16

244K 39.1K 1.3K
                                    

Sore di hari itu Skaya benar-benar bebas bepergian dengan Cici. Mulai dari mall, bioskop, timezone, hingga toko buku. Ketika waktunya makan malam, Cici menyeret Skaya menuju restoran kesukaannya untuk mengisi perut.

So, gimana ceritanya rambut lo jadi kek laki?”

Skaya menyeruput minumannya. “Gantiin Skara. Kan dia rencananya mau operasi.”

Cici memutar bola matanya. “Manja banget. Bisa izin, kan.”

“Udahlah, gak usah dibahas.” Skaya mengaduk-aduk minumannya. Ketika makanannya datang, dia segera menyantapnya.

Damn it!

Mendengar rutukan pelan dari Cici, Skaya menatapnya heran karena wajahnya yang tercengang. “Napa lo?”

Cici memukul tangan Skaya yang terletak di atas meja dengan gemas. “Ih, Skay, liat sana! Tu cowok cakep parah!”

Alis Skaya terangkat. Dia cukup penasaran siapa laki-laki yang bisa menarik perhatian buaya betina seperti Cici sebanyak itu. Jadi dengan santai dia menolehkan kepala.

Dalam detik itu juga mata Skaya terbelalak kaget dan segera membuang wajah sembari menopangkan tangan di atas meja dengan punggung tangan menutupi sisi wajahnya.

Shit, Skay! Tu cowok liatin ke sini dong.” ujar Cici dengan semangat.

Skaya menggertakkan gigi sembari mempelototinya. “Diam, anjir! Gue ketahuan, lo mampus dari gue.”

“Hah? Gimana, gimana?”

Di sisi lain, Alwin menunjuk kedua gadis yang duduk berjarak beberapa meja dari tempat mereka berada. “Cewek rambut yang panjang cantik gila! Tapi mukanya rada familiar.”

Zahair jadi berbalik karena posisinya memunggungi gadis yang ditunjuk Alwin. Melihat dua sosok gadis, dia terkekeh. “Menurut gue temennya juga cakep.”

Sagara melirik gadis-gadis itu sekilas sebelum menunduk memainkan ponselnya. Tidak ada kabar dari Skara sejak kemarin dia menelpon. Dia ragu sejenak sebelum menelpon Skara lagi.

Ting ting ting~

Nada dering yang menggema di ruangan tersebut terdengar. Skaya yang hendak menjelaskan pada Cici hampir melompat karena suara yang berasal dari tasnya.

Agar tidak menarik perhatian tiga laki-laki di belakangnya, dengan tangan tremor Skaya membuka tas selempangnya mencari benda pipih yang terus mengeluarkan keributan itu.

What the hell!” ringis Skaya hampir menangis melihat nama kontak yang tertera. Tanpa ragu-ragu dia menggeser tombol merah, mengakhiri panggilan tersebut dan segera mematikan ponsel.

Memikirkan bagaimana reaksi Sagara di belakang, dia meremas tangannya gugup dengan kening yang mulai menghasilkan keringat dingin. Untung saja dia duduk membelakangi tempat duduk Sagara, jika tidak pasti mereka melihat wajahnya!

Sagara mengerutkan kening. Dia melihat ponselnya lalu gadis di depannya beberapa kali. Karena ketika dia menelpon Skaya, ada bunyi ponsel dari gadis itu juga. Dan ketika panggilannya ditolak, gadis itu melempar ponselnya ke dalam tas selempangnya.

Agak aneh rasanya. Sagara kembali mencoba menelpon nomor Skaya namun hanya terdengar suara operator. Melirik punggung gadis di depan yang tidak melakukan apa pun kecuali makan. Pada akhirnya Sagara menyimpan ponselnya dan tidak memikirkan hal ini. Mungkin cuma kebetulan.

***

Skaya menghempaskan tubuhnya di sofa dengan wajah kelelahan. Setelah tadi Cici membayar makanan, dia segera menariknya pergi diam-diam sembari menutupi setengah wajahnya dengan rambut palsunya.

