60

203K 37.4K 10.5K
                                    

Ruangan itu sepi dan remang. Di antara suasana yang hening, terdengar beberapa suara pukulan dan ringisan. Laki-laki yang terbaring kaku di atas semen itu bahkan tidak bisa mengangkat satu pun jarinya. Wajahnya babak belur hingga dipenuhi darah. Kepalanya juga terdapat luka dan benjolan akibat pukulan benda tumpul sebelumnya.

Sebuah kaki menendangnya kasar hingga suara kesakitan kembali keluar dari bibirnya. Sepatu kets putih yang sebelumnya sangat bersih itu dilumuri warna merah, dengan kasar menginjak pundak laki-laki yang tak berdaya itu.

“Bangun,” Suara rendah itu terdengar. Matanya memerah karena amarah. Melihat tidak ada pergerakan dari sosok yang berada di bawahnya, tatapannya semakin menyoroti jijik. Dia berjongkok di depannya dan menjambak rambut pendek laki-laki itu kejam hingga mendongak ke arahnya. “Kenapa? Gak bisa lawan?”

“A-ampun...” Suara laki-laki itu lirih. Dari ujung kaki hingga kepalanya terasa sangat menyakitkan akibat siksaan sejak sejam yang lalu.

Senyap sejenak, tiba-tiba terdengar kekehan yang membuat bulu kuduk laki-laki itu berdiri. “Minta ampun setelah lo berani nyentuh cewek gue, huh?”

Dua sosok yang berdiri di dekat dinding berharap hawa keberadaan mereka tidak mengambil atensi sosok beringas itu saling bertatapan.

“Kalo minta ampun sebelum nyentuh cewek Big Bos mah buat paan?” bisik Alwin sangat pelan membuat Zahair melotot.

“Lo mau kena hajar Big Bos?” Alwin segera menggeleng takut. “Makanya diem!”

Setelah itu tidak ada yang berani membuka mulut dan diam-diam merinding mendengar suara pukulan dan ringisan dari laki-laki itu.

Mata Sagara terpaku pada kancing celana laki-laki itu yang terbuka. Rahangnya mengeras dengan mata semakin tajam. “Zahair, cutter!”

Zahair terlonjak. Meski takut, dia masih mendekat dengan kaki gemetar. Sedangkan Alwin di belakangnya menggeleng prihatin.

“B-buat apaan Big Bos?” tanya Zahair ragu-ragu.

Mata Sagara meliriknya, membuat Zahair hampir berteriak saking takutnya. Dia segera memberikan cutternya dan mundur beberapa langkah.

“Karena lo suka bersenang-senang, kenapa gue gak putusin milik lo?” Sagara menyeringai kejam.

“Big Bos!” Mata Zahair terbelalak ngeri. Sagara seperti dirasuki iblis saat ini!

“Aduh Big Bos, tenang. Tarik napas... hembuskan.” Alwin memperagakan dengan gelisah. “Mak! Alwin gak mau jadi kaki tangan pembunuh!”

Namun Sagara nampak tuli, tidak mendengar nasihat keduanya.

“Big Bos, kenapa kita gak ke RS aja? Cewek lo pasti butuhin lo di sana.”

Gerakan Sagara terhenti.

Mendapat peluang dan akhirnya mengerti kelemahan Sagara, Zahair kembali membujuk, “Kita serahin ke polisi aja gimana? Kalo lo bunuh dia beneran, Skaya pasti bakal kecewa sama lo.”

Cutter di tangan Sagara terlepas. Nampaknya kali ini dia mendengarnya dengan baik membuat Zahair dan Alwin seketika bernapas lega.

Sagara berdiri dan meraih tisu, mengelap tangannya dengan perasaan jijik. “Bawa dia ke polisi dan jangan sampe dia keluar dari sana. Pengacara gue bakal dateng bawa bukti kelakuan dia selama ini. Muka brengsek kek gini pasti banyak jejak.”

Zahair melirik laki-laki yang pingsan itu tak yakin. “Terus kalo polisi nanya luka dia?”

“Melakukan kekerasan pada pelajar dan diketahui masyarakat sekitar.” Kata Sagara yang kembali mendapat ketenangannya.

