Dua bulan telah berlalu semenjak kecelakaan itu, dan Ressa masih belum bangun dari tidur panjangnya itu.
Hari ini hari Minggu, dan karena itu Revan sekarang berada disini, duduk di sisi brankar Ressa dengan penampilan yang luar biasa kacau karena semalam tiba-tiba kondisi Ressa kritis yang menyebabkannya tidak tidur sampai adzan shubuh, tapi beruntunglah sekarang kondisi Ressa mulai membaik.
Ia memandangi wajah gadis di hadapannya dengan tatapan kosong, wajah yang dulu penuh canda tawa sekarang hanya diam menutup mata, pipi yang dulu sedikit chubby sekarang sangat tirus, bibir yang dulu ceplas-ceplos sekarang terlihat begitu pucat, hanya bulu mata lentiknya yang tidak berubah.
Revan hampir saya tertidur tapi tiba-tiba saja telunjuk Ressa bergerak yang membuat matanya langsung terbuka lebar dan segera menekan tombol darurat untuk memanggil sang dokter.
Gadis itu tengah berdiri di tengah-tengah sebuah Padang rumput yang luas, ia berdiri di perbatasan Padang rumput hijau dan Padang rumput gersang.
Kaki kirinya sudah menginjak daerah rumput gersang yang diujungnya terdapat pohon apel yang berbuah banyak, sedangkan kaki kanannya masih berada di daerah Padang rumput hijau yang di ujungnya terdapat taman bunga mawar.
Ia bimbang harus melangkah kemana? Ke kiri atau ke kanan?
Jika ke kiri ia akan hanya akan mendapat tanah tandus yang tidak dapat di tanami tumbuhan, dan ia hanya akan makan buah apel dari satu pohon saja.
Jika ke kanan ia akan mendapatkan tanah subur yang luas yang dapat ia tanami apapun dan memiliki sumber air, tapi disana ada Taman mawar yang kembali mengingatkannya pada luka lama, tapi kalau dia bijak ia bisa menjual mawar-mawar itu dan mendapatkan uang.
Dengan memantapkan hati, Ressa berjalan ke arah kanan dengan langkah perlahan.....
.....dan saat ia sudah mulai jauh dari titik perbatasan tiba-tiba ada cahaya putih yang menyilaukan menerpa dirinya.
Ressa membuka matanya perlahan-lahan, hal pertama yang ia lihat adalah platform putih dengan aroma obat yang menyengat.
Ia melihat ke sekeliling, meski pandangannya masih sedikit buram ia masih bisa menebak siapa orang-orang yang sedang mengerubungi dirinya.
"Ressa, kamu bisa lihat saya kan?" Itu suara dokter Clara.
"Sayang, ini mama" dan itu mamanya, Dinda.
Lalu tepat di sebelahnya, seorang dokter cantik yang memandangnya dengan tersenyum dan di belakang dokter itu ada seorang pemuda yang hanya diam menatapnya tanpa ekspresi.
"A-aku di-di ma-na?" tanyanya terbata-bata, karena ingatan terakhirnya adalah dia bertengkar hebat dengan Papanya lalu ia pergi dari rumah dengan perasaan kacau, dan setelah itu ia mengendarai motor dengan kecepatan diatas rata-rata sampai saat tiba-tiba sebuah mobil box menabraknya, dan setelah itu ia tak tau apa yang terjadi.
"Kamu di rumah sakit Res" jawab dokter Clara.
"Kamu kecelakaan, dan setelah itu koma selama 2 bulan lebih" lanjut dokter itu seakan mengerti apa yang ada di benak Ressa.
Ressa yang mendengar pernyataan itu hanya diam, ia berfikir "kenapa ia hanya koma? kenapa tidak langsung mati saja, ia sudah lelah hidup di dunia"
"Ressa!! Gue kangen Lo!!" Ucap Dian yang tiba-tiba saja datang dengan nafas terengah-engah, di ikuti Retta di belakangnya dengan senyum yang merekah.
Ressa yang melihat itu hanya tersenyum, tapi senyum itu hilang saat seorang pemuda turut masuk menyusul Dian dan Retta.
"Ress, Lo gak apa-apa kan? Lo udah sembuhkan? Lo masih ingat gue nggak? Lo nggak amnesia kan? Jangan sampai Lo amnesian deh ya, amit-amit" cerosos Dian yang memicu gelak tawa semua orang disana, sedangkan Ressa hanya tersenyum simpul.
"Vi-an, ma-na?" Tanya Ressa dengan suara seraknya.
"Dia lagi ke-" ucapan Dion menggantung saat ada seseorang yang menyahuti.
"Ciie nyariin gue nih, gue tau kok kalau gue ngangenin ya kan?" Ucap Vian yang tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan membawa sebuket bunga mawar putih.
"Lihat nih, gue bawa hadiah buat adik preman gue. Kali ini bukan permen apalagi rokok ya, tapi mawar putih" ucap Vian lalu menaruh buket itu di atas nakas.
"Maka-sih" jawab Ressa dan Vian tersenyum melihat itu.
"Gue seneng lihat Lo udah bangun gini Res, Lo tau? Gue sampe lumutan nungguin lo bangun, apalagi Revan yang 24 jam nonstop ada disini, dia keluar cuma buat sholat aja tau, jarang mandi, jarang makan, jarang sekolah juga" ucap Vian membanggakan Revan tapi setelah itu malah jadi menjatuhkannya.
Lalu Ressa langsung mengalihkan tatapannya pada pemuda yang masih setia diam di tempatnya, dia menatap Revan seolah meminta penjelasan.
"Lo nggak usah buka aib gue juga kali" jawab Revan datar.
"Sudah-sudah jangan bertengkar, katanya kangen sama Ressa" ucap dokter Clara menengahi.
"Hehe iya dok, maap. Sudah kebiasaan membullly Revan" jawab Vian watados.
"Kalau gitu saya permisi dulu, kalian lanjutkan ngobrolnya. Tapi jangan lama-lama, soalnya Ressa juga harus istirahat"ucap dokter Clara setelah itu ia meninggalkan ruangan.
Di ruangan itu sudah ada Dinda, Revan, Retta, Vian, Dion, dan Dian. Sedangkan Andreas sedang berada diluar kota, tapi setelah mendengar kabar kalau Ressa sadar ia langsung bersiap pulang. Kalau Reina dan Rena tidak tau kemana.
"Ma-kasih u-dah mau nung-guin aku, a-ku sa-yang kalian" ucap Ressa sambil menatap mereka dengan senyum terukir indah di bibir pucat nya.
TBC
Hallo guys!!!!
Kembali lagi dengan aku, pebby.
Maaf ya udah lama banget gak update, udah sekitar 3 bulan ya?
Maklumlah, sebenernya aku ini ada di ponpes, dan Alhamdulillah kebetulan sekarang lagi pulang.Gimana part kali ini, maaf ya pendek. Insyallah part selanjutnya panjang dan akan segera tamat.
Horeee!! Doain ya temen-temen, semoga ceritaku ini cepat selesai dan lanjut cerita lain.See you next time,
Thanks for reading.Salam,
Febby.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antaressa
Teen FictionAntaressa TAMAT [TELAH DIREVISI] "Berjuanglah untuk hidupmu meskipun nggak ada yang mau memperjuangkan mu" -Ressa Dia Reva Antaressa. Gadis yang dijuluki preman sekolah karena penampilan urakannya, dia yang hobbynya bolos, telat dan kumpul bareng co...