51

203K 36.8K 4.8K
                                    

“Jadi lo udah pacaran sama si ganteng itu?Seriously?!

Skaya memandang Cici yang tercengang dengan sedikit geli. Bahkan Cici yang tadinya fokus mengupas kulit apel jadi terhenti karena pengakuan sahabatnya.

Mengambil kesempatan saat Cici tenggelam dalam pikirannya, Skaya merampas kulit apel dan memakannya. “Yoi. Dia suka gue, gue suka dia. Jadilah pacaran.”

Cici mendelik melihatnya memakan kulit apel. “Makan isinya, Skay, jangan kulit.”

“Kulit apel enak tau,” Skaya malah mengulurkan lidah dan terus memakan kulit apel di tangannya, hasil curiannya tadi.

Menggelengkan kepala karena tidak bisa mengubah pola pikir Skaya, Cici memakan isi apel. “Berarti dia homo dong?”

“Uhuk,” Skaya tersedak pelan. Dia lupa menjelaskan secara detail, jadi bukan salah Cici jika menyimpulkan seperti itu. “Nggak, nggak. Dia tau gue cewek sejak lama tapi gak kasih tau gue. Ngeselin, kan?”

Cici tergelak sambil menepuk tangannya penuh apresiasi. “Adil, lah. Dia kan cuma ikut permainan yang lo bawa. Lo boong, dia harusnya juga. Ish, cerdik juga cowok lo.”

“Seharusnya lo bela sahabat lo, oon. Kenapa jadi puji orang luar!”

“Entar kalo lo beneran nikah sama dia pun gue yang jadi orang luar!” balas Cici membuat Skaya memutar bola matanya.

Ponsel Cici berdering, membuatnya meraih benda pipih itu dan menatapnya. Lagi-lagi Skaya berusaha mengambil kulit apel sisa di piring, namun Cici dengan cepat memukul tangannya, membuat gadis itu memberengut kesal sambil mengusap tangannya yang sakit.

“Bonyok gue udah dateng,” ujar Cici semangat sambil bangkit dan melirik ke pintu.

Mereka tidak menunggu lama. Satu menit setelah Cici mengatakan itu, pintu bangsal terbuka, menampilkan dua sosok yang penuh wibawa masuk sambil membawa buah dan bunga.

“Mama, papa!” seru Cici dan memeluk keduanya langsung.

Skaya yang melihat Cici saat ini bergelayut manja di lengan Papanya tersenyum. “Pagi Tante, Om.”

Mama dan Papa Cici bernama Keira dan Fathan. Fathan merupakan seorang pengacara, sedangkan Keira adalah manajer di sebuah perusahaan terkenal. Maka tak jarang membuat mereka harus meninggalkan Cici hidup sendiri.

Keira mendekat dan menyimpan buket bunga di nakas lalu duduk di kursi yang ditempati Cici sebelumnya. “Gimana kondisi kamu, Skaya?”

“Baik, Tante. Maaf ya ngerepotin padahal Tante sama Om lagi sibuk banget.” ujar Skaya tak enak.

Cici yang sadar dilirik Skaya langsung menarik tangan Fathan. “Papa, aku laper. Ayo cari makan dulu. Mama sama Skaya di sini aja.”

Melihat Cici pergi bersama Papanya, Skaya menghela napas. Dia belum bisa menebak rencana sahabatnya dengan menyuruh orang tuanya datang.

“Skaya, kamu sudah ada rencana untuk berobat?” tanya Keira lembut sembari menggenggam tangan Skaya.

“Ada...” Skaya tiba-tiba tak yakin.

“Tante dapet tugas untuk memperhatikan proyek di Singapura. Gimana kalo kamu sekalian ikut Tante berobat di sana? Tante udah hubungi temen Tante buat siapin bangsal buat kamu di rumah sakit Mount Elizabeth.”

Mata Skaya melebar dan seketika gugup. Dia tidak mengharapkan tawaran besar ini diberikan kepadanya. “Tapi Tante—”

“Gak ada tapi-tapian. Kalo kamu kepikiran soal uang, jangan khawatir. Tante sama Om cukup mampu berobatin kamu ke sana. Kalo kamu mau sembuh, sih.”

Skaya & the Big Boss ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang