Ressa berjalan sendirian di koridor, ia berjalan dengan langkah pelan dan tatapan yang kosong, tidak ada lagi tatapan menghunus setajam elang atau tatapan sinis penuh keangkuhan.
Semua siswa-siswi yang berada di koridor pasti menyadari perubahan itu, hanya saja mereka tidak mau ikut campur dengan masalah si preman sekolah itu.
Ressa tidak tau akan bolos kemana sekarang, mood-nya untuk belajar seketika lenyap karena pertemuannya dengan pemuda itu. Ia terus saja berjalan menyusuri koridor kelas tanpa tujuan, hingga sampailah dia disini, di gudang lama yang terletak di belakang sekolah.
Tanpa pikir panjang, ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan sebuah pematik, ia mengapit benda itu diantara telunjuk dan jari tengahnya lalu tangannya yang lain membakar ujung benda itu lalu ia memadamkan apinya.
Perlahan ia dapat merasakan ketenangan saat ia menghisap benda itu, dan segala masalahnya seolah hilang bersama dengan keluarnya asap dari hidungnya.
Hingga tiba-tiba ada seseorang yang mengambil benda dari tangannya itu lalu menginjaknya, siapapun itu yang jelas ia sedang mencari masalah dengan Ressa, tapi sayangnya Ressa hanya memandangnya dengan tatapan datar.
"LO APA-APAAN SIH RESS!!" ucap Dion. Iya, orang itu adalah Gladion Aldebaran.
"Lo kalau ada masalah cerita sama gue! jangan diam aja dan menyendiri gini, kalau lo kenapa-kenapa gimana" ucapnya lagi dengan menatap Ressa penuh khawatir.
"Jangan pernah ngerasa kalau lo sendiri Ress, di sini masih ada gue dan temen-temen" ucap Dion lagi sambil menunjuk dirinya sendiri dan tanpa aba-aba Ressa langsung memeluknya dan menumpahkan seluruh tangisnya di sana.
"Gue tau ini nggak mudah buat lo, tapi lo harus yakin kalau lo bisa melewati semua ini, lo pasti kuat" ucap Dion sambil mengelus kepala Ressa.
"Gue nggak bisa Yon. setiap gue ketemu atau bicara sama dia, gue selalu keinget sama semua luka itu, gimana dulu semua orang benci gue..." Ucap Ressa dengan suara parau.
"....gimana mereka semua nuduh gue ngelakuin suatu hal yang nggak mungkin gue lakuin." ucap Ressa lagi dan Dion hanya diam dengan terus mengusap kepala gadis itu, membiarkan gadis di pelukannya ini menyuarakan apa yang dirasanya.
"Mereka terus saja ngehina gue dan caci-caci gue, tapi gue tetep diam aja. Mereka nggak pernah tau bagaimana rasanya saat gue dibenci dan dimusuhi semua orang yang gue sayang, bahkan nyokap gue sendiri juga sama" ucap Ressa, setelah itu mulai terdengar isakan kecil dan bahu Ressa berguncang naik-turun.
"Lo tenang aja Ress, lo masih punya gue. Gue percaya sama lo, dan gue nggak pergi seperti orang-orang itu. Lo tenang aja" jawab Dion sambil mencium kepala Ressa.
"Udah. lo jangan nangis dulu, lo lanjutin aja di rumah. Sekarang kita ke UKS, lo istirahat aja, muka lo udah pucat banget"
Dion menuntun Ressa keluar dan mereka meninggalkan gudang tua itu , tapi mereka tidak tau kalau di balik tembok gudang itu ada seseorang yang mendengarkan percakapan mereka dari awal.
********
Gamma baru saja keluar dari toilet, lalu netranya tanpa sengaja melihat seorang gadis turun dari tangga yang terhubung ke rooftop dengan langkah pelan dan tatapan kosong, tidak seperti biasanya.
Tak lama kemudian seorang pemuda yang amat dikenalnya juga turun dari tangga yang sama dengan ekspresi wajah seperti sedang frustasi.
"Van!!" panggilnya dan pemuda itu hanya menoleh dengan mengangkat satu alisnya, lalu ia pun mengahampiri pemuda itu.
"Dia kenapa lagi? Lo berbuat apa lagi?" tanya Gamma dengan tidak santainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antaressa
Teen FictionAntaressa TAMAT [TELAH DIREVISI] "Berjuanglah untuk hidupmu meskipun nggak ada yang mau memperjuangkan mu" -Ressa Dia Reva Antaressa. Gadis yang dijuluki preman sekolah karena penampilan urakannya, dia yang hobbynya bolos, telat dan kumpul bareng co...