Untungnya, ketiga laki-laki itu tidak ada yang menaruh perhatian lagi kepada dirinya dan Cici. Jika iya, Skaya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib dirinya nanti.

Cici duduk di sofa lain setelah mengambil cocacola dari kulkasnya. “Oi, Skay. Jelasin tadi ngapain lo ngendap-ngendap kek maling?”

Skaya mengerang pelan sebelum menegakkan badan menatap Cici dengan serius. “Gue tadi udah bilang gue gantiin Skara, kan? Nah, di sekolah dia harus masuk asrama. Dan, lo tau sendirilah ending gue gimana jadinya.”

“Pftt—” Cici tersedak begitu menyeruput cocacolanya bersamaan dengan penjelasan Skaya. Dia terbatuk sembari menepuk dadanya beberapa kali sebelum menatap sahabatnya tak percaya. “Jadi lo tinggal di asrama cowok?!”

Mendengkus pelan, Skaya bangkit dan mengambil pakaian yang dia bawa dari asrama untuk dibersihkan di mesin cuci. Dia tidak berani mencuci bajunya sendiri di asrama laki-laki. Untungnya pakaian yang dia bawa cukup banyak, bisa cukup hingga dua minggu.

Cici bergegas mengekori di belakang Skaya dengan semangat. “Biar gue tebak, cowok-cowok tadi temen sekamar lo?”

“Hooh.”

“Ajegile. Ganteng banget roommate lo. So lucky!” Cici terkekeh sembari menyandarkan lengannya di dinding, menatap Skaya yang sedang memasukkan pakaian ke mesin cuci. “Gimana rasanya tinggal bareng cowok, Skay?”

Gerakan Skaya menegang sesaat sebelum bersikap seperti semula. “Biasa aja.”

“Ooooo....” Cici menarik nadanya panjang dengan senyuman menggoda. “Berapa lama lo di sana? Gue sendiri nih di sekolah. Boring.”

“Gak tau. Tapi keknya sekitar Desember gue udah bisa balik. Bisa aja lebih cepet. Tergantung Skara.”

“Oh ya, ngomongin soal cowok, roommate lo pernah nonton bokep gak?” celetuk Cici tiba-tiba membuat deterjen yang dipegang Skaya terjatuh.

“Unfaedah pertanyaan lo!” cerca Skaya dengan ujung telinga memerah sebelum mengambil deterjennya kembali.

“Behahaha... biasa aja kali, Skay. Namanya juga cowok. Para mantan pacar gue sering, tuh.” ujar Cici santai.

Skaya mempelototinya. “Dasar buaya betina.”

Lagi-lagi Cici tergelak. “Btw, roommate lo yang satu itu cakepnya kebangetan! Yang mukanya dingin-dingin tapi bikin ketagihan itu, loh. Siapa namanya?”

Mendengar gambaran Cici, Skaya hanya teringat Big Bosnya. “Namanya Sagara.”

“Wow, ganteng banget. Mau gue kalo sama dia.”

Skaya sontak menoyor kepala Cici. “Lo mah semua cowok dimauin!”

Cici mencebikkan bibir. “Gak semua, ya! Gak berlaku buat jamet.”

“Idih. Ngomongin diri sendiri.”

Sorry, gue berkualitas.” Cici mengibaskan rambutnya, membuat Skaya berdecak. “Di antara mereka bertiga, lo paling deket sama siapa?”

“Sagara.” jawab Skaya tanpa pikir panjang.

Senyuman menggoda terulas di bibir Cici. Dia semakin gencar mengorek informasi dari sahabatnya. “Lo suka sama dia?”

Skaya tetap terdiam. Memikirkannya beberapa saat, dia menyahut, “Gak.”

“Bukannya nggak. Tapi belum.” Cici tersenyum menggoda lalu menepuk pundak Skaya sebelum berjalan pergi kembali ke depan. “Pasti, Skay.”

Skaya menunduk. Memikirkan Sagara, wajahnya terasa sedikit memanas. Tidak, dia tidak menyukai Sagara. Dia hanya merasa nyaman dan ... sedikit terbawa perasaan.

TBC

May 26, 2021.

Skaya & the Big Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang