar di kantin, nggak ada lagi yang selalu datang telat, nggak ada lagi yang setiap pelajaran kimia kabur. Nggak apa-apa meski setiap hari lo natap gue sinis yang penting lo bangun, dan masuk sekolah. kelas sepi banget Rev, nggak ada yang buat rusuh, nggak ada si tukang tidur, bangku samping gue kosong, dan sejak lo nggak masuk sekolah Vian hilang semangat gitu Rev" ucapnya dengan mengenggam erat tangan Ressa.
"Gue mau minta maaf sama lo, bukan hanya gue. Gamma, tante Reina dan Rena juga mau minta maaf sama lo. Kita udah tau semuanya, lo hebat banget Rev, lo kuat Rev, jadi lo bangun ya" ucap Revan yang tanpa ia ketahui sebulir air mata jatuh dari sudut mata Ressa.
"Bukan hanya mereka Rev. Om Andreas, Dion, Dian, dan Retta juga mau minta maaf sama lo, mereka nyesel udah jauhin lo waktu itu, mereka sebenernya sayang banget sama lo, jadi lo bangun ya, kita semua kangen sama lo" ucap Revan lagi.
"Lo kenapa nggak pernah cerita soal penyakit lo itu, dan soal lo udah donorin ginjal ke Rena" ucap Revan lalu berhenti sejenak dan terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antaressa
Ficção AdolescenteAntaressa TAMAT [TELAH DIREVISI] "Berjuanglah untuk hidupmu meskipun nggak ada yang mau memperjuangkan mu" -Ressa Dia Reva Antaressa. Gadis yang dijuluki preman sekolah karena penampilan urakannya, dia yang hobbynya bolos, telat dan kumpul bareng co...