Setelah semua orang pergi, Revan dan Vian masuk ke ruang rawat Ressa, hal pertama yang mereka lihat adalah Ressa yang terbaring lemah dengan alat bantu pernafasan dan alat-alat yang lain di sekujur tubuhnya.
Revan berjalan lunglai ke arah brankar Ressa, lalu ia duduk di kursi samping brankar tersebut, Vian yang melihat itu menghembuskan nafas berat lalu ia menghempaskan tubuhnya ke sofa.
"Lo puas-puasin aja tuh natap Ressa, gue mau tidur dulu. Kalau ada apa-apa bangunin aja gue" ucap Vian lalu tertidur di sofa.
Revan hanya melihatnya sekilas lalu beralih menatap Ressa. Ia mengelus kepala Ressa lalu menghembuskan nafas lelah, lalu ia meraih jemari Ressa dan memainkannya dengan kedua tangannya.
"Gue minta maaf sama lo karna gue nggak percaya sama lo dulu, dan gue juga minta maaf kalau gue nggak bisa jagain lo dengan baik" ucap Revan sedangkan Ressa tetap tak bergeming.
"Waktu itu gue berhasil tahan lo buat nggak loncat dari rooftop, tapi malam ini gue nggak bisa tahan lo buat nggak ngebut saat naik motor" ucap Revan mengingat kejadian tiga hari lalu.
"Lo tau nggak kalau selama gue jauhin lo sebenernya itu berat banget gue lakuin, saat gue sakitin lo sebenarnya gue juga sakitin diri gue sendiri Rev" ucapnya lagi, mengungkapkan hal yang selama ini ia pendam.
"Dan gue nggak tau apa setelah ini lo mau nerima gue lagi apa nggak, yang jelas apapun itu gue bakal tetap cinta sama lo" Revan tetap bercerita seolah gadis didepannya dapat mendengarnya.
"Gue mohon lo cepat bangun yaa, jangan tidur mulu, lo nggak kangen apa sama gue? Nggak apa-apa meski lo marahin gue, lo pukulin gue, lo tendang gue, lo jauhin gue ataupun lo benci gue yang penting lo bangun" ucap Revan terus-menerus meskipun ia tau tidak akan ada jawaban dari seseorang di hadapannya.
"Lo ingat saat pertama kali gue masuk ke sekolah, awalnya gue kaget sama sifat lo yang sekarang, apalagi temen-temen pada manggil lo Ressa. Karena yang gue tau lo itu Reva, Reva imut dan manis yang sangat gue kenal dan gue sayangi. Gadis lugu, polos, dan cerewet dengan kucir duanya. Gue kangen banget sama lo yang dulu" ucap Revan tak mau berhenti seraya memainkan jemari Ressa.
"Maaf jika gue belum bisa jadi yang terbaik buat lo, maaf jika selama ini gue hanya ngasih luka ke lo, dan maaf jika gue nggak percaya sama lo. Entah lo mau maafin gue atau nggak, apapun yang terjadi selama ini gue tetap sayang dan cinta sama lo dan setiap hari rasa itu bertambah besar" jelasnya lagi, berharap sosok itu akan membuka matanya.
"Gue cinta banget sama lo, cepet bangun sayang" bisik Revan di telinga Ressa, lalu ia kembali ke posisi semula.
Tiba-tiba kantuk menyerangnya, ia membaringkan kepalanya di sisi tangan Ressa lalu meletakan tangan Ressa di atas pipinya dan menggenggamnya hingga ia tertidur.
*******
Pagi telah tiba, Revan membangunkan Vian yang masih setia tidur di sofa dengan suara dengkuran yang cukup keras.
"Yan bangun!! udah pagi!! Lo nggak sekolah apa?" ucap Revan dengan nada dinginnya.
"hmm.. Iya-iya, lo duluan aja, nanti gue nyusul" jawab Vian dengan mata masih terpejam.
Bagaimana Vian akan bangun jika Revan sendiri membangunkannya seperti itu, bukannya bangun dia malah melanjutkan mimpinya.
Lalu dua orang wanita paruh baya datang dari arah pintu, mereka adalah Dinda dan Reina.
"Loh tante udah datang aja" ucap Revan lalu menyalami keduanya.
"Iyalah Van, kalau tante nggak datang pagi-pagi Vian nggak bakal bangun, kalau bukan saya atau Reva yang bangunin dia, tuh anak nggak bakal bangun" jawab Dinda sambil menatap Vian yang masih tidur di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antaressa
Teen FictionAntaressa TAMAT [TELAH DIREVISI] "Berjuanglah untuk hidupmu meskipun nggak ada yang mau memperjuangkan mu" -Ressa Dia Reva Antaressa. Gadis yang dijuluki preman sekolah karena penampilan urakannya, dia yang hobbynya bolos, telat dan kumpul bareng co...