Alwin segera menjentikan jari mengerti. “Jadi dia dikeroyok massa! Kan gak ada CCTV dan saksi di sekitar lokasi, jadi kalaupun diselidiki gak bakal ketahuan.”

Untuk sesaat Zahair mengagumi Alwin yang tiba-tiba menjadi cerdik dan segera memberi hormat. “Siap laksanakan!”

Tanpa melirik laki-laki di bawah kakinya, Sagara pergi dan melajukan motornya menuju rumah sakit tempat Skaya berada. Sesampainya di tempat tujuan, kakinya yang panjang melangkah cepat menuju ruang inap VVIP dan mendapati sosok Iris serta Danar.

“Gimana?” tanya Sagara sembari mendekati brankar, menatap wajah pucat gadis yang senantiasa masih memejamkan mata itu.

“Kepalanya terluka dalam, jadi tadi harus dijahit.” Iris menghela napas dan melirik anaknya. “Ke mana aja kamu? Gak bikin masalah, kan?”

“Hm.” Gumam laki-laki itu asal-asalan.

“Mami sama Papi nunggu di luar aja, gak baik banyak orang di dalem. Kalo kamu mau temenin mantu Mami di sini, terserah kamu.” Kemudian Iris dan Danar meninggalkan Sagara sendiri bersama Skaya.

Dia duduk di samping brankar, dengan lembut menggenggam tangan gadis itu lalu merapikan helaian surainya yang menutupi wajahnya. “Rambut lo udah panjang,” gumamnya menatap rambut yang panjang mencapai pundak gadis itu.

“Aya...”

Sudah setengah hari Skaya tidak sadarkan diri sejak dia menemukannya, membuat perasaan frustrasi melandanya dan menghajar pelaku habis-habisan. Hanya Tuhan yang tahu betapa kagetnya dia melihat chat bahwa Skaya berada di sekolah dan memintanya datang ke jalan di belakang basement.

Sayangnya dia terlambat datang saat gadis itu memerlukan bantuannya. Seandainya dia lebih cepat melihat chat gadis itu, mungkin keadaannya tidak akan seperti ini, bukan?

Di koridor, Danar mengelus punggung istrinya lembut.

“Mami heran aja Pi, kenapa Skaya selalu dalam musibah? Kemaren sakit, sekarang udah sembuh malah kayak gini. Kesian mantu Mami, Pi.” ujar Iris risau.

“Eh, ada Mami Iris dan Papi Danar.” Sapaan dari Alwin dan Zahair membuat mereka menoleh.

“Kalian ilang ke mana aja? Sejam yang lalu Gara dateng, sekarang kalian.”

Zahair dan Alwin duduk di kursi yang tersedia dengan santai. Mereka memang sudah sangat akrab dengan orang tua Sagara.

“Ngurus pelaku, Mih. Zahair jadi polisi dadakan.”

“Gimana orangnya? Jeblosin ke penjara aja! Orang bejat seperti itu gak pantes berkeliaran di masyarakat,” sahut Iris agak emosi.

“Udah Mi! Tenang...”

Iris bersedekap dada sambil mengedarkan pandangan di koridor yang sepi. “Lagian di mana sih keluarganya Skaya? Anaknya tersiksa gini kok gak dateng-dateng.”

Alwin segera menanggapi dengan heboh karena teringat pertemuan mereka dengan Verana. “Wah, Mami Iris gak tau aja kalo emaknya Skaya galaknya minta ampun!”

“Iya, loh Mi! Tatapannya kek mau makan kita.”

Danar menggeleng-geleng. “Kalian berdua bisanya ngerumpi aja!”

“Tapi beneran Pi, Emaknya Ska—” Ucapan Zahair terhenti begitu terdengar keributan tak jauh dari mereka.

“DI MANA SKAYA?! BISA-BISANYA ANAK ITU BIARIN CUCU SAYA TERLUKA!”

Ekspresi empat orang yang duduk di kursi koridor berubah mendengar pekikan tak enak di hati itu.

TBC

July 11, 2021.

5K komen buat part besok!!!! Spam di sini...

Skaya & the Big Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang