5

284K 46.5K 4.7K
                                    

Baru 5 part sih, tapi mau nanya dong. Kenapa kalian tetap membaca cerita ini?

Aku tau pasti kalian rada aneh sama tema cerita ini. Tapi nikmati aja setiap partnya. Soalnya gak bakal aku ubah temanya meski kalian ngerasa aneh🙂 Aku senang, apa lagi mikirin alur ke depannya💅

Jangan lupa vote dan spam komennya yak.

***

Skaya menatap Sagara yang tengah berlari memutari lapangan. Sudah setengah jam laki-laki itu menjalankan hukuman yang diberikan.

Sebenarnya dia merasa bersalah, sebab Sagara dihukum karena membantunya. Tadinya dia ingin lari menemani laki-laki itu, namun Sagara malah menahannya dan mencibir bahwa dia yang akan kena masalah jika jantung Skaya kambuh.

Gadis itu menghela napas dan duduk di pinggir lapangan dengan tenang. Dia bertopang dagu menatap sosok Sagara di seberang lapangan. Mengingat sekarang jam 2 siang, matahari masih sangat menyengat. Peluh membanjiri wajah Sagara, bahkan seragamnya basah karena keringat.

Zahair datang dan melempar handuk kecil serta sebotol air mineral kepada Skaya. “Udah berapa putaran?”

Skaya menyimpan handuk putih dan botol air mineral di pangkuannya dengan rapi. “15 kali.”

Zahair manggut-manggut dan ikut duduk di samping Skaya. “Big Bos itu baik. Baik banget malah.”

Kepala Skaya menoleh begitu kata-kata itu keluar dari mulut Zahair. Tatapan penasarannya membuat Zahair terkekeh. “Mungkin yang lain bakal ngira kalo Big Bos itu kejam dan sombong. Sebenarnya gak kek gitu, anjir.”

“Kenapa lo bisa bilang gitu?” tanya Skaya.

“Karena gue udah kenal Big Bos dari SMP, sih.” Zahair menyengir sembari menggaruk belakang kepalanya. “Tapi beneran, Skar. Big Bos itu baik banget. Meski mukanya datar kek tripleks dan kata-katanya nyelekit, Big Bos itu selalu tulus bantuin orang.”

Alis Skaya terangkat. “Hm?”

Kedua kaki Zahair selonjoran dengan kedua tangan menopang tubuhnya di belakang punggung. Dia menatap Sagara yang masih berlari tanpa terlihat lelah sedikitpun.

“Big Bos itu gak buat masalah sembarangan. Dia berkelahi dan jadi nyeremin kalo temennya diganggu. Dia paling gak suka.” Zahair menjelaskan. “Gue masih ingat waktu pertama kali ketemu Big Bos, gue dikejar rentenir sama preman pasar gegara bapak gue yang ninggalin keluarganya dengan utang-utang menumpuk.”

Laki-laki itu meringis pelan. “Gue hampir mati kalo Big Bos gak selametin gue. Dan waktu itu Big Bos tolongin gue hajar balik mereka. Bahkan pinjemin uang buat lunasin utang.” Zahair seketika bernostalgia.

Tatapan Skaya beralih dari Zahair ke Sagara. Perasaan rumit menjalar di benaknya. Apa lagi ketika mendengar kalimat sambungan Zahair ini.

“Lo harusnya jangan heran lagi kenapa Big Bos bantuin lo. Dia udah nganggep lo temennya.”

“Tapi gue sama dia baru ketemu kemaren.”

“Sebenernya ada satu hal yang gue curigai kenapa sikap Big Bos beda banget sama lo.” Zahair mengelus dagunya sambil menyipitkan mata. Dia menoleh ke arah Skaya dan memerhatikannya lekat. “Hal tabu yang gak bakal pernah Big Bos ungkit karena mempengaruhi emosi doi.”

Skaya mengerjapkan mata penasaran. “Hah? Apa?”

“Big Bos punya adik cowok, tapi meninggal waktu Big Bos umur 13 tahun.” Zahair mengecilkan suara begitu Sagara berlari melewati mereka. “Dan lo tau? Adik Big Bos meninggal karena penyakit jantung.”

Napas Skaya tertahan. Jantungnya tanpa sadar berdebar dua kali lebih cepat dan menatap Zahair hati-hati. “Jadi maksud lo, Big Bos baik sama gue dari awal karena gue mengingatkan Big Bos sama adiknya?”

Zahair menjentikkan jarinya semangat. “Bravo! Itu yang bisa gue simpulin.”

Skaya memainkan botol air di tangannya sambil menunduk. Dia tidak menyangka bahwa Sagara memiliki kepribadian seperti ini. Terlalu banyak fakta yang didapat sekaligus membuat Skaya kelimpungan sendiri untuk mencernanya.

Sebuah bayangan muncul menghalangi cahayanya. Skaya yang menyadarinya mendongak linglung.

“Air.”

“Ah,” gumam Skaya pelan dan segera berdiri sembari mengulurkan botol air. Dia memerhatikan seragam Sagara yang berantakan dan keluar dari sisipan dengan ujung rambut basah karena keringat.

Ketika Sagara membuka tutup dan meneguknya, mata Skaya tidak beralih dari jakungnya yang bergerak naik turun karena air yang memasuki tenggorokannya yang dilapisi peluh.

Merasakan udara panas di sekitarnya, Skaya membuang muka dengan wajah memerah.

Sagara menatap Skaya sejenak sebelum mengambil handuk dari tangannya dan mengelap wajahnya. Kemudian dia melirik Zahair. “Mana Alwin?”

Zahair mengunyah permen karet dan meniupnya menjadi balon sebelum menjawab. “Rutinitas babi. Kalo gak makan ya tidur.”

Sagara mendengkus dan melangkah pergi. Skaya tersadar dan segera mengekorinya dengan antusias. “Big Bos, capek gak? Mau dipijitin?”

“Badan gue juga capek semua,” keluh Zahair di samping. “Gue mau dong, Skar.”

Skaya meliriknya sinis. “Jijay.”

Ketika malam tiba, Skaya berbaring di tempat tidurnya setelah mandi. Dia menatap ponselnya sesaat sebelum mengirim pesan.

Skaya : Bunda, Skaya baik-baik aja hari ini.

Dia menatap sms-nya beberapa menit. Tidak mendapatkan jawaban, dia menyimpan benda pipih itu di samping dan menatap langit-langit kamar lalu membaringkan kepala di pinggir ranjang sembari menatap ke bawah.

Ranjangnya berada di atas ranjang Sagara. Sedangkan Zahair dan Alwin di ranjang tingkat sebelah. Gadis itu menatap Sagara yang tengah memainkan game di meja belajarnya sejenak dan tidak bisa tidak berpikir mengenai perbincangannya dengan Zahair siang tadi.

Mata Skaya mengerjap pelan. Jika Sagara memperlakukannya layaknya adiknya, bukankah berarti dia akan melindunginya terus?

Sudut bibir Skaya terangkat licik. Dia kembali melirik Sagara dan segera turun dari kasurnya untuk mencoba keberuntungan. Jika benar, Skaya bertekad akan mencuri perhatian Sagara hingga mau melindunginya sepenuh hati. Masalah di sekolah tadi membuat Skaya berpikir ada baiknya mempunyai pelindung.

“Big Bos.” Skaya berdiri di sampingnya dengan antusias. “Udah kerja tugas fisika tadi gak? Biar gue aja yang kerja buat Big Bos!”

Sagara tidak menoleh tetapi tetap menyahut, “Lo bisa?”

Tanpa sadar Skaya mengusap tengkuknya dengan cengiran kaku. “Gak bisa-bisa amat sih, tapi seenggaknya kita kumpul tugasnya. Nilai gak begitu penting. Yang penting itu rajin dan mau berusaha!” katanya menggebu.

“Gak usah. Tugas gue udah beres.”

Mata Skaya terbelalak. “Hah?! Sejak kapan?” tanyanya histeris. Ada rasa iri di dalam hatinya karena Sagara nampaknya pintar. “Big Bos, tugas itu kan sulit. Mana banyak juga. Kayaknya gue mesti begadang kerjainnya.”

Sagara mendengkus namun sudut bibirnya sedikit terangkat. Dia berhenti bermain sejenak, mengambil buku di pojok meja dan menepuk kening Skaya lembut menggunakan buku tersebut. “Mau nyontek bilang. Gak usah ngedumel.”

Mata Skaya berbinar. Dia menggenggam erat tangan Sagara yang menimpuknya dengan buku. “Makasih Big Bos!” ujarnya dengan senyuman lebar hingga matanya menjadi bulan sabit sebelum mengambil buku tersebut dan kabur ke meja belajarnya.

Sagara bergeming di tempatnya. Dia menatap punggung Skaya lalu menunduk melihat tangannya yang digenggam tadi dan tidak bisa tidak berpikir, tangan Skara sangat lembut.

TBC

May 15, 2021.

Skaya & the Big Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang