10. Tentang Ressa✓

133 9 0
                                    

Retta sedang asik minum coklat panas sambil menonton acara tv favoritnya, tiba-tiba seseorang masuk ke apartemennya.

"Reva? tumben lo ke sini? kenapa nggak ngabarin dulu, tau gitu gue masakin" tanya Retta.

Retta sebenarnya lebih suka memanggil Ressa dengan Reva, namun di sekolah ia harus memanggil saudaranya itu Ressa agar teman-teman mereka tidak curiga, sedangkan kalau sedang berdua seperti ini Retta akan kembali menggunakan panggilan Reva.

"Lagi males aja gue di rumah, sumpek tau nggak. mana nggak ada balapan lagi malam ini" omel Ressa saat sudah duduk di sofa samping Retta.

Retta menatap gadis di sampingnya dengan tatapan lelah, ia meletakkan gelasnya di meja lalu menarik napas gusar.

"Lo masih ikut balapan liar?" Tanyanya sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa.

"Hmm, buat main-main aja" jawab Ressa, dan seperti biasa dengan tidak ada sungkan-sungkan sama sekali ia menaikkan kakinya ke sofa dan selonjoran.

"Lo jangan terus gini dong Rev, lebih baik kita mulai dari awal dan lupakan semuanya, termasuk masa lalu"

"Nggak mudah Retta lupain itu semua, kadang aja trauma gue kambuh. Gue nggak bisa lupain bayang-bayang dia saat kejadian itu, dan kayak tadi di sekolah, gue hampir aja hilang kendali, beruntung aja kali ini Rena masih selamat"

"Bukannya biasanya lo pergi ke psikiater?" Tanya Retta, ia kembali meraih gelasnya dan menyeruput coklat panas itu.

"Hem, tapi nggak lagi setelah gue balik dari bogor." jawab Ressa lelah, matanya terpejam tapi tidak dengan pikirannya.

"Emang lo nggak nggomong sama papa dan tante Dinda?"

"Nggak, meskipun gue benci sama tante Dinda gue nggak mau nyusahin mereka. lagian mereka nggak tau dan nggak boleh tau" jawab Ressa. Bukannya Ressa tidak menganggap keduanya, hanya saja ia tak mau kembali menyusahkan orang lain, ia nggak mau manja dan selalu bergantung pada orang tua.

"Tapi itu bisa bahayain lo, gimana kalau bayang-bayang dia datang terus? apalagi sekarang kita satu sekolah" ucap Retta, gadis itu terlihat begitu khawatir.

"Yang bisa gue lakuin saat ini melawan dan menghindar dari mereka semua" jawaban yang sangat klise menurut Retta.

"Baiklah. Gue nggak bisa maksa lo, tapi kalau lo butuh bantuan, lo bisa hubungin gue. Gue siap 24/7 buat lo" ucap Retta sambil menepuk bahu Ressa.

"Emang lo bisa bantu gue apa Retta?" tanya Ressa gemas.

"Bantu apapun" jawab Retta polos.

"Mungkin ini yang buat Dion jatuh cinta sama lo, lo sosok yang nggak mudah jatuh cinta tapi mudah di jatuhi cinta." Batin Ressa.

"Gue nginep di sini malam ini ya!!" Ucap Ressa, ini bukan pertanyaan tapi pernyataan.

"Nginep aja kali, kayak sama siapa aja lo. Lo itu adek gue, gue malah senang kalau lo mau nginep di sini, lagian besok juga libur sekolah" jawab Retta dan Ressa hanya nyengir.

"Rev, mulai sekarang lo nggak usah repot-repot urusin keperluan gue" ucap Retta tiba-tiba jadi serius.

"Hah? Maksud lo?" tanya Ressa bingung.

"Lo tau nggak? CERITA GUE BAKAL DI TERBITKAN TAU DAN JADI NOVEL BEST SELLER!!" ucap Retta sumringah, Ressa yang tadinya hanya mendengarkan refleks bangkit dari tidurnya.

"SERIUS LO? WAH SELAMAT YA!!" ucap Ressa heboh dan mereka pun berpelukan. "itu baru saudara gue, you're the best one" Bisik Ressa.

"Thanks ya, ini juga berkat bantuan dan dorongan dari lo. Tanpa lo mana berani gue maju" jawab Retta.

AntaressaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang